✩08. Badut Ancol

71 28 40
                                    

Saat kaki Erina melangkah menuju kamar tidurnya, Erina berhenti tepat di kamar sang Kakak. Matanya melirik ke arah kamar itu, sebelum tersenyum lebar memikirkan sesuatu. "Kalo gak dipinjemin skincare, coba dikit makeup-nya Kak Elisa bisa lah," pikir Erina.

"Lagian pake sedikit makeup-nya, gak mungkin langsung abis."

Di tengah malam, saat Elisa sudah tertidur nyenyak menyelam ke alam mimpi. Kesempatan ini dimanfaatkan Erina untuk menyelusup masuk ke kamar sang Kakak. Erina diam-diam mengambil kotak besar berisi peralatan kecantikan milik Elisa. Dia berdecak beberapa kali, sebelum memandang sinis ke arah tempat tidur. "Makeup-nya banyak, tapi dia sama sekali gak mau minjemin."

"Dasar pelit, koret, kerekot!"

Erina berjalan mengendap-ngendap keluar kamar. Sebelum menutup pintu kamar, Erina sempat berbisik, "Pinjem sebentar, eh ... maksudnya minta sedikit. Gue cuman mau nyobain dulu ya."

Setelah meminta izin, Erina langsung kabur berlari ke kamarnya. Dia sengaja mempercepat langkahnya, supaya cepat-cepat mencoba memakai alat kecantikan milik Elisa.

"Oke, kita coba pake make up." Erina menaruh kotak rias milik Elisa di meja belajarnya. Dia duduk di kursi, sementara salah satu tangannya mulai membuka aplikasi berisi video tutorial cara merias wajah.

"Kayaknya gampang. Tinggal sat set sat set lalu beres," gumam Erina bersemangat. Matanya memelotot lebar, memperhatikan video dengan teliti. Dia sengaja tak mengedipkan mata, takut tertinggal satu langkah saja. Erina menganggukka kepala, saat videonya selesai.

Setelah itu, dia mengeluarkan alat-alat yang disebutkan dari video tutorialnya. "Ehm ... pensil alis yang ini bukan ya?" Erina mengamati ke arah sebuah pensil di tangannya. Dia tak terlalu memedulikan jenis dari alat yang akan dia pakai. Erina hanya mengumpulkan benda mirip seperti yang ada di video tutorial.

Erina kemudian bergerak merias wajah. Semua langkahnya dibimbing hanya dengan video tutorial. Erina berharap, wajahnya bisa berubah drastis seperti artis. Tanpa aturan, patokan, Erina merias diri seenak hatinya. Lalu hasilnya? Erina memelototkan mata terkejut.

Wajahnya begitu putih, seputih tepung terigu. Pipinya berwarna merah, hampir mirip dengan tomat. Kemudian warna gelap di mata, sudah seperti hantu kurang tidur.

"Lah?! Kok malah kayak badut ancol sih? gerutu Erina. Erina memegangi kedua pipinya, dia menatap heran wajahnya di cermin. Apa video yang dia tonton salah? Atau kemampuan merias wajah Erina yang salah? Entahlah, tapi melihat bayangan dirinya di cermin. Erina ingin menangis saja. Sesulit ini kah untuk menjadi cantik?

"Ini kayaknya gara-gara minjem make up gak bilang-bilang! Bukannya cantik, tambah jelek yang ada!"

"Ck, Gue harus gimana?! Duit aja gak punya buat ngerawat diri! Apalagi bayar ke salon buat dandan," gumam Erina kesal. Dia kemudian menjatuhkan wajahnya ke meja. Erina mengepalkan kedua tangannya, sebelum memukul-mukul kepalanya sendiri. "Kenapa gue harus terlahir kayak gini sih?!"

"Gue cape hidup terus diejek!"

"Udah jelek! Diejek lagi! Kurang sial apa gue?!"

· · • • • ࿙✩࿙ • • • · ·

Akibat melakukan percobaan merias wajah. Erina jadi kurang tidur. Hal ini menyebabkan mata pandanya semakin terlihat jelas. Sudut bibirnya melengkung ke bawah, kepalanya terus menunduk tak mau melihat sinar matahari yang menyinari dunia.

Meskipun matahari bersinar terang, sinarnya tak cukup menyinari kehidupan kelam Erina. Jantung terus berdetak, jarum jam masih berjalan, laut masih pasang surut, tapi kehidupan Erina sudah jatuh. Erina tak tahu, sebenarnya dia sekarang mempunyai motivasi apa untuk menjalani kehidupan ini?

BYE BYE MY NIGHTMARE ☑Where stories live. Discover now