✩37. Berpindah Tempat✩

43 18 3
                                    

Binar harapan baik di mata Erina membuat Farel kesulitan mengungkap apa yang ingin dia katakan. Cowok itu ingin memberitahu kabar Nicholas, tapi takut Erina kecewa setelah mendengar beritanya. "Sebenernya Nicholas ... dia ...."

"Dia mau pindah sekolah," kata Farel.

Erina langsung terdiam mendengar ucapan Farel. Keningnya berkerut, mencerna ucapan Farel sedikit demi sedikit. Erina tak habis pikir, bagaimana bisa Farel mengatakan jika Nicholas akan pindah sekolah.

Farel mengungkap, "Sebenarnya sekolah udah punya rencana, buat ngeluarin Nicholas. Karena dia udah dua minggu gak masuk sekolah, terus banyak murid yang gosipin Nicholas."

"Tapi, ternyata Nicholas sendiri yang malah berniat pindah sekolah, dia bahkan mau pindah rumah."

"Pindah negara juga. Bilangnya sih, mau pindah ke Taiwan, sama saudaranya," lanjut Farel.

Bola mata Erina kembali dilapisi cairan bening. Gadis itu menundukkan kepala, sembari meremas rok sekolahnya. Nicholas tak hanya pindah rumah, tapi cowok itu bahkan pindah negara. Erina tak akan pernah bisa mengobrol dan berjalan bersama Nicholas lagi. "Ini semua beneran? Lo gak nipu gue?"

"Ngapain juga gue nipu lo. Gak ada gunanya Erina," kata Farel.

Erina berbalik, dia akhirnya berjalan lesu menuju kelasnya. Jika Nicholas akan pergi jauh, kenapa cowok itu tak kunjung membalas pesannya? Erina hanya ingin kabar dari Nicholas. Apa Nicholas tak bisa, mengabari Erina sebentar saja?

"Mungkin aja, Nicholas terlalu sibuk ngurusin masalah ibunya. Gue harus sabar," batin Erina pada dirinya sendiri.

Langkah demi langkah terasa berat bagi Erina. Dia berjalan bersama bayangannya, tak ada lagi bayangan cowok tinggi di sampingnya. Nicholas benar-benar akan menghilang, tanpa memberi kabar untuk Erina.

Perlahan, satu tetes air mata mengalir menuju pipi. Erina terisak, kekosongan memenuhi pikiran dan hati. Jika bisa, Erina berharap bertemu dengan Nicholas untuk terakhir kali. Dia ingin mendengar suara lembut Nicholas, dan merasakan sebuah cubitan pada pipi.

"Lo jahat banget Nicholas. Gue cuman ngeghosting lo sesekali, tapi lo malah ngeghosting gue berkali-kali."

"Apa lo gak tau, gue juga khawatir sama lo."

"Oke, gue ngaku. Gue beneran kangen sama lo," batin Erina.

Ketika sampai di depan pintu, Erina langsung mengusap air matanya. Dia berhenti melangkah, ketika ponselnya berbunyi. Dengan rasa malas, Erina membuka layar ponselnya. Dia langsung membulatkan mata, melihat nama Nicholas muncul di sana. Erina terburu-buru memeriksa kotak pesannya, dia terkejut melihat Nicholas membalas semua pesan yang dia kirim.

"Akhirnya Nicholas udah berenti ngeghosting," kata Erina senang. Erina membaca semua pesan Nicholas satu persatu. Dia bernapas lega, saat mengetahui jika Nicholas baik-baik saja. Oleh karena itu, Erina tak ragu untuk membaca pesan Nicholas sampai akhir.

Senyum di bibir Erina sempat naik, ketika Nicholas meminta untuk bertemu dengannya di sebuah kafe. Tanpa berpikir panjang, Erina langsung menyetujui permintaan Nicholas. Dia benar-benar ingin mengetahui keadaan Nicholas yang sebenarnya.

"Gue harus nyari tahu, kenapa Nicholas mau pindah rumah!"

· · • • • ࿙✩࿙ • • • · ·

Sepulang sekolah, Erina bergegas bersiap-siap pergi menemui Nicholas. Gadis itu meminta Nicholas untuk tidak datang terlambat. Namun, dirinya sendiri yang malah terlambat datang ke kafe. Ini semua dikarenakan Erina bingung, memilih baju apa yang harus dia kenakan untuk menemui Nicholas.

Semua baju yang ada di lemari, mulai dikeluarkan Erina. Gadis itu menaruh semuanya di tempat tidur, sembari memilih baju untuk dikenakan. Butuh waktu lama, untuk memutuskan baju mana yang akan dikenakannya. Erina mengacak-acak rambut frustrasi. Padahal ini hanyalah pertemuan biasa, tapi Erina berpikir cukup lama hanya untuk memakai baju.

"Gue harus pake baju yang mana?" gumam Erina bingung.

"Ya ampun Erina, ngapain lo ngacak-ngacak baju kayak gini?" celetuk Elisa di depan kamar sang Adik.

Erina tersenyum kecut. Dia melihat Elisa sebentar, lalu berujar, "Kalo Kakak mau ngajak debat, mendingan jangan sekarang. Gue lagi pusing nyari baju bagus soalnya."

"Baju bagus? Halah! Pake apa aja yang ada. Emangnya lo mau ngedate apa? Pake ribet nyari baju segala," lanjut Elisa.

Erina mematung, mendengarkan ucapan Elisa baik-baik. Dia hanya ingin bertemu dengan Nicholas saja, kenapa juga Erina harus mencari baju terbaiknya? Lagi pula, sejak dulu Nicholas tak pernah menanggapi penampilan Erina. Dia juga tidak suka mengomentari hal-hal buruk tentang Erina.

Semakin Erina berpikir tentang Nicholas. Semakin jantung Erina berdetak kencang. Dia akhirnya merebahkan diri di tempat tidur. "Jangan bilang kalo, gue sebenernya suka sama Nicholas?"

"Kok bisa, gue suka sama dia?"

"Bagusnya Nicholas apa coba?" tanya Erina pada dirinya sendiri.

Tiba-tiba sebuah baju dilempar Elisa ke arah Erina. Elisa tersenyum, dia berkata, "Pake aja baju sama sepatu gue. Mumpung gue lagi baik."

Erina langsung beranjak dari tempat tidur. Dia mengamati baju berwarna merah muda yang dilempar Elisa. Awalnya Erina mengernyitkan alis, dia tak paham kenapa Elisa memberikannya baju. "Kak Elisa kemasukan apa? Tumben minjemin baju."

"Lo mau nge-date 'kan? Dibanding nanya terus, mendingan lo siap-siap pergi," ucap Elisa.

Erina menatap jam yang ada di meja belajarnya. Matanya membulat sempurna, melihat jarum jam yang sudah menunjuk ke arah pukul empat sore. Tanpa berkata-kata, Erina langsung masuk ke kamar mandi. Dia segera menyiapkan diri untuk bertemu dengan Nicholas.

Tak butuh waktu lama, untuk berdadan. Erina langsung pergi ke kafe yang ada di daerahnya. Gadis itu berulang kali, melihat jam di ponselnya. Dia takut, Nicholas menunggu lama. Namun, saat sudah di kafe Erina malah tak menemukan sosok Nicholas. Gadis itu mengernyitkan alis. Dia bergumam,"Nicholas ternyata belum dateng. Padahal dia bilang, mau ketemuan jam empat sore."

"Kalo tau Nicholas bakal ngaret, gue gak perlu cepet-cepet dateng ke tempat ini," ungkap Erina kesal. Gadis itu memperhatikan layar ponselnya. Kedua alisnya mengernyit lagi, dia berkata, "Loh? Tapi kata Nicholas, dia udah nyampe."

"Tapi sekarang dia ada di mana?"

Bola mata Erina menelusuri kafe ini. Dia mencium aroma khas kopi bercampur dengan aroma roti. Erina diam-diam menyukai keadaan tempat ini. Tidak terlalu ramai, tapi tidak terlalu sepi. Begitu kakinya menginjak di tempat ini, Erina jadi tak mau pergi. Dia ingin tinggal di sini beberapa saat, untuk menghilangkan beban pikirannya.

"Nicholas di mana?" Sembari mencari keberadaan Nicholas, Erina juga menikmati suasana kafe ini. Dia memutuskan untuk duduk di salah satu kursi, kemudian menghubungi Nicholas.

"Padahal gue udah bilang, supaya jangan ngaret. Tapi tetep aja, dia datengnya lama."

"Apa Nicholas kena musibah?"

"Tapi, dia bilang udah sampe di sini kok."

Ketika sedang menunggu kedatangan Nicholas. Langit tiba-tiba dipenuhi awan mendung. Hanya dalam hitungan detik, air hujan turun membasahi bumi. Erina melihat ke arah jendela. Dia membulatkan mata, melihat aliran air hujan yang mulai turun. "Yah hujan lagi. Gue gak bawa payung buat nanti pulang."

"Nicholas di mana sih?"

Aliran air hujan terus turun, membuat perhatian Erina berfokus pada air itu. Erina tersenyum, merasa tenang beberapa detik. Meskipun pada akhirnya, jantung Erina tiba-tiba berdetak sangat kencang. Dia langsung berbalik ke belakang, mendengar Nicholas memanggil namanya.

"Erina."

· · • • • ࿙✩࿙ • • • · ·

BYE BYE MY NIGHTMARE ☑Where stories live. Discover now