✩27. Berbalik Arah✩

49 18 6
                                    

"Gue dulu gak suka baca buku, tapi buku itu berisi banyak gambar dan hal-hal lucu. Jadinya gue baca sampai tamat," jelas Nicholas.

"Hidup di dunia ini merupakan anugerah. Banyak banget hal-hal yang bisa buat gue bahagia, dibanding mikirin perkataan jelek tentang gue."

"Jadi Erina, lo juga harus mencintai diri lo sendiri," kata Nicholas.

Mata Erina berkaca-kaca setelah mendengar cerita hidup Nicholas. Ternyata cantik tak selamanya membawa keindahan dalam hidup. Kecantikan yang selama ini dia impikan, bisa juga membawa petaka untuknya. Gadis itu kemudian menggenggam erat kedua tangan Nicholas. "Gue pasti mencintai diri gue sendiri."

Sebuah senyuman terlukis di wajah Nicholas. Cowok itu mengernyitkan kening, sebelum tertawa melihat air mata yang jatuh ke pipi Erina. Dia mencoba untuk menghapus air itu, sebelum berkata, "Hey, hey, hey, kenapa lo malah nangis?"

"Jangan nangis, hidup gue gak terlalu menyedihkan kok."

"Lo gak perlu nangis, nanti gue dimarahin Mama gue, kalo bikin anak perawan orang nangis," lanjut Nicholas.

"Gue gak nangis," elak Erina. Gadis itu menghempaskan tangan Nicholas, sembari mengusap cairan bening di bawah matanya. "Mata gue cuman ... cuman kemasukan debu doang," kata Erina, kemudian mengangkat wajah ke atas, tak mau Nicholas melihat air yang membungkus bola matanya.

"Tapi di kamar gue, gak ada debu tuh," lanjut Nicholas.

Erina ingin menangis saja. Lagi lagi dia tak bisa berbohong. Apalagi Nicholas sangat peka terhadapan ucapannya. Dia kemudian mengusap air mata dengan tangannya, sebelum berpamitan, "Sekarang udah makin sore, gue gak mungkin terus ada di sini."

"Kalo tetangga lo, liat gue keluar malem dari rumah lo, 'kan bahaya. Mereka bisa aja, gosipin hal-hal jelek tentang gue," lanjut Erina.

Nicholas membalas, "Ya udah, jangan pulang aja. Nginep di rumah gue, nanti kalo pagi baru pulang."

"Nicholas!" gertak Erina mulai kesal. Gadis itu mengomel, "Apalagi pulang pagi, mereka bakal lebih-lebih gosipin gue lagi!"

Akhirnya Nicholas mengangguk setuju. "Pulang aja sekarang, hati-hati di jalan."

"Soal peran Penjajah, lo gak usah khawatir. Gue udah nelepon Febri, dan dia setuju lo gantiin gue," lanjut Nicholas.

· · • • • ࿙✩࿙ • • • · ·

Peran penjajah sudah didapatkan Erina. Walaupun bukan tokoh yang paling disorot, tapi Erina bersemangat untuk tampil maksimal. Dia tak boleh, melakukan kesalahan sedikit pun. Tujuan Erina hanya satu, yaitu menampilkan penampilan terbaiknya.

Ketika bel tanda pulang sekolah sudah berbunyi, tepat saat itu Erina sudah lebih dulu pergi ke ruangan klub teater.  Erina selalu tiba paling awal, untuk membersihkan ruangan klub, sekaligus berlatih memerankan dramanya.

"Erina rajin banget, tiap hari selalu latihan paling awal. Dia juga gak pernah lupa, bersihin ruangan kita," kata Naya sembari membuka catatan absensi anggota klub teater.

Febri tersenyum, lalu menganggukan kepala sembari berucap, "Gak salah memang, Nicholas milih Erina buat gantiin dia," kata Febri.

"Padahal, banyak banget anggota kita yang mau juga jadi Penjajah gantiin Nicholas," kata Febri.

"Iya, gue juga mau ngambil peran penjahat. Tapi, karena Erina lebih bagus, ya gue ngalah deh," lanjut Naya.

Pujian tentang Erina, membuat hati Sabrina terbakar rasa iri. Gadis itu yang memerankan peran paling susah, dengan dialog yang paling sulit dihafalkan. Namun, yang malah memenangkan pujian penuh hanyalah Erina. Lama kelamaan, otak Sabrina muak dipenuhi dengan nama Erina, Erina dan Erina. Dia tanpa sadar meremas kertas yang berisi dialog miliknya.

Febri melihat Sabrina meremas dialog lalu membuangnya asal. Dia memelototkan, sementara keningnya berkerut. Febri langsung berjalan ke arah Sabrina, dia mengambil kertas dialognya sebelum menunjukannya pada Sabrina. Febri mengomel, "Ngapain lo buang kertas dialog ini gitu aja? Lo gak tau, kalo kertas ini susah payah gue bikin?"

Sabrina membalas, "Gue udah hafal sama dialognya, jadi gak perlu liat kertas itu lagi."

Febri ingin mengomel lagi, tapi Naya sudah lebih dulu menyela, "Udahlah Feb, biarin Sabrina ngelakuin apa yang dia mau. Lagian dia bener kok, Sabrina emang udah hafal dialognya, dia rajin latihan."

"Gak perlu dipermasalahin," kata Naya.

"Tapi tetep aja, buang kertas dialog itu salah banget! Dia kayak yang gak ngehargain hasil kerja keras gue, buat nyusun dialognya," komentar Febri.

"Kertasnya juga dibuang sembarangan," lanjut Febri.

Sabrina ingin sekali menutup bibir Febri yang terus mengomel. Kenapa juga Febri harus melihatnya membuang kertas dialog asal? Sabrina tak mau berdebat, dia memutuskan untuk meminta maaf. "Maaf."

Febri menyilangkan tangan di depan dada. Dia berkata, "Mentang-mentang putri sekolah, jadi seneng banget ngelakuin apa-apa seenak hati."

"Gue juga baru inget, kalo lo gak pernah bantu-bantu buat beresin ruangan klub."

"Besok, giliran lo yang beresin ruangan klub," peringat Febri.

Awalnya Sabrina merasa keberatan dengan ucapan Febri. Bola matanya melirik ke sekeliling klub. Ruangan klub ini lumayan besar, dan Febri dengan mudahnya memerintah Sabrina untuk membereskan klub ini seorang diri?

Namun, Sabrina tiba-tiba mengingat sesuatu. Dia teringat pada Erina yang selalu datang paling awal, lalu membereskan semua ruangan ini seorang diri. Dia tiba-tiba tersenyum kecil, memikirkan sebuah rencana untuk mengerjai Erina. Sabrina langsung menerima ucapan Febri, "Oke! Gue bakal bersih-bersih besok."

Sabrina membatin,"Lebih tepatnya bersihin nama Erina, dari daftar orang yang bakal tampil di perayaan ulang tahun sekolah."

· · • • • ࿙✩࿙ • • • · ·

Sesuai rencana, keesokan harinya Sabrina ditugaskan untuk membersihkan ruangan klub. Gadis itu tersenyum kecil, dia tak jarang bersenandung riang sembari menggenggam erat sebuah kain pel. Sabrina memasukkan kain itu ke dalam air sabun, kemudian memeras kainnya. "Kalo Erina jatoh kepeleset, terus kakinya sakit atau bahkan cidera! Gue dengan mudah, bisa buat Erina gak jadi tampil."

"Acaranya tinggal tiga hari lagi. Kalo pun Erina cidera, masih banyak anggota yang mau gantiin dia jadi penjajah."

"Lagian dialognya gak ribet-ribet amat, " ucap Sabrina. Gadis itu bersemangat, menuangkan banyak cairan sabun cair yang licin, ke sekitar lantai di depan pintu. Dia sengaja, memperbanyak dan menyebarkan cairan itu ke seluruh lantai. Agar Erina, yang selalu datang lebih awal terjatuh berulang kali.

"Kalo pun, Erina jatuh terus nyalahin gue. Nanti, gue tinggal bilang kalo ini cuman kecelakaan."

"Salah si Febri juga, nyuruh tuan puteri Sabrina beresin ruangan ini," ucap Sabrina tersenyum senang. Sekali pancing, dua ikan bisa dia dapatkan. Memikirkan Erina terjatuh, dan Febri disalahkan saja, sudah membuat Sabrina tersenyum senang.

Di saat Sabrina fokus membuat lantai semakin licin, tiba-tiba saja ponsel Sabrina berbunyi. Gadis itu berhenti mengolesi sabun pada lantai. Dia melirik ke kanan dan ke kiri, mencari ponselnya. "Hp gue di mana? Bunyinya kedengeran, tapi gue gak tau di mana letaknya."

Bola mata Sabrina melihat ke arah luar. Dia lupa menaruh ponselnya di sana. Sabrina lalu memelotokan mata, ponselnya tidak dikunci, bagaimana jika ada orang iseng yang mencuri atau memainkan ponselnya? Tanpa berpikir panjang, Sabrina langsung berdiri dia berjalan ke arah lantai licin.

Sesuai dugaan Sabrina pada Erina, orang yang menginjak lantai itu pasti terjatuh mengenaskan. Kaki Sabrina terpeleset, hingga terjatuh ke lantai hanya dalam hitungan detik. Dia berjerit, sampai suaranya bergema satu ruangan.

· · • • • ࿙✩࿙ • • • · ·

BYE BYE MY NIGHTMARE ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang