✩09. Bukan Simulasi Mati✩

72 26 37
                                    

Erina berniat naik ke atas pagar. Tiba-tiba saja, suara Nicholas membuatnya berhenti bertindak.
"Erina! Jangan bunuh diri!"

"Hah?" Erina mengernyitkan alis tak mengerti.

"Pokoknya jangan mati!!"

Nicholas berlari ke arah Erina. Setelah itu, dia langsung menarik pinggang Erina agar menjauh dari pagar. Nicholas memberitahu, "Utang gue sama lo, belum gue bayar!"

"Kalo lo mati, terus gentayangan jadi penagih utang sama gue, 'kan serem!" lanjut Nicholas.

"Utang?" kata Erina.

Nicholas menarik dan mengeluarkan napas cepat. Dia mengusap butiran-butiran keringat yang ada di dahinya. Setelah itu, Nicholas kemudian memberitahu, "Gue pernah gak sengaja, nabrak kotak bekal makan siang lo. Sampai lo gak jadi makan siang, terus makanannya terbuang sia-sia."

Untuk beberapa saat, Erina terdiam mengingat-ngingat kejadian saat Nicholas menabraknya. Erina kemudian berucap, "Gak perlu dibayar. Lagian lo gak sengaja."

Setelah mengatakan hal itu, Erina langsung berjalan menuju ke arah pagar lagi. Matanya menyipit memindai si Kucing yang ada di atas atap. Sayangnya, sebelum Erina melangkah lebih jauh, lengannya di tahan Nicholas. Nicholas menarik Erina agar menjauh dari pagar. "Gue bilang jangan bunuh diri!"

"Emangnya siapa yang mau bunuh diri?!" tanya Erina.

"Tadi gue nguping curhatan lo sama kucing. Gue pikir lo mau bunuh diri karena cape ngejalanin idup," ungkap Nicholas.

Erina merasakan pipinya memanas. Dia malu, sangat malu. Jadi Nicholas mendengar semua beban hidupnya? "Gu .... Gue cuman mau ngambil tutup kotak bekal Emak gue!" seru Erina sembari menunjuk ke arah kucing.

"Apa?!" Nicholas kemudian ikut melihat apa yang Erina lihat. Dia menaikkan alis ke atas, mengetahui penyebab Erina nekad mendekati pagar. Nicholas menepuk jidat. "Lo gila?! Cuman tutup kotak aja, lo nekad mau naik ke pagar! Jangan bahayain nyawa lo sendiri. Kalo jatuh terus mati gimana?" omel Nicholas.

Erina tersenyum miris, dia menundukkan kepala. "Bagus lah. Lagian kalo pun gue mati, gak ada yang peduli sama gu---"

"Gue peduli!" ungkap Nicholas.

"Udah gue bilang bukan? Utang gue sama lo belum gue bayar. Jadi jangan coba-coba ngelakuin simulasi mati!"

"Gue takut, lo gentayangan jadi penagih utang!" lanjut Nicholas, menatap tajam ke arah Erina.

Dari suaranya, Erina bisa tahu jika Nicholas bersungguh-sungguh dengan ucapannya. Nicholas kesal sendiri, dia mengacak-acak rambut frustrasi. "Apa lo gak peduli sama orang tua lo? Kalo lo pergi, mereka pasti sed---"

"Gak. Mereka mungkin bakal seneng, karena beban keluarga mereka berkurang. Lagi pula, orang tua gue masih punya Kak Elisa," ujar Erina.

Nicholas tak habis pikir dengan ucapan Erina. "Beban keluarga?"

"Kalo pun orang tua lo cuman nganggep lo beban, mereka pasti udah buang lo dari dulu."

"Tapi ini? Gue pikir, Mama sama Papa lo baik-baik aja. Mereka selalu berusaha buat besarin lo sampe segede gini."

"Mereka sayang sama lo."

Mata Erina mulai dilapisi cairan bening. Dia semakin menundukkan kepala, dengan kedua tangan bergetar. "Tapi hidup gue juga gak guna buat mereka."

"Gue cuman si Buruk rupa pengecut, yang selalu dihantui sama sindiran orang-orang."

"Setiap kali gue mau berusaha buat raih mimpi gue, omongan mereka tentang wajah gue selalu bikin gue gak percaya diri," ungkap Erina.

BYE BYE MY NIGHTMARE ☑Where stories live. Discover now