✩33. Bahaya✩

42 20 6
                                    

Padahal suasana hati Erina sedang baik. Namun, panggilan dari Arga membuat semuanya berubah. Erina tak lagi merasakan pelangi-pelangi cantik yang mengelilingi hatinya. Semuanya berubah menjadi awan hitam dan gelap. Seperti langit malam, yang akan terjadi dalam beberapa menit lagi.

Kening Erina berkerucut, melihat sosok Arga di depan gerbang rumahnya. Cowok itu berdiri dengan ekspresi yang tidak jelas. Sebuah ekspresi yang semakin membuat Erina bingung. Dia ingin mengabaikan Arga, tapi Arga kembali memanggil namanya.

"Erina!"

Dengan berat hati, Erina memberanikan diri untuk menatap ke arah Arga. Dia bertanya, "Lo mau apa ke sini?"

Arga menjulurkan sebuah kotak bekal makan siang milik Erina. Erina menyipitkan mata, sebelum mengenali kotak bekal itu. Dia langsung memeriksa tas, dan dugaannya benar. Kotak bekal makan siang berwarna biru itu, memang miliknya. Dari mana Arga bisa mendapatkan kotak itu? Apa Erina tak sengaja meninggalkannya di kelas?

Erina menyingkirkan rasa takutnya pada Arga, sekarang yang dia pedulikan hanya kotak bekal milik sang Ibu. Bisa gawat, jika ibunya tahu, Erina tak sengaja meninggalkan kotak bekal makan itu sembarangan.

"Ruang kelas lo dipake anggota osis yang lagi rapat. Terus salah satunya nemu kotak ini," kata Arga.

"Karena gue tahu, kalo kotak ini milik Mama lo ... Jadinya, gue sengaja, nganterin kotak ini ke lo, sekalian pulang ke rumah," kata Arga.

Tanpa membuka pintu gerbang rumahnya, Erina mengambil kotak yang dijulurkan Arga. Dia berucap,"Makasih."

Sayangnya, Arga tiba-tiba menahan pergelangan tangan Erina. Erina tersentak kaget, dia segera menghempaskan tangan Arga. Arga meminta, "Tunggu, lo jangan pergi dulu. Ada yang mau gue omongin sama lo."

Erina memberanikan diri menatap wajah Arga. Dia berkata,"Lo mau ngomongin apa? Kalo ini gak penting, gak usah dibahas."

Arga tersenyum. Dia bertanya langsung ke intinya,"Lo pacaran sama si Nicholas?"

Erina segera menggelengkan kepala. Dia mengelak,"Enggak. Kita gak pacaran. Nikol, dia cuman temen deket gue."

"Gue pikir kalian pacaran, ternyata cuman temenan," kata Arga.

Saat Erina berbalik, berniat meninggalkan Arga. Arga kembali bersuara, "Mendingan lo jauhin, cowok gak baik kayak Nicholas."

"Asal lo tau, Nicholas itu gak sebaik yang lo liat," lanjut Arga.

Pendengaran Erina terganggu, mendengar Arga menyebut nama Nicholas. Gadis itu berbalik ke belakang, dia memberitahu,"Nicholas emang gak terlalu baik, tapi dia jelas jauh lebih baik dari orang kayak lo."

"Jadi, jangan coba-coba, buat adu dombain gue sama Nicholas," lanjut Erina.

Arga tertawa kecil mendengar ucapan Erina. Dia kemudian naik ke sepeda motornya, lalu mengungkap, "Terserah, mau lo percaya atau enggak. Tapi yang pasti gue udah ngingetin lo. Jangan terlalu dekat sama cowok pembawa sial kayak Nicholas. Karena bisa aja, masalahnya kena sama lo juga."

Erina menatap tajam ke arah Arga. Dia sama sekali tak takut, jika harus mengurusi masalah Nicholas. Lagi pula, Nicholas selalu membantunya. Erina juga ingin, sesekali membantu cowok itu keluar dari masalahnya.
"Gue gak peduli," kata Erina.

Arga menganggukan kepala. Matanya lalu tertuju pada jepit rambut yang menempel di rambut Erina. Dia tersenyum miring, sebelum berkata, "Jepit itu gak cocok dipake buat lo, mendingan dilepas aja."

Setelah mengomentari jepit rambut yang dipakai Erina. Arga langsung pergi dengan sepeda motornya. Sementara tangan Erina merambat ke atas kepala, dia memegangi jepit rambut pemberian Nicholas. "Gue gak butuh penilaian dari Arga. Emangnya dia siapa? ngomentari jepit baru gue, gitu aja."

· · • • • ࿙✩࿙ • • • · ·

Semua persiapan untuk menampilkan drama musikal sudah hampir siap. Tepat sebelum hari ulang tahun sekolah, semua bagian sekolah dihias sedemikian rupa. Apalagi podium sekolah, yang sudah dipenuhi berbagai macam balon, pita, dan beberapa bunga.

Erina bersama Febri, ditugaskan untuk memeriksa panggung. Keduanya meneliti, sebelum memutuskan untuk berbincang dengan anggota klubnya. Febri berkomentar," Semuanya udah beres. Hari ini kita libur latihan. Kalian bebas ngelakuin apa pun yang kalian mau.

Nicholas sibuk berbicara dengan semua teman sekelasnya. Sementara Erina memutuskan untuk beristirahat di depan ruang klubnya. Gadis itu duduk di kursi, sembari memainkan ponsel. "Untung aja, Febri ngasih jam istirahat buat anggotanya."

Ketika sedang sibuk memainkan ponsel. Tiba-tiba sebuah iklan perawatan wajah muncul di layar ponsel Erina. Erina membulatkan mata, melihat harganya yang terlampau murah. "Ini seriusan? Harganya segini? Pasti krim abal-abal."

Awalnya Erina berniat mengabaikan iklan itu. Hanya saja, dia mulai tertarik melihat banyaknya komentar positif mengenai produk pada iklannya. "Beneran? bisa buat wajah glowing cuman dalam beberapa hari?"

"Harganya murah lagi!"

Erina tergiur dengan iming-iming harga murah tapi manfaatnya banyak sekali. Terlebih harga yang tertera pada layar ponsel, sesuai dengan jumlah tabungannya saat ini. Jelas saja, Erina yang ingin menjadi cantik, tanpa ragu berniat memesan produk itu.

"Erina, lo lagi ngapain duduk di sana? Mendingan kita pulang ayo!" ajak Nicholas.

Erina tak mendengar ucapan Nicholas, dia sibuk mengutak-atik aplikasi belanja online miliknya. Nicholas tak suka diabaikan, tanpa permisi cowok itu merampas ponsel Erina. Dia memberitahu, "Lo harus istirahat yang cukup, supaya besok tampil maksimal."

"Bukannya besok, lo harus ikut geladi bersih ya?" tanya Nicholas.

Erina mengembungkan pipi kesal. "Balikin ponsel gue!"

Nicholas mengangkat ponsel Erina tinggi-tinggi. Dia menjulurkan lidah, sebelum berkata, "Enggak mau. Lo dari tadi pacaran mulu sama hp ini."

"Nikol! Balikin gak!" gertak Erina, sembari mencoba mengambil ponsel miliknya. Kedua tanganya terulur ke atas. Dia hampir mencapai ponselnya, tapi Nicholas malah semakin meninggikan tubuhnya. Cowok itu berjinjit, dengan tangan yang semakin teracung ke atas.

"Nicholas!"

Nicholas akhirnya berhenti menjaili Erina. Bola matanya tak sengaja, melihat apa yang ada di layar ponsel Erina. Seketika, dia langsung menghapus produk yang Erina masukan ke dalam keranjang belanjaan onlinenya.

"Nicholas! Lo ngapain mainin hp gue?" tanya Erina.

Setelah terhapus, Nicholas baru memberikan ponsel Erina. Cowok itu memasang wajah tak bersahabat, dia mengomel, "Kenapa lo beli produk yang gak jelas kayak gitu."

Erina mengernyitkan alis, saat melihat keranjang belanjaannya kosong. Dia ingin marah, tapi Nicholas sudah lebih dulu berkomentar,"Kalo mau beli sesuatu itu, cari tahu dulu sampe ke akarnya. Jangan asal beli, kayak gini."

"Kok lo malah marahin gue sih! Asal lo tau, harga krim itu murah banget, udah gitu terbukti berhasil buat wajah glowing cuman dalam hitungan hari! Gue mau cantik juga!" jelas Erina.

"Tapi gak gini juga caranya! Percuma kalo bisa buat wajah lo glowing dalam sekejap, tapi efek buruknya bisa dirasain dalam jangka panjang!"

"Produk ini, jelas penipuan. Gue pernah liat berita tentang krim kayak gini."

"Lain kali, kalo mau beli skincare, lo harus pikirin baik-baik sebelum beli."

"Jangan asal pencet, karena tergiur harga murah sama cantik instan."

"Semuanya butuh proses."

Mendengar omelan bawel Nicholas, bukannya kesal Erina malah tersenyum. Kening Nicholas berkerut, "Lo kenapa malah senyum?! Gue lagi ngomel! bukannya ngelawak!"

"Tapi lo lucu. Lo ngomel-ngomel karena peduli sama gue."

Ucapan Erina membuat Nicholas langsung terdiam. Cowok itu mengeluarkan napas panjang, dia menepuk jidat Erina. Erina jelas marah, dia berkata, "Sakit!"

"Biarin!" Keduanya kemudian tertawa bersama-sama. Mereka tak menyadari jika sejak tadi, Arga sudah memperhatikan keduanya. Arga mengepalkan tangannya, entah kenapa hatinya merasa panas melihat dua orang itu tertawa di hadapannya.

· · • • • ࿙✩࿙ • • • · ·

BYE BYE MY NIGHTMARE ☑Where stories live. Discover now