✩18. Bakteri Hati✩

53 21 5
                                    

"Beneran Nicholas bawel?!"

Erina mengurungkan niatnya, melaporkan Nicholas kepada satpam sekolah. Gadis itu malah berlari, berniat melerai perkelahian. Di dalam pikirannya, Erina tak bisa berhenti memikirkan penyebab Nicholas berkelahi. Setahu Erina, Nicholas tak suka menggunakan kekerasan untuk membalas sesuatu. "Gue beneran gak tau, apa-apa soal Nikol," pikir Erina.

Mendadak langkah Erina terhenti, melihat orang yang sedang dipukuli Nicholas. Tubuh Erina tiba-tiba bergetar, bersamaan dengan jantungnya yang berdetak kencang. "Arga?"

"Bukannya, Arga abis diceramahi Bu Lina, kenapa sekarang dia malah berantem sama Nicholas?" gumam Erina tak mengerti. Gadis itu melirik ke sekitarnya. Semua kelas sudah kosong, tak ada satu pun orang yang berada di tempat ini. Erina mulai merasa ragu, untuk melerai perkelahian. Jujur saja, dia sebenarnya tak mau bertemu atau berbicara dengan Arga lagi.

Akan tetapi, perkelahian keduanya tak kunjung berhenti. Kening Erina mulai mengernyit, dia melihat luka-luka yang mulai terlukis di tubuh keduanya. Bagaimana bisa Erina membiarkan perkelahian ini, sampai salah satunya tumbang?

"Nicholas!"

Akhirnya Erina melangkah ke depan. Semakin dia berjalan cepat menuju Nicholas, semakin juga Erina merasakan hal berbeda dari biasanya. Di depannya, dia tak melihat sosok teman baik yang selalu membantunya. Erina hanya bisa melihat seorang siswa kasar, yang menggunakan kekerasan untuk menghadapi musuhnya.

Nicholas bawel, yang suka tersenyum manis dan menebarkan kalimat positif sudah tiada. Orang itu berubah menjadi pendiam, dengan sorot mata tajam yang menusuk ke arah Arga.  Bibirnya terkunci rapat, sementara kedua tangannya bergerak menghajar Arga.

"Nicholas! Berenti!" pinta Erina.

Telinga Nicholas tuli, dia tak bisa mendengar panggilan Erina. Fokus otaknya sekarang hanya satu, menghabisi orang yang telah merendahkan sang Ibu. Nicholas tak keberatan, dirinya dihina atau pun diejek. Namun, jika ibunya yang mendapat ejekan. Nicholas tak bisa tinggal diam. Malaikat sebaik sang Ibu, tak bisa memperoleh hinaan dari orang yang tak tahu apa-apa.

Tubuh Arga terjatuh ke tanah, dengan Nicholas yang menindihnya. Tanpa memberi Arga waktu untuk bernapas sedetik saja, satu pukulan melayang ke rahangnya. Nicholas memukul tanpa belas kasihan. Tangannya tak pernah berhenti mengepal kuat, meninju untuk melampiaskan amarahnya.

"Mulut kotor lo gak pantes, nyebut nama Nyokap gue sedikit aja," ujar Nicholas.

Arga tak terima dengan pukulan Nicholas yang bertubi-tubi. Dia mendorong tubuh Nicholas sekuat tenaga, sebelum membalik keadaan. Tangannya ikut mengepal, meninju ke arah wajah Nicholas. Dia mengungkap, "Seharusnya Nyokap lo malu, punya anak haram kayak lo."

Di bawah langit yang mulai menggelap, Erina mendorong tubuh Arga yang kelelahan ke tanah. Dia langsung membantu Nicholas berdiri, Erina meminta, "Nicholas, udahlah! Lo gak perlu ngurusin orang itu! Dia emang suka ngerendahin orang lain! Gak perlu lo tanggepin!"

Nicholas menyeka darah di ujung bibirnya. Dia tersenyum kecut, sementara sorot matanya menatap ke arah Arga. Setelah itu, jari jemarinya menyisir rambut, sebelum bernapas cepat. Nicholas menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Begitu juga dengan Arga yang masih merebahkan diri di tanah.

Erina memberitahu, "Sebentar lagi, satpam sekolah pasti meriksa terus kunci pintu kelas satu persatu. Sebelum dia lihat lo berantem, terus buat laporan ke Bu Lina. Mendingan kita pulang."

Dengan bantuan Erina, Nicholas berhasil berdiri. Dia sempat ingin menghajar Arga, tapi Erina tiba-tiba memborgol kedua tangannya. Gadis itu melingkarkan tangan ke kedua pergelangan Nicholas. "Lo gue tahan."

BYE BYE MY NIGHTMARE ☑Where stories live. Discover now