✩20. Berteman✩

58 21 7
                                    

Erina melirik ke arah lain. Hal itu membuat Nicholas menyipitkan mata, dengan sudut bibir terangkat ke atas. Dia menebak, "Erina, lo cemburu ya?"

Satu detik, dua detik, tiga detik. Selama jarum jam berdetak tiga kali, Erina tidak berkutik. Gadis itu mengernyitkan alis, sebelum mendengkus. Erina menegaskan,"Enggak lah! Ngapain cemburu segala! Gue ... gue cuman ... cuman."

"Cuman apa? Cuman iri hati?" tebak Nicholas dengan senyuman lebar.

Sumpah, Erina tak tahu harus membalas seperti apa. Dia terus meremas rok sekolahnya, sembari memikirkan kata-kata untuk dikatakan. Erina memutuskan untuk jujur, dia mengaku, "Gue, gue cuman ngerasa, kalo gue temen yang gak berguna buat lo."

Setiap kali Erina berada dalam masalah, Nicholas selalu membantu gadis itu. Akan tetapi, ketika Nicholas membutuhkan bantuannya, Erina merasa dirinya tak pernah membantu Nicholas. Apa dirinya pantas disebut teman?

"Jadi ... gue .... Gue kemarin ... pergi aja. Karena gue pikir, lo gak butuh gue lagi," jujur Erina.

Senyuman tipis terbit di bibir Nicholas. Dia menepuk-nepuk kepala Erina, sebelum bertanya, "Emangnya sebagai teman, wajib tolong menolong ya?"

"Yaiyalah! Kalo temen kesusahan, kita harus bantu," kata Erina.

"Kalo kita gak mampu bantu gimana?" tanya Nicholas.

"Ja ... jangan dibantu," balas Erina. Sudut bibirnya turun ke bawah. Gadis itu menghela napas, dia semakin merasa tak pantas mempunyai teman.

Nicholas tertawa kecil. Dia memperingati, "Sebagai teman, gue gak pernah nuntut lo ... buat bales kebaikan Abang Nicholas yang tampan dan baik hati."

"Dipikir gue penagih utang balas budi apa? Sorry aja, tapi gue gak minat jadi rentenir," lanjutnya.

"Gue ikhlas bantuin lo, jadi lo gak perlu mikirin hal itu." Ucapan Nicholas terhenti beberapa saat. Cowok itu sempat memegangi pipinya, baru kemudian berkata, "Dan yang paling penting adalah, jangan coba-coba ngilang lagi kayak kemarin. Lo gak tau, seberapa cemasnya gue, pas lo ngilang terus ngeghosting gue?"

"Gue takut lo kenapa-napa! Pikiran gue udah terbang gak tau arah! Gue pikir lo disembunyiin setan, terus diculik alien, udah gitu jadi kerasukan jin!" gerutu Nicholas.

"Ma ... maaf," balas Erina sembari menundukkan kepala. Gadis itu menyembunyikan wajah di balik rambut. Jujur saja, Erina terlalu malas untuk membalas pesan dari Nicholas. Dia kemarin berpikir untuk melupakan bayang-bayang Sabrina dan Nicholas. Jadi, Erina tak memikirkan Nicholas akan cemas.

Nicholas kemudian memegangi bahu Erina. Dia meminta Erina untuk melihat ke depan, tanpa menunduk lagi. "Ayolah, jangan nyesel kayak gini juga."

"Jadi terkesan kayak, gue penjahat yang baru aja bentak-bentak lo," sambung Nicholas.

Erina mengangguk. Dia kemudian mendongakan wajah, menatap ke kedua mata Nicholas. "Wawancaranya udah beres 'kan? Sekarang gue mau beli roti di kantin. Jadi, kita sudahi permasalah ini."

"Oke."

Keduanya kemudian berjalan beriringan ke kantin. Saat sedang berjalan, Nicholas sempat berbisik ke telinga Erina,"Erina ... emangnya lo gak mau temenan sama gue lagi?"

"Enggak ... enggak kok," elak Erina. Sebawel-bawelnya Nicholas, Erina tak bisa menolak untuk berteman dengan orang ini. Jujur, Erina mungkin punya banyak teman sebaya, tapi mereka tak terlalu dekat. Berbeda lagi dengan Nicholas yang sangat gemar, mendekati Erina.

"Gue pikir lo emang gak mau temenan sama gue lagi," ucap Nicholas.

Erina mengerutkan kening. "Emangnya kenapa, lo bisa mikir gitu? Takut gue risih ada di deket lo?"

BYE BYE MY NIGHTMARE ☑Where stories live. Discover now