✩15. Bunga Tidur✩

55 24 14
                                    

Nicholas tersenyum, dia mengalihkan pembicaraan, "Gue belum bilang rahasia gue ke lo 'kan?"

"Rahasia? Rahasia apa?" tanya Erina.

"Gue bisa tahu, masa depan," balas Nicholas.

Angin berembus melewati kulit Erina. Erina terdiam, beberapa menit. Matanya berkedip-kedip mencerna ucapan Nicholas. Setelah masuk diterima oleh otaknya, Erina langsung memukul pelan kepala Nicholas. "Jangan ngadi-ngadi! Mana ada orang bisa tahu masa depan. Dipikir gue anak 5 tahun, yang bisa dibohongin apa?"

Nicholas berdecak beberapa kali. Dia membalas, "Udah gue duga. Lo pasti gak akan percaya ucapan gue."

"Ya jelaslah gak percaya! Ucapan lo ngawur," balas Erina.

"Gue sebenarnya gak bisa tahu semua masa depan. Cuman, beberapa potongan gak jelas. Itu pun melalui mimpi, pas gue tidur," lanjut Nicholas.

Erina sempat berpura-pura tak mendengar ucapan Nicholas. Namun, Nicholas masih berusaha untuk menjelaskan. Dia kembali berucap, meskipun tahu Erina tak mau mendengarkan omong kosongnya. "Lo tahu gak, kalo di dunia ini, ada mimpi yang disebut mimpi prekognitif?"

Kepala Erina bergeleng, dia tak pernah mendengar nama itu sebelumnya. "Emangnya itu mimpi apaan?"

Nicholas memberitahu, "Mimpi prekognitif itu, mimpi yang bisa jadi kenyataan."

"Gue udah beberapa kali ngalamin mimpi ini, meski gak sering-sering amat," ucap Nicholas.

Membahas tentang mimpi yang bisa jadi kenyataan. Erina jadi teringat pada drama yang dia tonton. Di mana tokoh utamanya bisa memimpikan masa depan. Erina memincingkan mata, dia jadi berpikir, "Memangnya mimpi prekognitif itu beneran ada?"

"Ada Erina. Bahkan gak cuman gue doang, yang pernah ngalamin," ucap Nicholas.

Nicholas tersenyum tipis. Mimpi buruk atau mimpi baik yang mampir di saat dia tidur. Tak pernah dia abaikan. Nicholas terkadang takut atau bahkan menanti-nanti datangnya mimpi ini. "Gue awalnya gak percaya sama mimpi prekognitif, tapi karena mimpinya beneran kejadian, akhirnya gue percaya."

"Salah satunya, waktu lo mau simulasi mati," ucap Nicholas.

Erina kembali memukul kepala Nicholas pelan. Dia memberitahu, "Gue gak pernah ngelakuin simulasi mati!"

Nicholas mengernyitkan alis, kedua bahunya bergidik takut. Dia kemudian bercerita, "Di mimpi gue, lo mau bunuh diri ... terus mati dan gentayangan jadi hantu yang neror gue."

"Mungkin, karena gue mikirin utang yang belum dibayar sama lo. Jadinya, gue mimpiin lo," sambung Nicholas.

"Lo mimpiin gue mati?!" bentak Erina.

Erina langsung turun dari punggung Nicholas. Tinggal beberapa langkah lagi menuju rumahnya. Dia memutuskan untuk berjalan, meskipun kakinya masih terasa lemas.

Nicholas tertawa kecil, dia menjelaskan, "Mimpiin orang yang masih hidup, terus mati, itu bagus loh Erina. Ada yang bilang, arti mimpi itu, lo bakalan panjang umur."

"Tapi lo bilang, mimpi lo bakal jadi kenyataan? Gimana kalo gue beneran mati?" tanya Erina.

"Iya juga ya? tapi ... gue juga udah bilang, kalo mimpi gue terkadang gak akurat dan cuman jadi bunga tidur doang," kata Nicholas.

"Oleh sebab itu, gue ngasih julukan 'Peramal abal-abal' buat diri gue sendiri. Karena prediksi gue kadang meleset jauh dari ramalan," lanjutnya.

"Lagian kalo lo mati, itu emang udah takdir Erina," peringat Nicholas tanpa rasa bersalah.

Erina mengerutkan kening, dia mendengkus sebelum pergi meninggalkan Nicholas. Gadis itu berhenti berjalan, saat dia sudah berada di depan gerbang rumahnya. Erina membalikkan tubuh, memandang ke arah Nicholas. "Gue pulang duluan."

"Lo mau mampir dulu? Mama gue pasti seneng, bocah asing kesukaannya dulu, mampir ke sini," kata Erina.

Nicholas menggelengkan kepala. "Gak usah. Gue mau langsung pulang aja.  Mama gue pasti nungguin. Thanks tawarannya."

Saat Erina akan membuka gerbang rumahnya. Nicholas tiba-tiba memanggil,"Erina tunggu dulu."

Erina berhenti berjalan. Dia bertanya, "Apa lagi?"

"Jangan pernah nyerah buat raih mimpi-mimpi lo. Meskipun, banyak mimpi buruk yang bakal ngehambat usaha lo," kata Nicholas.

Angin berembus menerbangkan beberapa helaian rambut Nicholas. Cowok bermata sipit itu semakin menyipitkan mata, membentuk bulan sabit. Sudut bibirnya terangkat ke atas, melukiskan sebuah senyuman tulus. "Gue pernah mimpiin lo, jadi orang sukses kaya raya yang punya banyak uang."

"Walaupun, salah satu impian lo gak tercapai. Lo masih bisa punya banyak mimpi lain bukan? Gue harap, supaya lo gak nyerah buat jalanin hidup ini. Tunggu waktunya lo berhasil, dengan semua usaha dan kerja keras lo," peringat Nicholas.

Erina terdiam. Meskipun ucapan Nicholas tak Erina percayai sepenuhnya. Dia tersenyum kecil, lalu menganggukkan kepalanya. "Pasti, gue pastinya bakal semangat."

Tiba-tiba satu pertanyaan terbit di otak Erina. "Nicholas! Gue boleh tanya sesuatu gak?" tanya Erina.

Nicholas menganggukkan kepala, dia menjawab,"Boleh aja. Lo emangnya mau nanya soal apa?"

Matahari sudah terbenam. Bersamaan dengan langit yang mulai kelam. Di depan gerbang pintu rumah, dengan mata melihat ke arah Nicholas dengan senyum ramahnya. Bibir tipis Erina bertanya, "Lo, kenapa selalu bantuin gue? Padahal, kita gak terlalu deket. Semua murid bahkan jauhin gue, karena gue punya banyak kekurangan."

Nicholas tak berhenti menebar senyumannya. Dia menjulurkan kelima jarinya di hadapan Erina, lalu memberitahu, "Lo salah satu sahabat gue, sejak umur gue masih 5 tahun."

"Gue gak suka, liat sahabat gue kesusahan. Kalo pun gue bisa bantu, kenapa gak gue bantu?" ucap Nicholas.

"Kita makhluk sosial. Harus tolong menolong bukan?"

Angin kembali berembus, menerbangkan helaian rambut Nicholas. Kedua mata sipit itu masih membentuk bulan sabit. Dengan bibir yang tersenyum, mengulas senyuman tulus. Lagi-lagi, Erina tersihir oleh pesona cowok bawel itu. Nicholas mungkin bukan orang sempurna. Dia tidak terlalu kaya, tampan atau populer seperti Arga. Namun, dia adalah penyemangat baru bagi Erina. Sahabat Tk yang sering bermain-main dengan Erina dulu.

Tiba-tiba Erina merasakan jantungnya berdetak kencang. Dia langsung menggeleng-gelengkan kepala. Padahal sedari tadi dia tak berlari, atau melakukan kegiatan yang berat. Namun, ada apa dengan jantungnya. "Apa jantung gue lagi sakit, atau ini akibat gue kelaparan?"

"Emangnya jantung bisa deg-deg-an kalo lapar gitu?" Erina menepuk kepalanya. Dia baru mengingat, "Oh iya, gue lapar banget. Gara-gara belum makan sejak siang."

"Bisa-bisanya gue ngelupain makan," batin Erina. Gadis itu melambaikan tangan pada Nicholas, sebagai tanda perpisahan. Setelahnya, Erina segera masuk ke rumah, mengabaikan Nicholas yang masih tersenyum ke arah rumahnya. Cowok itu sengaja, memperhatikan Erina sampai masuk ke rumah dengan selamat.

Setelah pintu gerbang Erina tertutup. Sudut bibir Nicholas mendadak turun ke bawah. Dia menatap kosong ke arah depan. Sementara pikirannya tertuju pada ucapan-ucapan yang dikatakannya pada Erina. Perlahan, kelopak mata Nicholas tertutup. Dia berusaha untuk amnesia, tak mengingat beberapa mimpi buruk yang akhir-akhir ini hinggap di tidurnya.

"Semoga mimpi buruk gue, gak ikut jadi kenyataan juga."

· · • • • ࿙✩࿙ • • • · ·

BYE BYE MY NIGHTMARE ☑Where stories live. Discover now