✩28. Berhenti Diam✩

46 19 5
                                    

"Aduh, kok malah gue yang jatuh?" gerutu Sabrina kesal. Gadis itu mengelus pergelangan kakinya yang sakit, sembari mengumpat di dalam hati. Sabrina tak habis pikir, bagaimana bisa dirinya sendiri yang malah jatuh mengenaskan seperti ini? Padahal Sabrina sudah sangat yakin, Erina pasti akan jatuh terpeleset berulang kali, cedera, lalu diusir dari pementasan.

Sabrina mengeluarkan napas panjang. Dia membatin, "Kalo kejadiannya malah kayak gini, gue yang bakal ditendang dari pementasan."

"Sial banget sih gue!" omel Sabrina. Dia akhirnya mencoba untuk berdiri. Namun, kakinya tak sanggup berdiri, Sabrina malah kembali jatuh dengan denyutan di kaki. Gadis itu mengernyitkan kening, sembari merintih kesakitan. Tampaknya peran putri bulan, memang tak bisa menjadi miliknya. Padahal Sabrina sudah berusaha keras untuk memerankan peran itu.

Sabrina terus menguruti pergelangan kakinya. Dia ingin berteriak marah, tapi suara Erina mulai terdengar di kupingnya. Hal itu membuat Sabrina mematung, tak bisa berkata-kata.

"Sabrina? Lo kenapa duduk di lantai?" tanya Erina di depan pintu.

Erina melihat ke sekeliling klub, gadis itu kemudian menemukan ember berisi air dan beberapa sabun. Erina menggelengkan kepala, dia bergumam, "Padahal sabun saat ini mahal banget, ini malah dibuang-buang kayak gini."

"Lo sebenernya abis ngapain?" tanya Erina pada Sabrina.

Sudah terjatuh, duduk di atas lantai licin, itu pun di hadapan musuhnya! Wajah Sabrina memerah antara malu dan marah. Dia malu karena tak bisa menjaili Erina. Sabrina juga marah karena rencananya tak sesuai dengan apa yang sudah dia rencanakan.

Erina memegangi ember dan plastik sabun, dia berniat memindahkan benda itu ke tempat yang aman. Gadis itu juga berniat membantu Sabrina, tapi tiba-tiba saja Sabrina menuduh, "Erina! Ini semua gara-gara lo 'kan? Lo yang udah buat lantai di sini licin, biar gue kepeleset!"

"Hah? gue baru aja nyampe di sini Sabrina. Gak mungkin juga gue ngelakuin hal itu," balas Erina.

Sabrina menemukan cara lain untuk menjebak Erina. Jika dia tak bisa tampil sebagai Putri Bulan, Erina juga tak boleh tampil. Sabrina kembali menuduh, "Terus, kalo ini bukan ulah lo? Ulah siapa hah? Cuman lo, murid rajin yang selalu dateng paling awal ke ruangan ini!"

"Lo pastinya tahu, kalo gue hari ini dihukum Febri buat beresin tempat ini."

"Jadinya lo manfaatin kesempatan ini, buat nyelakain gue. Supaya peran Putri Bulan jatuh ke tangan lo? Iya 'kan?!" tuduh Sabrina.

Kepala Erina menggeleng, dia menaruh ember dan sabun yang ada di tangannya ke lantai. Erina membela diri, "Gue beneran gak tau apa-apa Sabrina. Pas gue dateng ke sini, gue liat lo udah duduk di lantai."

Tuduhan Sabrina pada Erina, menarik perhatian beberapa anggota klub teater yang baru datang. Mereka membantu Sabrina, kemudian mendengarkan Sabrina bercerita tentang kejahatan Erina. Tanpa mendengar penjelasan Erina, para anggota malah mempercayai ucapan korban. Itu semua karena mereka sempat melihat Erina, memegangi ember dan sabun.

"Ya ampun Erina. Kita semua emang tau, kalo lo hebat bisa meranin peran penjajah punya Nicholas, hanya dengan hitungan hari."

"Sayangnya, kalo lo nyelakain Sabrina kayak gini. Kita gak bakal dukung lo buat gantiin Sabrina."

"Kenapa lo jahat banget?"

"Apa lo gak liat, usaha Sabrina buat latihan? Dia bahkan nunda waktu pacarannya cuman buat klub kita doang!"

"Kita gak bakal mau, jadiin lo peran utama. Kalo kayak gini caranya."

Kumpulan anggota klub yang baru datang, ikut mengerumuni Erina. Mereka semua menyalahkan Erina begitu saja. Tak ada satu pun dari mereka yang memihak Erina. Hal itu membuat bola mata Erina berkaca-kaca. Kenapa mereka memercayai ucapan Sabrina begitu saja? Itu pun hanya karena Erina pernah ingin memerankan peran Sabrina.

Cukup sudah. Erina tak tahan dengan semua ini. Dia menggigit bibir bawahnya, sementara tangannya meremas rok yang dikenakannya. Bola mata Erina tertuju pada Sabrina. Sabrina sang Korban, dikelilingi oleh semua teman dekatnya. Berbeda lagi dengan Erina yang tak mempunyai siapa pun di sisinya.

Jika dulu, Erina selalu diam mendengarkan para anggota, menghina dirinya. Kali ini Erina tak bisa menutup mulut, saat difitnah telah mencelakai Sabrina. Erina tersenyum miris, dia berkata sembari bertepuk tangan. Gadis itu memuji, "Wah, akting lo bagus banget Sabrina. Gelar ratu drama emang cocok banget dipegang sama orang kaya lo."

Sabrina tersentak kaget, setelah Erina berkata hal itu. Dia berdecak, kemudian berucap, "Dia bilang gue ratu drama?"

Erina memelototkan mata. Wajahnya dia angkat untuk memandangi satu persatu orang yang menyalahkannya.

"Gue gak peduli, mau kalian semua percaya atau enggak sama apa yang gue omongin," kata Erina.

"Tapi yang kalian harus tau adalah, gue baru aja datang ke ruangan ini, dan Sabrina udah jatuh di atas lantai."

"Gue liat ada ember sama sabun di sini. Jadi, karena takut ada korban lagi, gue sengaja mindahin ember ke tempat yang lebih aman."

"Terus, gue mau nolongin Sabrina. Dan dengan gak tahu malunya, dia malah nuduh gue, sebagai pelaku yang udah buat dia jatuh," jelas Erina.

Semua orang terdiam mendengar pengakuan Erina. Berbeda lagi dengan Sabrina yang mengelak, "Lo, pasti bohong! Lo pikir ada hantu di tempat ini?"

Erina tersenyum, tubuhnya bergetar sementara air mata mulai menetes ke pipinya. Dia mengusap air itu dengan tangannya, sebelum berucap, "Gue emang punya bakat akting, tapi bakat buat bohong ... gue gak pernah punya bakat kayak gitu."

"Ya, lo bener. Gue pikir juga kayak gitu. Di sini mungkin aja ada hantu jahat. Hantu yang nyakitin dirinya sendiri, supaya bisa nyalahin orang lain," sindir Erina.

Semua orang paham sindiran itu mengarah ke arah Sabrina. Sabrina langsung mengelak, "Gue gak nyakitin diri gue sendiri! Luka ini emang salah lo."

"Eh kenapa lo baper? Gue gak bilang hantu itu lo, kok. Gue cuman bilang, kalo ada 'hantu' yang sengaja nyakitin dirinya sendiri. Jadi lo, Chill aja kalo gak 'merasa' udah berbuat," jelas Erina meniru perkataan Nicholas.

Erina sudah muak, disalahkan dan terus dihina. Percuma berbicara panjang lebar, jika Sabrina mempunyai banyak teman yang mempercayainya. Tak 'kan ada yang mendukung Erina.

Pada akhirnya Erina tetap sendiri. Dia memilih untuk pergi dari depan ruang klub teater. Erina tak peduli dengan penampilan klubnya, hati Erina terlalu sakit untuk mendengar tuduhan para anggota klub teater. Dia berjalan lurus ke depan, tanpa memedulikan apa pun. Erina bahkan mengabaikan Febri, yang baru berjalan menuju klub teater. "Erina!"

"Lo mau ke mana? Latihan kita tinggal beberapa menit lagi," peringat Febri heran. Febri lalu melanjutkan perjalanannya, dia pikir mungkin Erina hanya pergi sebentar. Namun, mata Febri langsung memelotot, melihat sekumpulan anggota klubnya yang berdiri di luar sembari mengobrol.

"Kalian ngapain di sini? Ayo masuk! Kita mau latihan sebentar lagi," ajak Febri.

Salah satu dari anggota berbisik di telinga Febri, "Sebenernya ...."

· · • • • ࿙✩࿙ • • • · ·

BYE BYE MY NIGHTMARE ☑Where stories live. Discover now