✩16. Baku Hantam✩

56 24 14
                                    

Jam pelajaran terakhir, sudah berakhir sepuluh menit yang lalu. Erina bernapas lega, kemudian merenggangkan otot tubuhnya. Setelah itu dia tersenyum manis, membaca pesan dari grup klub teater. Meskipun Erina tak ikut serta dalam drama musikalnya, dia senang membantu persiapan anggota.

Perlu Erina akui, penyesalan yang saat ini menghantuinya adalah, tidak mencoba mendaftarkan diri sebagai pemeran utama. Seandainya saja, dulu Erina tak mempedulikan ucapan beberapa anggota teater. Mungkin Erina akan tahu, apakah dia bisa bersaing dengan Sabrina? Lagi pula, tak semua anggota klub teater menginginkan Sabrina sebagai pemeran utama.

"Kalah sebelum berperang. Gue dengan mudahnya nyerah tanpa perlawanan. Pengecut memang," gumam Erina sembari memasukan beberapa buku pelajarannya ke dalam tas. Dia kemudian berpikir,"Tapi, percuma juga menyesali apa yang udah terjadi."

"Waktu gak bisa diputer kembali. Kalo pun, mimpi gue jadi Putri Bulan gak bisa terwujud. Gue masih punya banyak mimpi buat jadi pemeran lainnya," batin Erina. Dia kemudian membawa tasnya di punggung, sebelum berjalan menuju ruang klub teater.

Belasan murid tampak berjalan bersama, ke gerbang sekolah. Tujuan mereka pastinya meninggalkan sekolah, berbeda lagi dengan Erina yang berjalan ke ruang klub teater. Biasanya Erina pulang dengan wajah lesu, akan tetapi kini dia tersenyum manis. Matahari bahkan menjadi saksi, semangatnya Erina menjalani hari ini.

Setiap waktu dan setiap hari yang Erina lewati, akan dia gunakan untuk semua hal yang membantunya tumbuh berkembang. Dia berjanji, untuk melupakan semua kekurangannya dan lebih fokus pada kelebihan yang dia miliki.

Ketika Erina melewati kumpulan murid kelas Ips. Dia sempat menemukan Nicholas dan beberapa siswi di depan kelas. Seperti biasa, cowok itu berbicara panjang lebar, memberikan informasi terbaru sekolah. Erina hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Dia sudah terbiasa melihat pemandangan Nicholas dan bibir terbukanya.

Erina mencoba untuk tidak peduli, dia melangkah pura-pura tak mengenal Nicholas. Sayangnya, Nicholas tiba-tiba berhenti berbicara. Cowok itu melirik ke arah Erina. Dia tersenyum, sebelum memanggil, "Erina!"

Langkah Erina terhenti. Dia mengembuskan napas pelan. Kepalanya berbalik ke belakang, dia sempat membulatkan bola mata, melihat semua siswi ikut melihat ke arahnya. Erina tersenyum canggung. Dia menyahut, "Ya?"

"Lo mau ke ruang klub teater ya?" tanya Nicholas dengan senyuman lebar.

Kepala Erina mengangguk cepat. Nicholas langsung meminta, "Tolong, bilangin ke si Febri, kalo gue izin gak masuk dulu. Soalnya ada beberapa hal penting yang harus gue lakuin. Tugas gue banyak banget."

Erina tahu hal penting yang dimaksud Nicholas adalah penyampaian hasil penelitian sosial yang dilakukan cowok itu. Erina tersenyum, lagi pula Febri sudah tahu hobi Nicholas yang lebih suka berkumpul membagi-bagikan informasi terbaru. "Oke, nanti gue kasih tahu ke Febri."

Setelah mengatakan hal itu, Erina berniat berjalan, tapi Nicholas lagi-lagi menghentikkan langkahnya. Cowok itu menawarkan, "Erina, di banding nunggu semua anggota datang ke ruang klub. Mendingan lo di sini dulu, bareng kita semua. Gue punya info terbaru."

Bola mata Erina melihat ke semua murid perempuan yang ada di sekitar Nicholas. Mereka menatap tanpa berkedip ke arah Erina. Jujur, Erina tak mengenal mereka semua. Berbeda lagi dengan Nicholas yang hafal nama bahkan berteman dengan semua warga sekolah. Erina langsung menggelengkan kepala, dia menolak, "Enggak, gue ... gue mau ke ruangan teater aja. Lo ... terusin ceritanya, gak usah meduliin gue."

Nicholas menganggukkan kepala. Dia kembali melanjutkan ceritanya. Bibirnya mulai bergerak cepat, membagikan pengetahuan otaknya. Erina tak tahu apa yang Nicholas bicarakan. Dia memilih untuk tak peduli, lalu berjalan menuju tujuannya.

· · • • • ࿙✩࿙ • • • · ·

Setelah sampai di ruangan klub teater. Erina menaruh tasnya di meja. Dia kemudian duduk di kursi, menunggu anggota lain masuk. Terkadang, Erina melirik ke arah sekitarnya, yang ada di ruangan ini hanya ada 5 orang. Itu pun termasuk dirinya. Salah satu anggota yang ada di tempat itu, tiba-tiba mengajak Erina untuk berdiskusi," Erina ayo duduk di sini. Ada sesuatu yang pengen gue omongin."

Erina memindahkan kursinya, menuju anggota klub teater. Dia bertanya, "Diskusi tentang apa?"

"Gue pikir, Sabrina gak cocok jadi Putri bulan," kata Naya.

"Ke ... kenapa?" tanya Erina.

Naya menunjukkan buku absensi klubnya. Dia menaruh buku itu di meja, sebelum menyilangkan tangan di depan dada. Naya berujar, "Dia sering bolos latihan, gara-gara pacaran terus sama si Arga."

"Sok kecantikan banget dia. Mentang-mentang cantik sama punya bakat akting, dia seenaknya bolos latihan," lanjut Naya.

"Percuma punya bakat, kalo latihannya bolong-bolong. Padahal anggota lain, udah sibuk nyiapin diri. Dipikir dia bisa tampil bagus, tanpa latihan gitu? Ya enggaklah."

"Si Nicholas aja, yang suka bolos ... rajin latihan drama."

Erina terdiam, ternyata ada anggota klub teater yang tak menyukai Sabrina. Dia terdiam, tak menanggapi ucapan jelek tentang Sabrina. Jujur saja, ini mengingatkannya saat dirinya dibicarakan dari belakang.

"Sabrina gak pante---"

Erina menyela, "Mau Sabrina pantes atau enggak. Kalian udah kasih peran ini sama dia bukan? Dibanding bicarain kejelekannya, mendingan kita liat aja latihan Sabrina ke depannya."

"Kalo jelek baru diganti. Kita gak bisa remehin kemampuan Sabrina gitu aja."

"Nanti, kita bilangin, supaya dia gak sering bolos."

Semua orang menatap tak suka ke arah Erina. Ini pertama kalinya Erina mengutarakan pendapatnya. Dia takut teman-teman klubnya menolak atau mengolok-olok sarannya. Namun, ternyata mereka malah menganggukkan kepala, setuju. Meskipun matanya memincing ke arah Erina. "Nanti kita laporin hal ini ke si Febri. Dia 'kan lumayan deket sama Sabrina."

Ketika asik berdiskusi, Febri masuk ke ruangan teater. Gadis itu membawa beberapa kertas naskah di tangannya. Dia duduk di kursi, kemudian memelotkan mata, karena beberapa anggota mendekati mejanya. Begitu juga dengan Erina yang ikut mendekati Febri. Dia memberitahu, "Nicholas izin gak masuk, dia la---"

Febri langsung memotong ucapan Erina, "Dia lagi ngegibah lagi?"

Kepala Erina mengangguk. Febri menghela dan mengeluarkan napas. "Gak papa. Lagian sekarang kita gak akan latihan bagian awal drama. Nicholas pinter akting, nyanyi atau nari. Meski dia bolos, gue pastiin dia tetep latihan di rumah."

"Terus Sabrina---" Ketika Naya akan melaporkan Sabrina kepada Febri. Tiba-tiba saja salah satu anggota klub teater berlari terburu-buru masuk ke ruangan klub. Dengan napas terengah-engah dia memberitahu, "Nicholas ... Nicholas ... dia ada ... di lapang ...  upacara!"

"Lapang upacara?" Febri mengernyitkan keningnya. Sementara Erina mulai penasaran dengan apa yang diucapkan orang itu. Dia memasang telinganya, mendengarkan dengan saksama.

"Nicholas berantem di lapang upacara!"

Febri dan semua anggota mengeluarkan napas panjang. Mereka semua tahu, jika Nicholas senang membuat masalah. Jadi mendengar dia bertengkar itu bukan hal aneh lagi.

"Ini bukan berantem biasa! Dia baku hantam! Tinju-tinjuan!"

Seketika juga, semua anggota berlari menuju lapangan sekolah. Mereka tak pernah mendengar, Nicholas menggunakan kekerasan untuk melampiaskan amarahnya. Ada apa dengan orang itu?

· · • • • ࿙✩࿙ • • • · ·

BYE BYE MY NIGHTMARE ☑Where stories live. Discover now