✩26. Beban Pikiran✩

43 21 5
                                    

"Kalo gue gak sembuh-sembuh gimana?" tanya Nicholas.

"Nicholas! Jangan bercanda! Gue serius," balas Erina.

"Gue juga serius Erina," lanjut Nicholas.

Erina mengeluarkan napas panjang. Dia kemudian duduk di tepi ranjang Nicholas, sebelum meletakan punggung tangannya di kening cowok itu. "Lo sebenernya sakit apa?" tanyanya.

Kehangatan mulai menjalar ke punggung tangan Erina. Gadis itu memelototkan mata, sebelum menangkup wajah Nicholas dengan kedua tangannya. Dia mengungkap, "Tubuh lo panas banget."

"Lo sakit apa?" ulang Erina.

Nicholas memalingkan wajah ke arah lain. Di menundukkan kepala, sebelum kembali melirik ke arah Erina. Bola mata Nicholas bertemu bola mata penasaran Erina. Cowok itu menjulurkan salah satu jari kelingkingnya ke depan Erina, dia berkata, "Lo harus janji, gak bakalan bilang ke siapa-siapa soal penyakit gue."

Mendengar kata penyakit, Erina langsung mengernyitkan kening. Kedua bola matanya memelotot lebar, dia langsung meraih jari kelingking Nicholas. Kemudian mengaitkan jari kelingkingnya ke jari cowok itu. Dia menganggukan kepala, sambil berujar,"Gue gak akan bilang ke siapa-siapa. Karena bibir gue gak sebawel bibir lo. Jadi, lo bisa cerita apa pun masalah lo ke gue."

Nicholas mempercayai Erina. Dia tersenyum, kemudian melingkarkan salah satu tangannya di pinggang Erina. Tanpa permisi, Nicholas menarik tubuh Erina agar semakin dekat dengan tubuhnya. Dia mendekatkan bibirnya ke kuping Erina. "Lo harus pegang baik-baik janji ini."

Napas hangat Nicholas menyapu kuping Erina. Erina tiba-tiba merasakan jantungnya berdegup kencang. Pikirannya terbang tak tahu arah. Sementara tubuhnya menegang takut, Erina bahkan sengaja menahan napasnya. "Gue ... gue janji," jawab Erina.

Detik demi detik berlalu, tapi Nicholas masih belum mengatakan apa penyakitnya. Hal itu membuat Erina mulai merasa risi, dia berpikir Nicholas sedang kerasukan. Oleh karena itu, diam-diam Erina mengepalkan kedua tangannya. Dia berniat memukul kepala Nicholas, jika cowok itu tak kunjung berbicara.

"Gue lagi ngidap penyakit yang dinamakan ..." Nicholas berbisik di telinga Erina. Dia sengaja menggantungkan perkataannya, hanya untuk membuat Erina semakin penasaran.

"Cepetan bilang! Penyakit apaan! Gak usah digantung segala!" gertak Erina mulai kesal.

"Kemalasan," sambung Nicholas tersenyum lebar.

Erina menundukkan kepala, sampai poni depannya menghalangi pandangan mata. Dia kemudian mendorong Nicholas menjauh dari tubuhnya, sebelum berdiri dengan kedua tangan melingkar di depan dada. "Jangan bercanda!"

"Gue udah bilang, kalo gue gak bercanda Erina! Ngapain juga gue becandain hal ini?" tanya Nicholas.

Nicholas merebahkan tubuhnya di ranjang. Dia berucap tanpa dosa, "Gue males latihan dramanya."

"Jadi ya, lo aja yang meranin karakter penjajahnya," kata Nicholas.

Erina menyipitkan mata ke arah Nicholas, dia tak percaya dengan alasan yang sudah dibuat Nicholas. "Kayaknya lo sakit otak, ya? Pala lo abis kebentur sesuatu?" tanya Erina.

Nicholas menutup kelopak matanya, dia memegangi kening kemudian berkata, "Gue cuman sakit biasa, gara-gara masuk angin. Bentar lagi juga sembuh."

"Lo gak usah khawatir, " sambung Nicholas.

Erina mengangguk mengerti, dia ingin berbicara tapi Nicholas sudah lebih dulu bersuara, "Gue tahu, lo pasti udah hafal dialog sama gerakan gue bukan?"

"Emang hafal sih, tetep aja ...."

BYE BYE MY NIGHTMARE ☑Where stories live. Discover now