✩11. Bencana

70 23 10
                                    

Di perjalanan menuju lokasi penampungan korban banjir, Erina sempat terdiam melihat ke arah jendela mobil. Otaknya sibuk memikirkan para korban. Berbeda lagi dengan Nicholas yang sibuk berbicara.

"Itu akibatnya, kalo buang sampah sembarangan. Banjirnya udah kaya tsunami aja, sampe rumah warga kemakan air."

"Untungnya, gak ada korban jiwa," celetuk Nicholas.

Erina mengeluarkan napas kesal. Mulai lagi, Nicholas kembali bersuara."Nikol," panggil Erina.

"Hmm?"

"Lo bisa nutup mulut sejam, aja?" tanya Erina.

Nicholas berpura-pura berpikir. Keningnya berkerut, sementara jari jemarinya menunjuk ke arah kepala. Setelah menemukan jawabannya, Nicholas membalas, "Bisa aja sih, pas gue tidur."

Erina menepuk jidat. Dia kemudian mengambil tas sekolah, lalu menbawa dua permen dari tas itu. Satu untuknya, satu lagi untuk menutup mulut Nicholas.

"Tapi gue---" ucapan Nicholas terpotong, saat Erina memasukkan satu permen langsung ke mulutnya.

Harapan Erina adalah Nicholas diam tak bersuara, tapi nyatanya? Orang itu kembali berbicara tak jelas, meskipun lidahnya sibuk melilit permen yang Erina berikan. Akhirnya Erina pasrah, membiarkan Nicholas berbicara sesuka hati.

"Btw, Erina. Lo mau tau ramalan gue tentang hari ini?" tanya Nicholas, setelah menghabiskan semua permennya.

"Gak."

Nicholas tak peduli dengan jawaban Erina. Dia mulai menerangkan, "Menurut prediksi Abang Nikol, hari ini bakal jadi hari yang menyenangkan buat gue," ungkapnya.

"Serah lo," ujar Erina tak peduli.

"Kenapa bisa jadi hari yang menyenangkan? Kenapa coba? Ayo tebak," pinta Nicholas.

Tanpa berpikir, Erina menjawab, "Hari ini bakal jadi hari yang menyenangkan, karena gue bebas dari pelajaran fisika."

Nicholas mengedipkan mata. Dia kemudian memincingkan kedua matanya ke arah Erina. Nicholas mencurigai, "Jangan-jangan, lo gantiin pak ketos, supaya bisa bolos pelajaran Fisika ya?"

Tanpa mengelak, Erina menganggukkan kepala. Nicholas langsung menepuk kedua bahu Erina, dia berucap, "Sama! Gue juga supaya bisa bolos pelajaran matematika wajib!"

Erina menatap heran ke arah Nicholas. Dia berdecak beberapa kali, sebelum menghempaskan tangan Nicholas. "Lama-lama gue bakal ketularan aneh, kalo deket-deket sama orang kayak lo."

"Gak papa. Pokoknya, kalo orang yang ada di sekitar gue, gak mungkin nangis atau galau-galauan," ujar Nicholas.

Setelah duduk mendengarkan semua ucapan Nicholas. Akhirnya mobil yang ditumpangi Erina sampai ditujuan. Baru saja, Nicholas turun dari mobil. Cowok itu tiba-tiba memelototkan mata, melihat segerombolan anak kecil yang mengerumuninya. Dia mengedip-ngedipkan mata, tak mengerti kenapa dikerumuni. "Mau apa bocil-bocil ini ngedeketin gue? Gue tau, gue emang ganteng, kayak aktor tapi---"

"Serang!" ucap salah satu dari kumpulan anak kecil. Mendadak, Nicholas merasakan tembakan bola-bola tanah ke arahnya. Bukan hanya satu kali, tapi berkali-kali. Nicholas berusaha melindungi wajah dengan kedua tangannya. Meskipun pada akhirnya, para anak itu hanya mengincar baju seragam yang Nicholas pakai. Jelas saja, baju Nicholas  mulai ternodai tanah.

Setelah puas mengerjai Nicholas, kumpulan anak kecil itu langsung kabur mencari target baru untuk diserang bersama-sama. Nicholas terdiam, bola matanya mengekori anak-anak yang kabur menyelamatkan diri.

Erina ikut terdiam, dengan sudut bibir tertarik ke atas. Ini pertama kalinya dia melihat orang jail seperti Nicholas, dipermainkan anak kecil. "Tampaknya ramalan lo emang bener-bener terjadi. Hari ini bakal jadi hari yang menyenangkan," ucap Erina sembari tertawa kecil.

Untuk beberapa saat, Nicholas tak menjawab. Keningnya mengernyit, sementara sudut bibirnya turun ke bawah. Dia berdecak sekali, sebelum menepuk-nepuk baju berharap noda di bajunya hilang. Erina memperhatikan perubahan sikap Nicholas, dia langsung menutup mulut. Nicholas tampak sedang menahan rasa kesal.

Akan tetapi, kurang dari dua menit. Nicholas tiba-tiba tersenyum manis. Dia berucap, "Namanya juga bocil. Wajar aja, kalo kalo mereka nakal. Jadi, jangan kesel, apalagi baper. Chill aja."

"Pasti bocil-bocil itu termasuk anak-anak yang ngungsi di sini. Seenggaknya mereka seneng liat gu---"

Ucapan Nicholas terpotong, setelah satu bola tanah liat mengenai keningnya. Kedua tangan Nicholas mengepal. "Dasar bocil! Kurang kerjaan banget sih lo! Sini! Gue bales perbuatan lo!" gerutu Nicholas sebelum berlari, mencari pelaku penembakan tanah liat.

Erina menyilangkan tangan di depan dada. Dia menggeleng-gelengkan kepala. "Tadi katanya harus chill. Tapi kenyataannya, dia sama aja kayak bocil yang baperan."

"Dilempar tanah dikit aja langsung ngambek."

Nicholas sudah seperti monster bermata sipit, yang berlari mengejar kumpulan anak kecil. Erina tertawa kecil, dia baru tahu jika melihat Nicholas---dengan wajah kesal---sangat menyenangkan. Terlebih lagi, saat Nicholas berhasil memeluk anak kecil yang menjailinya. Dia menangkap mangsanya, kemudian menggelitiki perut anak itu.

· · • • • ࿙✩࿙ • • • · ·

Setelah berhasil menangkap dan membalas dendamnya. Nicholas dan Erina menuruti perintah gurunya untuk berkumpul bersosialisasi dengan para korban banjir. Erina terdiam cukup lama, merenungi cerita-cerita yang diucapkan para korban.

Semua ceritanya begitu memilukan, sampai Erina bersyukur dirinya tak mengalami hal yang sama. "Mereka ngalamin masalah buruk yang jauh lebih susah dibanding masalah gue. Tapi dengan mudahnya, gue mau nyerah sama hidup gue. Berbanding terbalik dengan mereka yang masih semangat, buat jalanin hidupnya."

Nicholas tersenyum, mendengar ucapan Erina. Tiba-tiba saja, matanya dilapisi cairan bening. Nicholas langsung mendongakkan mata ke atas langit. "Mulai sekarang, kalo liat itu jangan ke atas. Tapi coba liat ke bawah."

"Di bawah lo, masih banyak orang yang gak seberuntung lo."

Erina mengangguk. Dia kemudian mengajak Nicholas pergi memberikan sumbangan yang sudah dibawa. Keduanya pergi bersama, meskipun Nicholas sempat dikerjai para anak kecil lagi. "Ohh, seneng banget ya ngerjain gue. Liat aja gue bales kalian satu-satu bocil kurang kerjaan," peringat Nicholas.

Jika Nicholas bermusuhan dengan para anak kecil. Maka Erina malah bersahabat dengan mereka semua. Erina awalnya ragu, untuk mendekati anak-anak kecil itu. Dia takut, para anak mengabaikannya seperti yang dilakukan teman-temannya di sekolah. Namun, ternyata? Anak-anak itu bahkan tak berkedip, memperhatikan malaikat penolong yang sudah membantu mereka.

Sudut bibir semua anak kecil itu tersenyum ke atas. Mereka memandangi Erina dengan tatapan kagum. Semua mata berbinar dan bibir terangkat ini, menyalurkan energi positif ke arah Erina. Erina tanpa sadar ikut mengangkat sudut bibirnya ke atas. Dia senang, membawa senyuman untuk para anak ini.

Meskipun di antara senyuman para anak, Erina menemukan beberapa orang berwajah muram. Dilihat dari ekspresi wajahnya, Erina menebak jika anak-anak itu sedang memikirkan masalah mereka. Sama seperti yang pernah Erina alami dulu. Erina berpikir beberapa menit, "Gimana ya cara supaya buat, anak-anak gak sedih lagi?"

"Dikasih hadiah udah, terus apalagi?"

Sekumpulan anak kecil mengambil ponsel Erina. Mereka tiba-tiba meminta," Kak Erina! Boleh pinjem ponselnya sebentar. Kita mau Toktok 'kan!"

"Toktok?" ucap Erina tak paham.

"Itu loh, Kak. Aplikasi video pendek buat joget-joget."

Erina menganggukkan kepala mengerti. Saat dia ingin meminjamkan ponselnya. Tiba-tiba saja, otaknya mempunyai ide untuk membuat anak-anak ini tersenyum lebar.

· · • • • ࿙✩࿙ • • • · ·

BYE BYE MY NIGHTMARE ☑Where stories live. Discover now