✩36. Bulan Merindu✩

41 19 2
                                    

Setelah hari ulang tahun sekolah, banyak sekali hal yang berubah di hidup Erina. Gadis itu tak lagi menyendiri, dia mulai bergabung dan berteman baik dengan semua anggota klubnya. Bahkan Erina juga mulai dekat dengan Sabrina, meskipun mereka sempat bermusuhan.

Hanya saja, ada satu hal yang Erina benci setelah hari ulang tahun sekolahnya. Dia sama sekali tak mendapatkan informasi apa pun tentang Nicholas. Padahal Erina sudah berusaha menghubungi dan menanyakan Nicholas pada tetangganya. Namun, tetap saja dia tak bisa menemukan apa-apa.

Nicholas menghilang di tengah-tengah kebahagiaan yang dialami Erina. Erina merasakan sebuah penyesalan memenuhi hatinya. Dia menyesal karena tetap tak bisa membantu Nicholas.

"Kenapa Nicholas gak ke sekolah juga? Ini udah dua minggu, sejak kejadian Mamanya kena kasus."

"Gue harap, ini semua cuman salah paham aja."

"Setau gue, Tante Naura itu baik," gumam Erina di depan kelasnya. Gadis itu berdiam diri, menunggu waktu jam pelajaran dimulai. Terkadang, Erina melirik ke ponselnya. Dia terus menunggu Nicholas mengabarinya. Namun, tak ada satu pun informasi tentang cowok itu.

"Jadi, gini ya rasanya dighosting?"

"Sumpah, gak enak banget. Padahal gue yang biasa nyuekin Nicholas."

"Apa jangan-jangan, ini karma ... karena gue terlalu sering ngeghosting si Nikol?" tanya Erina dalam hati.

Gadis itu mengacak-acak rambutnya. Dia menggerutu dalam hati, sementara salah satu tangannya mengambil sebuah jepit di saku rok sekolah miliknya. Bola mata Erina kembali dilapisi cairan bening. Dia memperhatikan jepit itu, sembari memeganginya dengan kedua tangan. "Kalo lo masih hidup, dan masih bisa banyak ngomong. Tolong, jangan terus ngeghosting."

Ketika Erina tengah berharap dalam hati, tiba-tiba Febri datang menghampirinya. Gadis itu menepuk pundak Erina. Erina tersentak kaget, dia langsung memandang ke arah samping. "Ya ampun Febri, mau apa lo ke sini?"

Febri tersenyum tanpa dosa, dia menunjukan layar ponselnya ke arah Erina. "Musikal drama kita, gue upload ke sosial media. Dan tebak apa yang terjadi?"

"Apa?" tanya Erina.

"Banyak yang nonton dan ngasih komentar positif!" jawab Febri tersenyum riang. Gadis itu memberikan ponselnya pada Erina. Febri melanjut, "Dibanding galau mikirin si Nikol yang udah kaya Bang Toyib gak balik-balik. Mendingan lo liat semua komentar di sana. Komentarnya nyenengin hati banget 'kan?"

"Ini semua berkat pemeran utama kita," lanjut Febri.

Erina mengelak, "Bukan cuman pemeran utama, tapi semua orang yang udah bergabung buat bantuin drama ini."

Mungkin pemeran utama, yang sangat sering diperhatikan dan diberikan pujian. Namun, dibalik kesuksesan pemeran utama, terdapat banyak orang penting yang membantunya bersinar terang. Jadi, Erina tak bisa berbangga diri begitu saja. Dia senang, banyak sekali orang yang sudah mau membantunya.

Erina dan Febri duduk di kursi, sembari membaca komentar bersama-sama. Akhirnya Erina bisa kembali tersenyum, setelah melihat beberapa komentar yang mendukungnya. Hanya saja, telinga Erina langsung memanas ketika mendengar segerombolan siswi dan siswa membicarakan Nicholas.

"Nicholas udah gak masuk beberapa hari ini? Dia bahkan gak izin ke wali kelas buat gak masuk sekolah!"

"Mungkin aja, kasus yang lagi nimpa nyokapnya itu emang beneran terjadi!"

"Nyokap Nicholas itu, katanya wanita yang gak bener!"

"Masa? Nyokap Nicholas yang pernah dateng ke sekolah itu?"

"Iya! Sebenernya Nicholas gak punya bokap! Oleh karena itu nyokapnya yang selalu dateng ke sekolah ini!"

"Wah bener-bener ya. Nicholas selalu ngasih informasi terbaru sama kita semua. Dia selalu ngomongin fakta. Tapi ternyata, bibirnya bisa juga nyembunyiin rahasia ini!"

"Jangan-jangan Nicholas itu anak haram?"

"Gue tebak, dia pasti dikeluarin dari sekolah."

Erina mulai kesal mendengar obrolan tetangga kelasnya. Dia melihat ke sekeliling, mencari sesuatu benda untuk bisa menyumpal omongan mereka semua. Namun, Erina tak menemukan apa-apa. Dia hanya bisa mengambil sebuah kaleng minuman, lalu melemparkannya ke kepala salah seorang penggosip. "Kalo ngomong tuh dijaga!"

"Bisa-bisanya kalian ngomongin yang jelek tentang Nicholas, padahal Nicholas udah sering bantuin kalian!" gertak Erina.

"Gak tau diri," sindir Febri.

Para penggosip itu tertawa kecil, berbanding terbalik dengan gadis yang baru saja dipukul botol minuman. Gadis itu mengepalkan tangan, merasakan sakit di kepala. "Kita semua ngomongin fakta!"

"Lagian Nicholas bukan temen gue. Mana sudi gue punya temen bermasalah kayak dia."

"Asal lo tau, hari ini semua guru bakalan rapat. Dan topik utama mereka itu, ya si Nikol. Dia pasti bakalan dikeluarin dari sekolah."

Mata Erina langsung membulat sempurna. Dia melirik ke arah Febri yang sama-sama terkejut. "Nicholas dikeluarin? Itu gak mungkin."

"Mungkinlah! Dia 'kan murid yang bermasalah. Sekolah juga, gak mau kali ... punya murid kayak gitu."

"Dibanding ngeganggu murid lain, mendingan dikeluarin aja."

Tanpa mendengar ucapan para penggosip. Erina berlari menuju ruang guru. Niatnya ingin menanyakan hal ini pada guru-guru. Nicholas itu murid baik, meskipun dia bawel dan pembuat darah tinggi.

Dengan napas terengah-engah kaki Erina bergerak cepat menuju tujuannya. Helaian rambutnya terbang tertiup angin. Sebagian helaian rambut mulai menghalangi pandangan mata gadis itu. Namun, Erina tak berhenti dan memilih untuk mengabaikannya rambutnya.

Setelah sampai di depan ruang guru. Dia melihat Farel, baru keluar dari tempat itu. Mata Erina memelotot, dia mengingat jika Farel merupakan teman dekat sekaligus temas sekelas Nicholas. Tanpa ragu, gadis itu berdiri di depan Farel dengan napas terengah-engah. Erina meminta,"Tunggu dulu."

"Erina?"

Erina menghirup napas panjang, sebelum bertanya, "Lo, temen sekelas Nicholas 'kan?"

"Iya."

"Temen deketnya juga?"

"Iya."

Sudut bibir Erina terangkat ke atas. Dia berucap,"Apa Nicholas ngirim pesan ke lo? Tentang kabar dia, atau... alasan gak masuk sekolah?"

Farel menggelengkan kepala. "Enggak tuh."

Erina kembali menurunkan sudut bibirnya. Gadis itu memutuskan untuk bertanya pada gurunya, tapi Farel melanjutkan ucapakannya, "Gue emang gak dapet pesan dari Nicholas. Gue cuman dapet telepon dari Tantenya Nicholas."

Setelah mendengar perkataan Farel, Erina bertanya, "Dia bilang apa? Kasus Mamanya Nikol udah beres? Dia gak terbukti bersalah 'kan? Ini semua pasti cuman salah paham doang."

Farel bingung menjawab apa. Dia melirik ke arah ruang guru, kemudian menatap Erina dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Hal itu, membuat Erina merasa cemas. Dia kembali meminta Farel untuk menjawab," Gimana keadaan Nicholas, Farel?"

Akhirnya Farel mengeluarkan napas panjang. Sebelum memberitahu, "Kata Tantenya Nicholas, masalah ini lagi diurus polisi."

"Ada yang bilang, Mamanya Nicho dijebak sama musuhnya," jelas Farel.

Erina bisa bernapas lega mendengarkan jawaban Farel. Dia kemudian bertanya, "Terus Nicholas? Gimana keadaannya?"

Binar harapan baik di mata Erina membuat Farel kesulitan mengungkap apa yang ingin dia katakan. Cowok itu ingin memberitahu kabar Nicholas, tapi takut Erina kecewa setelah mendengar beritanya. "Sebenernya Nicholas ... dia ...."

· · • • • ࿙✩࿙ • • • · ·

BYE BYE MY NIGHTMARE ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang