34. Almost love

42.9K 5.9K 167
                                    

Jangan lupa vote dan komen 😚

Jika ada kesalahan dalam penulisan mohon diingatkan ya 😙

♾♾♾

"Minum..." Eros memberikan aspirin pada Orlaith. Pun Orlaith menerimanya lalu meminumnya.

Mereka baru saja tiba di hotel, kini Eros berada di kamar Orlaith. Kepala Orlaith berdentum tak tertahankan, ini karena ia terlalu banyak menenggak brandy. Dan yang masih jadi pertanyaan, kenapa ia harus memilih menenggak alkohol untuk melampiaskan kekesalannya dengan Eros? Dan kenapa pula ia harus kesal melihat Eros mengobrol dengan wanita lain? Orlaith lantas memukul-mukul kepalanya sendiri antara pening dan melenyapkan rasa itu dari otaknya. Gawat, Orlaith yakin rasa kesal ini berkembang ke sebuah emosi negatif yaitu kecemburuan.

Eros mencekal tangan Orlaith yang memukul-mukul kepalanya sendiri, kemudian ia memijat kepala Orlaith. "Apa kau menghabiskan satu botol brandy?" Cibirnya.

"Sepertinya iya. Aku lupa." Orlaith menyandarkan punggung ke kepala ranjang, memejamkan mata menikmati pijatan Eros. "Apa sebelumnya kau berprofesi sebagai tukang pijat?" Kekehnya.

Eros hanya tersenyum menanggapi candaan Orlaith. Lantas mengubah topik pembicaraan, "Orlaith, apa aku melakukan kesalahan?" Ia bertanya demikian setelah mencerna perkataan Oliver tentang kejadian di pesawat, kejadian saat dirinya berbicara dengan pramugari. Intinya, Oliver menyalahkannya karena mengobrol dengan wanita lain dihadapan Orlaith.

Oliver tidak mungkin berkata ambigu mengarah ke hal yang membuatnya waspada jika Orlaith baik-baik saja. Ya, Oliver mengira jika Orlaith cemburu karena dirinya mengobrol dengan wanita lain. Kini Eros ingin mencari tahu kebenarannya langsung dari Orlaith.

Mata Orlaith terbuka, "Kesalahan? Kenapa kau berpikir seperti itu?"

"Apa aku terlalu percaya diri jika mengira kau cemburu karena aku mengobrol dengan pramugari itu?" Eros meragu saat bertanya. Mana mungkin Orlaith cemburu? Orlaith hingga sekarang masih bersikap biasa saja padanya. Sepertinya dugaan Oliver keliru.

"Cemburu? Kau punya mulut. Kau berhak berbicara pada siapapun." Ujar Orlaith seraya tertawa tapi justru tawa aneh yang terdengar.

"Ah, aku yang terlalu percaya diri rupanya." Eros tersenyum tipis. Jadi Orlaith benar cemburu? Sikap Orlaith barusan sudah menjadi jawaban.

Eros menghentikan pijatannya, beralih menggenggam tangan Orlaith. "Tapi setelah kau mencintaiku nanti, aku harap kau tidak berpikir pendek terhadapku. Dimasa depan, aku tidak mungkin hanya berinteraksi dengan pria, begitu pula sebaliknya, kau juga tidak mungkin hanya berinteraksi dengan wanita. Jangan mengira jika aku berbicara pada wanita lantas kau berpikir aku tertarik dengan wanita itu. Kecuali jika salah satu dari kita berinteraksi non verbal dengan lawan jenis seperti ciuman, dan mengarah ke perbuatan perselingkuhan...," Eros menjeda perkataan, memilah kata yang pas.

"Sebelumnya kau dekat dengan pria hanya untuk kesenangan dan kebutuhan, kau membentengi diri untuk tidak jatuh cinta pada pria. Mungkin karena di dirimu ada rasa cemas atau trauma terhadap suatu hubungan, apalagi komitmen dalam pernikahan. Aku tidak membual saat mengatakan aku serius menginginkanmu. Bisakah kau melunak padaku? Membuka hatimu untukku dan menjalani hubungan kita atas dasar cinta?" Eros berkata penuh keseriusan.

Orlaith menatap lekat lawan bicaranya, tidak sedikitpun terlihat kebohongan dari netra gelap Eros. Lantas mengerjapkan mata dan berdehem, "Kita lihat saja nanti. Jika kita ditakdirkan bersama, Tuhan akan segera menghadirkan rasa cinta itu. Aku tidak akan mengelaknya jika rasa itu hadir."

The General's RegretWhere stories live. Discover now