45. Love doesn't need a reason

47.4K 6.1K 258
                                    

Jangan lupa vote dan komen 😚

> 1500 kata.

Jika ada kesalahan dalam penulisan mohon diingatkan ya 😙

♾♾♾

Oliver berada dikamar Orlaith. Keberadaannya untuk mencari kamera yang diletakkan Alice. Hanya ia yang dapat dengan mudah menemukan kamera itu. Oliver sudah memperkirakannya dari angle yang tertangkap layar notebook Alice.

"Kau kemarin bicara apa saja dikamar ini? Bagaimana jika Alice mendengarnya?" Bisik Eros.

Oliver sedikit berpikir. "Semalam kita mengobrol didepan kamar mandi." Ia tidak mencemaskan hal itu karena keberadaan kamera ini dan kamar mandi cukup berjarak. Rasanya tidak mungkin jika Alice mendengar pembicaraan mereka selama didepan kamar mandi. Oliver memasukkan kamera berukuran mini itu ke kantong sakunya.

"Andai Alice sempat melihat rekaman semalam, mungkin yang ia pertanyakan adalah ketidaksopananku padamu." Oliver ingat, ia sempat mengeluarkan kata-kata ancaman untuk Eros sebelum menguncinya.

"Kau memang tidak sopan pada atasanmu." Cibir Eros.

Oliver mengedikkan bahu tidak acuh. Lantas melirik Orlaith yang sedang terlelap dengan damai. "Apa obat perangsang itu masih akan bereaksi jika dia bangun nanti?"

Eros menatap jam dipergelangan tangan. "Temanku bilang, reaksi ekstremnya akan semakin menurun, dan akan benar-benar hilang selama 24 jam." Ujar Eros menjelaskan. Terhitung sudah 13 jam dari kemungkinan Orlaith terkena obat perangsang. Setidaknya tubuh Orlaith tidak gemetaran lagi dan sedikit bisa mengendalikan hasratnya.

Padahal Eros sudah memberikan obat tidur saat ia menemani Oliver ke kamar Alice. Namun saat dirinya kembali, kondisi Orlaith sudah terjatuh diranjang dengan tubuh gemetar. Wanita itu ingin menyeret diri ke kamar mandi lalu mengguyur tubuhnya yang terasa panas, tapi kesulitan antara kakinya kebas, kewanitaannya yang tidak nyaman atau mungkin terlalu lemah.

Ya, Aphrodisiac itu bereaksi lagi bahkan obat tidurpun terkalahkan. Bisa ditebak apa yang selanjutnya terjadi, Orlaith kembali berhasrat padanya. Mereka mengulanginya lagi hingga pagi hari menyambut. Eros harap reaksi perangsang itu tidak menguasai tubuh Orlaith lagi setelah Orlaith membuka mata.

Oliver menggeleng-gelengkan kepala, "Alice benar-benar gila! Apa wanita itu ingin Orlaith mati kelelahan?"

"Mana pesananku?" Eros mengabaikan perkataan Oliver sebelumnya.

Oliver mengangsurkan kantong yang sedari tadi dipegang, itu berisi beberapa obat dan salep yang diminta Eros. "Apa salah satu obat itu adalah obat pencegah kehamilan?"

"Tidak." Jujur Eros karena itu hanya obat pereda nyeri, vitamin serta salep jikalau Orlaith merasa perih pada kewanitaannya. Pada awalnya ia memang gusar jika peristiwa yang lalu terulang lagi. Namun, seandainya Tuhan berkehendak memberikan mereka bayi, berarti Tuhan ingin dirinya menebus kesalahan dimasa lalu, yaitu dengan menjaga Orlaith dan calon bayinya.

"Apa itu artinya sebentar lagi kalian memiliki bayi?" Mata Oliver terlihat berbinar.

"Tanya pada Tuhan."

Oliver hanya menanggapinya dengan mencebikkan bibir.

*****

The General's RegretWhere stories live. Discover now