2. Dream

80.3K 3.5K 24
                                    

Kening Aeris mengernyit, ia melenguh pelan, entah apa yang gadis itu mimpikan sampai detik berikutnya ia terbangun dari tidur dengan napas yang tak beraturan.

Ternyata Aeris bermimpi. Mimpi yang sangat buruk. Gadis itu menghembuskan napas dan menatap langit-langit kamar. Sebenarnya apa yang Aeris alami dalam mimpinya sebagian pernah terjadi di dunia nyata.

Mungkin bisa dibilang reka ulang masa lalu, namun ini seperti upgrade dalam versi lebih mengerikan. Hal-hal yang terjadi akhir-akhir ini sungguh membuat Aeris sampai memimpikan mantannya. Mana mimpinya begitu pula.

Gadis itu merasakan sesuatu yang basah di bagian bawah. Ia mengerjap, lalu setelah sadar tadi dirinya mimpi basah, Aeris mengumpat kecil dengan kesal.

Ia harus segera membersihkan diri.

***

Aeris sampai di kampus sekitar pukul setengah satu. Setengah jam lagi ia harus mengikuti mata kuliah. Gadis itu duduk di kursi taman jurusan, biasanya jika begini ia akan nongkrong-nongkrong dulu dengan sahabatnya. Tapi sekarang salah satu dari sahabat dekatnya meninggal.

Kematian perempuan itu dinyatakan sebagai bunuh diri. Tapi Aeris rasa, ini bukan hanya sekadar bunuh diri. Sebelum kejadian itu terjadi, beberapa hari sebelumnya sang sahabat bilang bahwa ia dilecehkan oleh beberapa orang di kampus.

Sayang, Aeris tak diberitahu siapa pelaku pelecehan itu. Ia ingin melaporkannya tapi tak punya bukti apa pun.

Namun di sisi lain, perempuan itu merasa ia tak bisa diam saja dan harus melakukan sesuatu. Sialannya adalah, tidak mungkin ada yang mau membantunya. Bahkan mungkin jika ada, ia akan bingung mulai darimana dan harus apa.

Satu-satunya orang yang kemungkinan paling bisa diandalkan hanyalah ... orang itu. Gale, ia mempunyai pengaruh besar dan mengetahui banyak hal gelap di kampus. Tapi lelaki itu sekarang hanya mantannya. Aeris juga tak sudi bersikap membutuhkan Gale karena ia sudah berusaha menghindari lelaki yang terakhir kali mencoba menyetubuhinya itu.

"Duarr!"

"Anj*ng!" Aeris tersentak kaget dan langsung menoleh pada pelaku yang mengagetkannya.

"Ck, Prisma!" teriaknya kesal dan bergerak hendak menabok lelaki itu, tapi Prisma sudah lebih dulu menghindar sambil tertawa.

Aeris mencebik dan memasang ekspresi bad mood.

"Kenapa? Kusut banget muka lo," kata lelaki itu sambil mengambil tempat duduk di sebelah Aeris.

Aeris hanya menghela napas kasar.

"Jangan bilang masih mikirin sahabat lo yang mati itu."

"Ish mulut lo! Mau banget gue bom ya?!" katanya kesal.

Prisma mengangkat bahu. Lalu membenarkan kacamatanya yang melorot. Tanpa keduanya sadari ada empat orang yang melangkah ke arah mereka dari belakang.

Cup

"Gotcha, Ayang kangen."

Seorang lelaki mengecup pipi Aeris dan memeluknya dari belakang. Gadis itu langsung kaget dan refleks berusaha melepaskan diri dari pelukan. Tanpa berbalik pun, Aeris tahu siapa orangnya.

"Gale lepas! Harus berapa kali gue bilang gue bukan cewek lo lagi! Kita udah putus!"

"Masa sih? Kapan? Nggak inget." Gale malah mengeratkan pelukannya.

"Lo lagi, berhenti ganggu Aeris!" ucap Prisma.

Gale melirik ke arah lelaki itu.

"Ck, sampah. Kalian urus dia," katanya lalu menoleh pada ketiga orang lelaki yang tadi bersamanya.

Mereka langsung memegangi Prisma dan menariknya paksa agar pergi, meski melawan, Prisma masih kalah oleh ketiga lelaki itu. Aeris yang melihatnya tentu tak bisa membiarkan Prisma dibawa.

"Lo harus lepasin si Prisma, suruh mereka lepasin dia!"

"Tentu, setelah gue selesai sama lo." Gale beralih duduk di sebelah Aeris dan memeluknya dari samping.

"Gue bakal aduin lo ke Achlys!"

"Nggak peduli."

Lelaki itu mengusap-usap pinggang Aeris dan menatap wajahnya yang tertekuk dengan tatapan dimabuk asmara.

"Cantik banget sih. Nanti jalan ya."

Aeris tak bisa menahan diri untuk tak menghela napas berat.

"Gale, kita.udah.putus. Perlu gue ulang lagi?" Aeris menggeliat agar pelukan Gale yang begitu erat dapat melonggar.

Gale melengkungkan bibir bawahnya. Lalu menghela napas pelan. "Lo nggak pernah belajar dari kesalahan ya Ay."

"Kesalahan?" Aeris menatap dengan kesal. Kini mulai melakukan eye contact dengan lelaki di sampingnya.

"Intinya kita nggak akan putus kecuali gue yang mutusin lo duluan."

"Yaudah kalau gitu putusin gue sekarang."

"Nggak mau."

"Gale!"

"Coba pakai 'kak', gimanapun gue senior lo. Atau sambil panggil gue 'ayang'."

"Jijik banget." Aeris mengalihkan pandangan ke arah lain.

"Dulu lo sering manggil gue ayang nggak jijik."

"Gue menyesal. Udahlah, gue mau ke kelas. Minggir!" Aeris berusaha melepaskan tangan berotot yang melingkari pinggangnya.

"Cium dulu."

"Gue lagi bener-bener nggak mood ya Gale sumpah. Gue akan benci lo seumur hidup."

"Gue juga lagi nggak mood. Lo pikir enak nahan kangen nggak ketemu lo? Terus lo juga selalu ngehindar dari gue."

"Orang waras mana yang nggak ngehindar dari orang yang berbahaya buat dia? Sumpah kenapa sih dulu gue bisa-bisanya pernah suka sama---" ucapan Aeris terhenti karena Gale sudah lebih dulu mengecup bibirnya.

"Bajingan!"

Lelaki itu malah nyengir. "Oh iya, gue dengar dari Achlys, lo lagi sedih karena teman lo yang bunuh diri. Lo harusnya senang karena sekarang dia nggak menanggung beban hidup lagi. Itu pilihannya kan? Teman mendukung apapun pilihan yang dipilih temannya."

Aeris mengeryit, tak pernah bisa mengerti cara pikir Gale yang absurd dan gila.

"Gale, mungkin cuma orang nggak waras yang senang temannya bunuh diri! Mana ada orang gitu sukarela, lagian lo tahu apa? Teman gue ada yang ngelecehin, dia depresi, karena itu dia bunuh diri."

"Tahu darimana?"

"Dia yang bilang! Tapi sialannya gue nggak tahu siapa orang yang ngelecehin dia."

"Mau gue bantu?"

Aeris melirik.

"Tapi ada syaratnya," lanjut Gale.

Firasat Aeris tidak enak.

"Jangan pernah menghindar dari gue dan jangan pernah putusin gue. Kalau lo nggak mau, ya sama aja dengan ngebiarin pelaku yang ngelecehin teman lo bebas berkeliaran dan hidup bahagia."

"Lo nggak bisa melakukannya dengan sukarela apa?"

"Kalau bisa bersyarat kenapa nggak?" Gale mengedipkan sebelah matanya.

***

Jangan lupa vote, komen, dan share.

See you!

Gale's Dark SideWhere stories live. Discover now