28. Keresahan

14.2K 1.1K 58
                                    

Gale pikir petak umpetnya dengan Aeris sudah berhenti, namun ternyata masih berlanjut. Perempuan itu pulang duluan tanpa mengabarinya dan tak menjawab panggilan telponnya sama sekali. Media sosial Aeris juga tak aktif.

Benar-benar tidak terduga. Ia simpulkan Aeris tak bisa dihubungi setelah bertemu dengan Rana. Ini semua terasa membuang waktu tapi ..., sial Gale tak bisa mengabaikan Aeris.

Siapa saja boleh berdebat kalau Gale bisa menemukan wanita yang lebih baik dari Aeris, ia tak akan menyangkalnya, tapi bukan mereka yang ia inginkan.

Itulah sebabnya, Gale sekarang berada di rumah Aeris. Ia yang baru saja memasuki rumah bertemu dengan Arthana.

"Aeris di kamarnya?" tanya Gale.

"Iya. Lo nggak mau nyapa gue dulu?"

"Gue lagi males basa-basi nih, sorry."

Prisma mengangkat alis sesaat. "Dia buat masalah lagi? Kalian berantem?"

"Nggak, dia cuma nggak bisa dihubungi."

"Oh ..., ya temuin dia aja. Tapi moodnya lagi nggak bagus kayaknya. Tadi dia jutek banget pas gue sapa." Arthana mengangkat bahu acuh, Aeris memang selalu jutek padanya.

"Emang kapan moodnya bagus?" ucap Gale.

Arthana tertawa pelan. Pura-pura tertawa itu tidak menyenangkan. Ia masih berharap hubungan Gale dan Aeris kandas, dan entah bagaimana pun caranya ia bisa bersama Aeris meski tidak mungkin karena mereka saudara tiri.

"Tapi belakangan moodnya lebih susah ditebak." Gale melanjutkan langkahnya menuju kamar Aeris di lantai dua.

Setelah sampai di sana dan mencoba membuka pintu. Pintunya dikunci.

"Aeris? Buka pintunya."

Gale mengetuk pintu beberapa kali sambil memanggil nama sang empunya kamar. Tapi tak ada sahutan seolah tidak ada orang di dalam.

Lelaki itu mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Sebuah kunci duplikat untuk kamar Aeris. Untuk jaga-jaga hal seperti ini.

Gale berhasil membuka pintu kamar, ia masuk, menutup pintu kembali dan menguncinya. Aeris tengkurap di atas ranjang, masih menggunakan pakaian yang sama seperti saat ia berangkat ke kampus. Dengan hanya melihat bagaimana Aeris bernapas lewat gerak tubuhnya, Gale tahu Aeris tidak tidur.

Ia melangkah ke sisi ranjang kiri, duduk di sana dan menatap Aeris yang pura-pura tidur. Gale mengelus kepalanya, ia menarik selimut di bawah, beralih ke sisi lain lalu ikut naik ke atas ranjang, menyelimutinya juga. Ia memeluk Aeris.

"Kamu nggak papa?"

"Pengen sendiri."

"Kenapa?"

Kepala Aeris menoleh ke arah lain hingga Gale tak bisa melihat wajahnya.

"Gue nggak mau lihat lo."

Hal membingungkan lainnya. "Kasih aku alasan yang lebih masuk akal."

"Jangan banyak tanya. Pergi aja. Gue pengen sendiri."

Lelaki itu menghela napas.  "Kamu ngobrolin apa sama si Rana, hm? Ini ada kaitannya?"

"Nggak ada."

"Kalian ngobrolin apa?" Gale tetap keukeuh bertanya.

"Gue pengen sendiri Gale. Gue butuh privasi."

Kening Gale mengernyit. Ia mengubah posisi menjadi duduk.

"Privasi? Pfttt ..., privasi apanya? Apa yang mau kamu sembunyiin dari aku?"

Aeris tak menjawab yang artinya Gale merasa diabaikan.

Gale's Dark SideOnde as histórias ganham vida. Descobre agora