14. Peringatan

29.2K 1.9K 34
                                    

Aeris berangkat ke kampus sendirian. Awalnya Gale bilang akan mengantarnya, tapi setengah jam sebelum ia berangkat, lelaki itu bilang harus pergi ke tempat lain karena anak buahnya mengacau.

Perempuan itu merasa tak masalah. Ia yang awalnya akan diantar sopir, sempat berdebat dengan Arthana yang keukeuh ingin mengantarkan. Sampai akhirnya Aeris menang karena mengancam akan selalu menghindari lelaki itu. Ia akhirnya berangkat diantar sopir.

Masih ada sekitar dua puluh menit lagi sebelum Aeris masuk kelas.

"Aeris!"

Perempuan yang semula menatap lurus itu jadi menoleh ke arah koridor belokan kanan. Melihat Rana melangkah dari sana ke arahnya. Tanpa bisa ditahan, ia memutar kedua bola malas. Jujur saja Aeris tak mau bertemu dengan Rana setelah tahu bagaimana aslinya lelaki itu.

"Gimana soal Anastasya? Ada perkembangan?" tanyanya.

Aeris menggeleng. "Teman lo nolak ketemu, sibuk katanya."

"Lah paling dia sibuk main. Ikut organisasi juga cuma satu," kata Rana.

"Tahu deh, telepon gue aja diputusin sepihak sama dia."

"Emang songong. Gimana kalau gue bantu? Tadi dia ada di kantin fakultas. Gue antar nih."

Aeris langsung membulatkan mata. "Serius?!"

Rana mengangguk. Mungkin di balik tak normalnya lelaki ini, ia sebenarnya baik. Pikir Aeris.

"Boleh deh, mumpung masih ada waktu sebelum masuk. Tapi agak cepat aja jalannya gimana? Keburu nanti dia pindah mungkin?"

"Yaudah ayo."

Aeris dan Rana melangkah bersisian menuju kantin fakultas teknik. Jaraknya lumayan jauh dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Setelah beberapa saat, mereka sampai. Rana mengedarkan pandangan ke penjuru kantin sampai ia menemukan Maria yang sedang berkumpul dengan beberapa lelaki di sana. Ia kembali melanjutkan langkah lagi diikuti Aeris.

"Mar!" sapa Rana setelah sampai di meja perempuan itu.

Perhatian yang ada di meja sontak teralihkan ke arahnya.

"Ini teman gue, si Aeris. Katanya mau ngomong sama lo, penting."

Tunggu! Tunggu! Sejak kapan Aeris jadi temannya? Ia ingin protes tapi itu bukan yang terpenting saat ini.

"Iya gue yang waktu itu nelpon lo cuma lo matiin duluan."

Maria mengernyitkan kening, ekspresi wajahnya memang terlihat jutek. Khas cewek-cewek trouble. Tapi Aeris ingat, tak boleh menilai orang sepertiku itu, meski Maria memang sudah terlanjur mengukir image buruk di mata Aeris.

"Oh ..., sorry deh. Kita pindah aja ya ngobrolnya."

"Lah? Di sini aja kali. Nggak usah pindah. Masih muat nih," kata salah seorang lelaki yang ada di sana sambil menggeser bokongnya.

"Geser goblok," katanya sampai temannya yang paling samping terdorong dan jatuh dari kursi.

"Anj!!!"

"Di pangkuan gue aja sih, lebih enak."

"Anak tolol."

"Apasih ribut banget deh ah!" kata Maria kesal.

"Eh, bentar deh ..., bukannya dia Aeris yang itu ya? Pacarnya si Gale?"

"Iya kan? Makannya gue tadi diam, lagi ingat-ingat. Dulu sering lihat di club," yang lainnya ikut nimbrung.

"Iya ceweknya si Gale itu. Sorry ya, teman-teman gue emang aneh."

Sontak ia disoraki oleh yang lain. Bisa dikatakan mereka yang paling ribut di kantin. Di sisi lain, Maria mendengus, ia sudah berdiri dan menghampiri Aeris.

"Ayo," katanya lalu melangkah lebih dulu.

Aeris mengikuti perempuan itu bersama Rana.

Tapi sebenarnya mereka tak jauh pergi dari kantin. Maria hanya mencari tempat yang tak banyak dilalui saja.

"Langsung to the point deh," kata Maria.

Sungguh, Maria adalah tipe orang yang akan Aeris hindari jika tak ada urusan penting seperti ini.

"Soal Anastasya, sebelum dia meninggal ada cerita soal pelecehan nggak ke lo?" karena kepalang termakan emosi, intonasi Aeris jadi jutek.

"Nggak ada," jawab perempuan itu acuh tak acuh.

Aeris benar-benar ingin menjambaknya sekarang.

"Ini serius, Mar," kata Rana.

Maria mendecak. "Emang gue kelihatan bercanda?"

"Lagian kenapa sih ngurusin orang yang udah mati?" lanjutnya.

Aeris kali ini benar-benar tercengang. Tangannya mengepal erat, berusaha tak melayangkan tamparan pada perempuan itu.

"Jangan gitu, katanya sebelum bunuh diri Anastasya sempat cerita ada yang ngelecehin dia ke si Aeris. Tapi dia nggak ngasih tahu siapa orangnya."

Maria memutar bola matanya. "Gue nggak tahu."

"Yaudah, sorry ganggu," kata Aeris karena sudah muak.

Ia menatap Rana. "Thanks udah bantu," katanya lalu mulai melangkah hendak pergi.

"Eh, Ris! Aeris!" Rana entah kenapa malah mengejarnya.

"By the way!" tiba-tiba Maria bersuara lagi membuat Aeris dan Rana berhenti melangkah.

"Sejak kapan kalian berdua dekat?" tanyanya.

Aeria mendengus. "Kita nggak dekat!"

"Oh, gitu. Gue bisa aja sih cerita banyak soal si Anastasya. Tapi emangnya lo bakal percaya sama gue semudah itu? Kalau gue jadi lo, gue akan mikir dua kali." Maria bergantian menatap Aeris dan Rana.

"Maksud gue, lo nggak bisa percaya sama orang asing hanya karena mereka mau bercerita kan? Lo harus hati-hati sama orang yang lo percayai," kata perempuan itu.

Kemudian, ia berbalik dan melangkah pergi untuk kembali ke kantin. Sementara itu, Aeris mengernyitkan kening. Ia mendengus kesal.

"Bilang aja nggak mau bantu, gemes banget pengen gue jambak," gerutu Aeris sambil kembali melangkah pergi.

Hanya Rana yang tetap diam di tempat tak tahu harus apa untuk beberapa saat.

***









Aku berniat mau double up, baru niat, jangan ditungguin takutnya nggak jadi

Jan lupa tinggalkan jejak!

See you!😽

Gale's Dark SideOnde as histórias ganham vida. Descobre agora