18. Pertahanan Runtuh

34.3K 2.1K 80
                                    

Aeris baru saja akan menjawab ucapan Gale ketika tiba-tiba perutnya berbunyi. Ia menunduk menatap ke arah perut, lalu menatap Gale. Perempuan itu sangat bersyukur, ini adalah waktu yang tepat.

"Entar aja ya, gue lapar," kata Aeris lalu berdiri dan menyingkir dari pangkuan lelaki itu.

"Alasan." Gale tak terima.

"Lo nggak dengar perut gue bunyi barusan?"

Lelaki itu mendengus. "Tadi pas sama si Achlys nggak makan?"

"Cuma makanan ringan, kayaknya gue harus makan makanan berat. Di dapur ada apa?"

"Buah, susu, sayur, daging, roti. Kamu pesan makanan aja," kata Gale meski agak cemberut.

Aeris mengangguk, duduk di samping lelaki itu dan mengambil tasnya untuk mengambil smartphone. Tiba-tiba, Gale mengulurkan smartphone-nya ke depan wajah Aeris.

"Pakai ini, pesenin aku juga."

Tanpa sadar, Aeris tersenyum dan segera mengambilnya. Ia menaruh tasnya kembali.

"Makan apa ya?" gumam Aeris tapi masih bisa Gale dengar.

"Apa aja, jangan yang lama."

"Pesan yang sepaket aja nggak sih?"

Gale tak menjawab, malah memeluk Aeris dari samping.

"Kalau kamu kelamaan milih, aku makan kamu aja sekarang," ucap lelaki itu lalu menggigit pelan bahu Aeris.

"Bentar, baru juga buka aplikasinya! Jangan gigit ih!"

Gale mengatupkan mulutnya. Setelah beberapa saat, Aeris akhirnya memesan makanan.

"Nunggunya berapa lama?"

"Sekitar 15 sampai 20 menit sih di sini."

"Lama banget, keburu mati entar."

Aeris menaruh smartphone Gale di atas meja, menghiraukan keluhan dan rengekan berlebihan bayi besar di sampingnya.

"Belum lagi nanti kamu makannya lama," lanjut Gale. Ia mengeratkan pelukan pada Aeris dengan gemas.

Kadang Aeris heran dengan sisi Gale yang seperti ini. Ia memang sering dan sudah lama melihatnya. Jika saja orang lain melihat orang yang mereka segani ternyata seperti ini, hilang sudah harga diri Gale.

Bahkan seingatnya, ia belum pernah melihat Gale berlaku manja seperti ini di depan saudara sendiri, mungkin karena ia anak tertua. Dia benar-benar bisa jadi orang yang berbeda tergantung siapa orang yang dihadapinya.

"Aeris, Aeris, Aeris," gumam lelaki itu.

"Apa?"

Gale tak menjawab, malah terus menggumamkan nama Aeris beberapa kali.

"Apasih Gale?!"

"Kalau aku mau, aku udah unboxing kamu dari lama meski kamu nangis-nangis. Aku selalu nahan, tapi sekarang udah nggak kuat."

Mereka duduk berhadapan. Aeris mendorong dada lelaki itu sampai Gale mengurai pelukan, mereka bertatapan sesaat karena Gale sudah menatap penuh nafsu pada bibir Aeris.

Perempuan itu menelan ludah. Mungkin tadi seharusnya ia tak bilang akan mengabulkan apapun permintaan lelaki ini hanya karena merasa berhutang budi dan Gale melakukan banyak hal untuknya di sela kesibukan lelaki itu.

Ia tak siap.

Seharusnya ia berpikir jernih, mengandalkan logika. Orang seperti Gale tak seharusnya diberi kesempatan seperti ini. Rasanya ia ingin memutar waktu untuk menarik ucapannya kembali.

Gale's Dark SideWhere stories live. Discover now