24. Kebobrokan

15.6K 1.3K 60
                                    

Aeris mengakui kalau Gale memang tampan. Ia memerhatikan lelaki yang sedang terlelap itu.

Mereka berdua tidur bersama, istirahat setelah hari yang melelahkan. Pagi ini, Aeris bangun lebih dulu. Bukannya beranjak menuju toilet, ia hanya menatap wajah Gale.

Jika tidur, lelaki itu sama sekali tak berbahaya. Deru napasnya tenang, seolah tak ada beban atau hal berat yang terjadi dalam hidupnya.

Aeris bergerak, ia hendak mengubah posisi menjadi duduk saat tangan Gale meraihnya kembali berbaring di tubuh lelaki itu.

Gale membuka mata. "Kenyal banget, Ay," ucapnya agak serak dan terdengar lebih berat.

Perempuan itu gemas ingin menampar bibir Gale, apalagi ia juga tersenyum mesum saat mengatakannya.

Tapi Aeris hanya diam dan menatapnya. Gale tetap tampan meski baru bangun tidur. Aeris saja kadang tak mau bercermin saat ia bangun tidur, wajahnya jadi agak membengkak dan sedikit berminyak.

Gale meraih tengkuknya dan mencium bibir perempuan itu selama beberapa saat. Ia membalikan posisi mereka hingga kini Aeris di bawah.

Ia mengecupi wajah Aeris dan mencium bibirnya lagi. Turun ke leher perempuan itu yang sudah menunjukkan banyak jejak kemerahan dan keunguan akibat perbuatan Gale.

Aeris melenguh dan menahan kepala lelaki itu saat Gale bergerak semakin turun ke dadanya. Mereka bertatapan. Ia menyentuh wajah Gale dengan jarinya, mengusap rahang tegas dan sudut bibir lelaki itu sampai Gale mengecup tangannya.

Apakah adil seseorang bisa memiliki rupa sebaik ini? Aeris kadang bertanya-tanya, apakah sang pencipta juga menspesialkan sebagian orang di dunia ini. Ia mungkin memang bukan orang yang taat sampai berani mempertanyakan hal demikian, tapi itu bukan pertanyaan paling gila yang pernah ia pikirkan. Satu kali, Aeris pernah mempertanyakan keberadaan Tuhan saat putus asa tak bisa kabur dari Gale. Entahlah, ia pun tak mengerti asal jalan pikirnya ....

"Haus."

Gale hendak melanjutkan aksi tapi Aeris menahan kepala lelaki itu lagi. "Minum air putih, Gale. Itu gak ada airnya."

"Maunya ini."

"Jangan, air putih di atas nakas. Aku mau yang seger, Gale. Buah kayaknya enak."

Gale diam sejenak. "Kamu nggak lagi ngidam kan?"

Aeris menepuk pelan kepala lelaki itu. "Ngaco! Kamu selalu pake pengaman kan?"

Gale diam.

"Gale?"

"Iya pake, Sayang. Tapi tiba-tiba banget mau buah."

"Seret. Minum aja nggak enak."

"Sebenarnya aku juga punya buah, dua."

"Punya kamu bukan buah, tapi telur."

Gale tak bisa menahan tawa mendengar itu, tak menyangka juga ucapannya akan diladeni. Ia menyingkir dari tubuh Aeris, menyibak selimut sampai seluruh bagian tubuh perempuannya terlihat, kemudian tersenyum puas. "Aku ke dapur dulu ambil buah," katanya yang hanya dibalas anggukan.




















Selagi menunggu, Aeris hanya terbaring diam di atas ranjang.

Kadang saat sendiri, Aeris suka termenung dan melamun. Lalu kejadian-kejadian memalukan yang ia lakukan di masa lalu lewat begitu saja di ingatannya. Jika itu terjadi, ia akan mulai merutuk dan mendumel kesal sambil menutupi wajah.

Apalagi kejadian memalukan itu sering berhubungan dengan Gale. Kalau dipikir-pikir, Aeris suka merasa geli sendiri. Malah semakin ke sini ia juga makin lunak dengan lelaki itu karena merasa berhutang budi, tapi sebenarnya tidak, kan?

Masalah Anastasya juga terkuak, Gale ada hubungannya dengan semua itu meski sebenarnya Achlys lah dalang utamanya.

Perempuan itu berteriak tertahan. Ia seperti nyaris hilang kewarasan. Aeris bisa gila jika ia terus memikirkan apa yang belakangan ia lakukan dengan Gale. Kalau saja Aeris menolak, ia tak perlu 'tidur' dengan lelaki itu. Tapi sialnya, Aeris bahkan sama sekali tak berkutik atau sekadar mengatakan 'tidak mau'. Reaksi tubuhnya pun begitu.

Benar-benar naif! Kadang Aeris berpikir ia tak ingin dengan Gale, namun ketika berhadapan dengannya, Aeris tak bisa berbuat apa-apa selain melakukan apa yang lelaki itu mau.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Gila! Ia pasti gila karena sejujurnya, Aeris tahu ia menikmati permainan Gale.

Setelah semua penolakan yang ia lakukan selama ini, ia menelan ludahnya sendiri.

"Kenapa lagi?"

Gale yang baru memasuki kamar sambil membawa sepiring buah-buahan menyaksikan Aeris menutup wajah sambil menendang-nendang udara.

Perempuan itu berhenti. Ia beralih menatap Gale.

"Gue benci lo!"

Gale menaikan sebelah alis. Tak mengerti dengan perubahan drastis Aeris walau itu bukan hal yang asing baginya. Perasaan sebelum ia keluar, mereka masih bermanjaan.

Gale hanya mengangguk lalu duduk di sisi ranjang. Aeris bangun, menarik selimut di bawah sampai menutupi tubuhnya.

"Buat apa ditutup?"

"Biar lo nggak nafsu! Pake nanya!" sungut Aeris.

Gale terkekeh. "Kurang dari tadi. Kalau nggak ditutup juga udah kebayang, jelas di ingatan aku."

"Sialan. Geli! Gue benci!"

Lelaki itu tertawa. Ia menaruh makanan di atas nakas. Mengusap kepala perempuan itu dan mengecup pipinya.

"Mau mandi bareng?" Gale menggoda.

"Nggak." Aeris bergerak hendak mengambil piring berisi buah yang sebelumnya lelaki itu letakan di atas nakas.

Gale membantunya, mengambilkan piring dan memberikannya pada Aeris.

"Bilang apa?"

"Makasih. Puas?"

"Puas banget, makasih juga, Sayang."

Aeris mendelik, ucapan Gale barusan memang biasa saja tapi entah kenapa terdengar begitu mesum di pendengarannya.

"Sana mandi." Aeris memasukan anggur ke dalam mulutnya.

"Aaa dulu." Gale membuka mulut seolah ingin disuapi.

Aeris mengambil anggur dan menyuapi lelaki itu. Tapi bukan hanya anggurnya yang masuk mulut, jari Aeris juga sampai digigit kecil.

"Akh!"

Sebelum perempuan itu berteriak kesal, Gale sudah lebih dulu beranjak dan berlari ke arah kamar mandi.

"Gale!!!"

Lelaki yang sudah memasuki kamar mandi itu menyembulkan kepala. "Sini kalau berani."

"Ogah! Gue nggak bakal kena umpan lo, ntar gue ditarik masuk!"

"Huh pengecut. Aku nggak akan bantuin kalau kamu nggak bisa jalan nanti."

Aeris hanya mencibir, kemudian Gale kembali masuk ke kamar mandi.

Mendengar ucapan Gale, ia meringis merasakan perih di bagian bawah yang mungkin saja tadi itu bukannya tidak terasa, tapi sempat teralihkan. Kalau sampai Aeris kesulitan berjalan karena itu, Gale pasti akan senang bukan main ..., dan menggendongnya ke sana kemari di apartemen lelaki itu. Melakukan sesuatu sesukanya sebelum Aeris sendiri benar-benar terlihat lelah.

Ia benar-benar berharap bisa menghilang sekali saja.

***






Setelah tidak dikabari sekian purnama.

Ini egois aja sih lagi males nulis yg lebih berat, jdi ya beginilah

Tahu kok nggak puas krn update-an dikit

Tapi saya egois, sekian dan terima gaji :)

Gale's Dark SideKde žijí příběhy. Začni objevovat