15. Kesayangan Gale

33.5K 2K 25
                                    

Setelah mata kuliah pertama selesai, Aeris, Achlys dan Prisma pergi ke kantin untuk mengisi perut. Sekalian Aeris juga ingin menceritakan apa yang terjadi pagi tadi.

"Gimana gue nggak kesal coba?! Padahal gue kan baik-baik," Aeris mendumel.

"Gue juga ikutan kesal, lain kali tunjukkin orangnya biar gue kasih pelajaran," kata Achlys.

"Nggak usahlah, jangan buang-buang sama orang kayak gitu."

"Tapi kalau gue boleh berpendapat, gue curiganya sama si Rana sih. Dia yang paling punya motif buat lakuin 'sesuatu' ke si Anastasya karena cewek itu tahu rahasia besarnya," kata Prisma mulai menyampaikan analisis ngasalnya setelah daritadi hanya menyimak.

Achlys menggeleng tak setuju. "Itu motif yang terlalu klise. Gue juga berpikir dia emang pelakunya, tapi pura-pura jadi gay supaya nggak ketahuan dan seolah nggak tertarik sama perempuan. Padahal yang namanya laki, nggak mungkin nggak tertarik sama cewek apalagi kalau ceweknya sampai telanjang."

Prisma melirik, "Omongan lo kayaknya harus diperhalus."

Achlys mengangkat bahu acuh. "Bener kok, kalau gue telanjang, lo-"

"Sstttttt, nggak usah dilanjutin, soalnya gue bukan gay," kata Prisma pelan sambil menyuapkan dimsum yang baru saja ia tusuk ke mulut Achlys.

"Nggak mungkin, si Rana baik. Lagian kalian nggak lihat pas dia ciuman sama cowok, dia benar-benar belok," Aeris memelankan suaranya, lalu membuat ekspresi seolah jijik.

Achlys menatap temannya heran. "Emang lo kenal dekat sama si Rana sampai berani ngomong dia baik?"

"Nggak sih, tapi feeling gue-"

"Gini deh Ay, lo kalau mau ngomong baik soal orang yang belum lo kenal, mikir dulu. Contohnya si Gale, dulu lo ngerasa dia baik, tapi sekarang lo nyesel kan? Jangan dikit-dikit ngandelin feeling deh."

Prisma mengangguk setuju. "Kalau pun nggak si Rana. Feeling gue si itu tadi, siapa? Maria? Nah dia cocok tuh jadi pembunuh. Bisa aja dia yang nyuruh orang."

"Gue setuju," kata Aeris penuh dendam sambil menganggukkan kepala.

Achlys menggeleng-gelengkan kepala. "Kalian sama aja."

Kini, Aeris menghela napas. "Tahu deh. Gue nggak mau nebak-nebak lagi. Semua gue serahin ke si Gale. Kalaupun ada apa-apa dan ketahuan, gue tahu gue benar. Tapi kalau emang nggak ada apa-apa, seenggaknya gue udah berusaha menolong sebagai temannya," katanya lalu menyedot minuman dan menelannya.

"Kayaknya cuma lo doang yang berusaha sekeras ini. Padahal kayaknya temannya dia banyak kan?" ucap Achlys.

"Karena dia paling dekat sama gue."

"Halah itu perasaan lo aja kali. Dia mah emang suka nempel kesana kesini," bantah Achlys.

"Hush! Sembarangan lo!"

Achlys mencibir, ia membuka mulutnya ketika Prisma mengarahkan dimsum untuk ia makan. Aeris langsung memutar bola mata jengah.

"Pacaran gih kalian."

Prisma menggeleng. "Best friend forever," katanya di sela mengunyah makanan, tak memperhatikan ekspresi Achlys yang berubah masam.

Kemudian, ekspresi Achlys berubah lagi ketika tak sengaja melihat seseorang yang datang dari arah pintu kantin.

"Si Gale datang tuh," katanya.

Prisma jadi mencoba melihat ke arah yang dilihat oleh Achlys. Sementara Aeris fokus pada makanannya.

Sampai setelah beberapa saat, Aeris merasakan seseorang mengecup pipi kanannya. Tidak lain dan tidak bukan, yaitu Gale.

"Di sini ternyata, aku telepon kamu loh Sayang, kenapa nggak diangkat?"

"Iuw," kata Achlys dengan ekspresi jijik.

Gale menghiraukannya dan duduk di samping Aeris.

"Lo ngapain duduk di situ? Lo tuh nggak diajak!" katanya.

Gale mengangkat bahu. "Kalau lo nggak suka lo bisa pindah, gue cuma mau sama Aeris."

"Rasanya pengen gue siramin minuman ini ke muka lo."

"Coba aja kalau berani," tantangnya.

"Gale, lo dapat apa soal Anastasya?" tanya Aeris berusaha mengalihkan pertengkaran kedua saudara itu.

"Aku dapat sesuatu yang menarik. Aku cek CCTV di club terakhir kali dia party sama temannya. Terus-" Gale tiba-tiba diam, gantian menatap Prisma dan adiknya yang mendengarkan dengan serius.

"Nanti aja ya aku ceritain pas kita cuma berdua," katanya.

"Apaan sih?!" Achlys kesal.

"Sekarang aja, mereka kan teman aku. Nggak perlu dirahasiain dari mereka, Gale."

Prisma tanpa sadar mengangguk setuju karena kepalang penasaran juga. Tapi Gale malah menggeleng.

"Siapa tahu aja ada yang nguping," katanya.

Achlys langsung mencibir. Gale menatap adiknya.

"Urusan di bengkel udah lo beresin?" tanyanya.

"Udah."

"Entar gue cek."

"Bengkel?" kening Aeris mengeryit.

Bengkel apa? Memangnya Achlys bekerja di bengkel?

"Nanti aku ceritain," kata Gale sambil mengusap rambut Aeris.

"Muntah gue lama-lama, nyerah!" kata Achlys, ia membawa minumannya dan berdiri, lalu melangkah pergi dari sana.

"Duluan ya Ay," kata perempuan itu sambil tetap melangkah.

"Eh! A-Achlys tunggu!" kata Prisma.

"Buruan!" Achlys berhenti sejenak, Prisma segera pergi sambil membawa minumannya juga.

Kemudian, mereka berdua pergi bersama.

Aeris yang sedang menatap kepergian mereka agak kaget saat Gale mengecup pipinya.

Ia melotot sambil menatap lelaki itu. "Gale! Di sini banyak orang!"

"Berarti kalau nggak banyak orang boleh?"

Aeris jadi mendengus. "Sejak kapak gue bisa nolak?" sarkasnya.

"Sering loh. Mau aku sebutin satu persatu? Aku ingat semuanya."

Karena tak mau berdebat, Aeris diam dan memilih kembali fokus pada makanannya.

***





Buat yang kangen sama Gale

Yeay aku double update

Akhirnya ... ygy

Jangan lupa tinggalkan jejak dulu📸

Okeyy

See you!

Gale's Dark SideWhere stories live. Discover now