32. Penyelamatan?

7.8K 606 37
                                    

"Woi bangsat, duel satu lawan satu kalau berani!"

Suara Achlys terdengar menggema di ruang bawah tanah itu.

Rana sempat tersentak karena tak menyadari dan tak mendengar langkah kaki yang menandakan seseorang datang. Seolah perempuan itu tak menimbulkan suara sebelumnya.

***

Ia menarik Achlys agar berdiri, mengambil pisau di dekatnya lalu mengarahkan pisau ke arah leher Aeris.

"Jangan harap lo bisa lebih dekat dari itu." Rana mengancam.

Achlys menghentikan langkah. "Gue bisa lebih dekat tanpa lo sadari."

"Lo udah kehilangan kesempatan itu. Seharusnya lo gunain selagi gue lengah."

"Oh ya? Lo agak ngeremehin gue nggak sih?"

Aeris meringis saat ujung benda tajam yang Rana pegang sedikit menggores lehernya.

"Lo bakal mati di tangan gue!" ucap Achlys.

Sudut bibir Rana terangkat. "Kalau gitu gue bakal bawa Aeris kesayangan kalian mati sama gue."

Siluet lain muncul, langkahnya tak tergesa namun cukup cepat untuk mencapai tempat Achlys.

"Oh ini pemeran utamanya." Rana sumringah, namun secepat kilat ekspresinya berubah bengis.

"Kalian sebaiknya tetap di tempat atau gue bunuh dia!" ancamnya.

Gale terlihat seperti sungai tenang. Namun, sungai yang tenang bukan berarti tidak berbahaya.

Tatapannya begitu dingin, rahang yang mengetat terkatup rapat. dan tangannya mengepal erat sampai buku jari-jarinya memutih.

"Apa yang lo mau?" Achlys lebih dulu berusaha mengalihkan perhatian Rana.

"Apa lagi? Gue mau kalian mati. Gue mau kalian mati di depan mata gue sendiri."

Achlys memutar bola matanya. "Gini aja, lo lepasin dia sekarang dan mungkin gue nanti akan berbaik hati bakal biarin orang yang lo kenal masih ngenalin jasad lo."

"Jangan harap, gue nggak takut sama kalian! Selama gue punya dia, kalian nggak akan bisa dekatin gue!"

"Gue bosan lawan kroco, Gale," ucap Achlys.

Tak ada tanggapan dari lelaki itu, ia terlihat khawatir akan keadaan kekasihnya.

"Dia jadiin Aeris tawanan, tandanya dia lemah kan?" Achlys mendengus.

"Aeris?" Gale memanggil perempuan itu.

Aeris menatap lelaki itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Gale sakit melihat kondisi Aeris yang jauh dari kata baik-baik saja.

"Maaf ..." samar-samar Gale melihat gerak bibir Aeris.

Perempuan itu menjerit saat Rana menusukkan pisau ke tangannya dan membuat goresan panjang.

"Bajingan! Gue yang ngasih sugesti ke si Anastasya. Lo pengen tahu apa yang dia bilang waktu itu? Dia rengek karena nggak bisa bikin Gale berpaling. Dia terus bertanya-tanya kenapa Gale nggak bisa lihat seberapa besar cinta dia. Jadi, gue bilang kalau dia emang secinta mati itu, kenapa dia nggak mati? Cinta mati bukannya berlebihan buat seseorang yang bahkan belum tahu rasanya kematian? Mungkin dengan gitu, Gale akan menghormati pembuktian dia."

Achlys tertawa walau ia tak tahan ingin mencabik Rana yang melukai temannya, "Gue nggak pernah ketemu orang semenjengkelkan dan seputus asa dia. Nggak masuk akal kan? Gimana orang bisa terpengaruh omongan orang lain sejauh itu?"

Perempuan itu terkekeh, seolah menertawakan kemalangan. Emosi Rana sudah meledak, tatapannya mengunci Achlys seolah ingin mencabiknya hidup-hidup.

"Mati lo sialan!" teriak Rana.

Di momen pengalihan itu, saat fokus Rana bukan lagi mengunci Aeris, Gale bergerak bersamaan dengan Achlys, samar bayangan mereka terlihat di sela remang-remang lampu, gerakan mereka teratur dan rapih. Rana tak gentar, setelah berhasil melukai Aeris, ia mencabut pisau.

Namun, Aeris menginjak kaki lelaki itu dan hendak berlari di sela-sela kekuatannya. Walau baru selangkah, Rana berhasil kembali menjangkau tangannya dan menariknya lagi.

"Kalau bukan mereka, lo yang mati!" Mata Rana berkilat penuh amarah, tangannya mengayunkan pisau ke arah Aeris.

Srattt!!!

Bughhh!!!

Darah mengenai wajah Aeris diiringi teriakan Rana dan tawa Achlys yang terdengar puas. Achlys menusuk tangan Rana dengan konde yang sebelumnya ia gunakan untuk sanggul, sementara Gale membuat tubuh Rana terjatuh dengan sekali pukulan.

Perempuan itu menggila, ia menindih Rana lalu meninju wajah lelaki itu sambil tertawa-tawa.

Di sisi lain. Aeris terdiam, jiwanya terguncang melihat pemandangan demikian.

Ia bahkan tak sadar saat Gale memanggil-manggil nama dan mengguncang tubuhnya. Lelaki itu tak lagi peduli sang adik yang kini seolah menjadi monster buas. Ia membawa Aeris dengan membopongnya keluar.

Orang biasa pasti tidak akan mampu menahannya. Bahkan kebanyakan orang akan muntah jika melihat darah terlalu banyak.

Gale memerintahkan tangan kanannya dan beberapa orang yang ada di lokasi membereskan kekacauan yang terjadi setelah Achlys nanti selesai 'bersenang-senang'. Lalu, segera membawa Aeris masuk mobil untuk mengobatinya.

Gale mengambil kotak P3K yang ada di mobil. Mengobati luka di tangan gadis itu adalah prioritas utamanya. Setelah selesai, Gale menatap Aeris.

"Aeris? Sayang?"

Perempuan itu menatap ke arahnya, namun tatapannya kosong.

"Aku di sini, Aeris. Apa lagi yang sakit, hm?"

Ia membelai pipi perempuan itu. Lalu menatap bibirnya yang tampak mulai kering

"Aeris, kamu dengar aku kan? Lihat aku. Semuanya akan baik-baik aja. Aku udah di sini."

Ia yakin luka sayatan di tangan Aeris menyakitkan. Awalnya ia hendak memberikan air minum yang sebelumnya sempat Aeris tolak. Tapi tak jadi lagi karena berikutnya Aeris mulai mengerang kesakitan.

Perempuan itu menunduk dan melihat perlahan pakaian bawahnya sudah berlumuran darah.

Gale lebih terkejut lagi, ia bahkan tak sadar dan tak tahu asal darah itu darimana. Padahal ia yakin Rana tak berhasil melancarkan serangan untuk kedua kalinya pada Aeris

"Sayang? Kenapa?" Gale spontan bertanya.

Perut perempuan itu terasa nyeri. Darah bercucuran dari "mahkotanya". Aeris meringis.

"Tambah kecepatan! Ganti tujuan ke rumah sakit terdekat!" Suruh Gale ke sopirnya, ia panik bukan main.

"Siap, Tuan."

Melihat Aeris kesakitan dan ia tak bisa melakukan apa-apa membuatnya frustasi.

"Gale ... sakit, perut aku ..." Aeris berucap lemah.

"Sebentar lagi kita sampai di rumah sakit, maaf Aeris, tolong tahan sebentar lagi." Gale membelai kepala perempuan itu sambil mendekapnya, Aeris merintih, wajahnya pun semakin pucat.

Lelaki itu ingin membuka pakaian Aeris untuk memastikan kondisinya. Namun di dalam mobil ini tidak mungkin. Mereka harus sedikit bersabar hingga sampai di rumah sakit.

***

Karena saya menggambarkan Gale dan Achlys cukup OP jadi mau dipanjangin juga males, lawannya cuma si Rana doang, bukan satu negara :')

Maaf baru update karena ibu negara ini sangat sibuk. Stresss, bisa² saya matiin semua karakter penting di sini kalau gini caranya. Nggak deng, nggak banget

Mantap juga karakter anime yang saya tonton pada mati bulan² ini. Berasa pembunuhan masal

Sampai jumpa di purnama berikutnya. Dramanya ditambah dikit ntar

Btw bulannya malam kemarin sama malam ini indah banget

Gale's Dark SideWhere stories live. Discover now