34. Penyesalan

7.2K 597 20
                                    

Gale mendampingi Aeris setelah operasi selesai. Ia mengelus tangan perempuan itu, dipandanginya wajah Aeris yang pucat dan berganti mengelus rambutnya. Lelaki itu menghela napas berat.

Keluarga Aeris sudah berada di rumah sakit. Mereka tadi sudah bergantian masuk tapi Aeris belum sadar. Gale ingin selalu berada di samping Aeris, agar saat perempuan itu membuka mata, dirinya yang pertama kali Aeris lihat.

Tapi Gale tak tahu bagaimana mengatakan apa yang terjadi. Lelaki itu menutup matanya dan menunduk, berusaha menguatkan diri.

Atau ..., ia tak perlu mengatakan kalau Aeris hamil? Ia bisa merencanakan hal lain dan membuat skenario untuk menutupi semua.

Namun detik berikutnya, lelaki itu memukul kepalanya sendiri.

"Sial!" Gale kesal pada dirinya. Ia kesal karena memikirkan hal yang begitu buruk hanya karena takut kehilangan Aeris, karena tindakannya yang gegabah sehingga menyebabkan kehilangan hal berharga sebelum mereka sempat sadar akan keberadaannya.

Ia kembali menatap wajah Aeris, tatapannya menyendu, Gale yang biasanya  arogan kini lemah berkaca-kaca. Lidahnya terasa agak kelu, ia tak punya alasan. Gale menerima kenyataannya, ia memang salah. Tapi tak bisa menerima hal lebih buruk yang mungkin akan terjadi nanti.

"Maaf ..., Aeris."

***

Waktu berlalu semenjak Aeris mulai sadar. Ia berada dalam masa pemulihan, seharusnya mungkin saat ini ia sudah pulih dan bisa pulang ke rumah.

Namun kenyataannya, kini ia masih terbaring di ranjang rumah sakit. Meskipun terlihat menatap ke luar jendela, tatapan gadis itu sebenarnya kosong. Matanya agak sembab, ia terlihat lesu dan tidak punya semangat hidup. Tubuhnya terlentang di atas ranjang, ke toilet pun harus didampingi, sudah lebih dari satu minggu seperti itu.

Jika ada yang mengajaknya mengobrol, ia sama sekali tak menjawab, atau sesekali ..., meneteskan air mata.

Kondisinya memprihatinkan.

Semuanya dimulai saat Aeris sudah dalam kondisi yang cukup baik, sekitar seminggu yang lalu. Karena merasa bahwa jika ditunda lebih lama, akan lebih sulit. Gale akhirnya berani membicarakan mengenai kondisi sebenarnya, bahwa ia dan Aeris kehilangan calon bayi mereka.

Achlys menghela napas. Ia bingung, lebih tepatnya karena tidak mengetahui detail yang terjadi, hanya mendengar garis besarnya dari asisten Gale dan beberapa petugas yang menjaga Aeris.

Dengan ketidakberadaan Gale semenjak hari itu di rumah sakit, seolah membuktikan bahwa kakaknya dan Aeris benar-benar diambang kehancuran, atau mungkin sudah hancur?

Gale bahkan tidak bisa ditemui meskipun Achlys mencoba menghubunginya. Seandainya bisa, ia tak perlu kebingungan seperti sekarang. Terjerat di antara mereka dan tidak bisa memihak salah satu.

Ada yang bilang, bahwa hari itu Aeris hilang kendali dan marah besar pada Gale. Tapi Gale hanya diam saat Aeris memukulnya dan melemparnya dengan benda-benda sampai terluka. Setelah Aeris diberi obat penenang, Gale pergi dan tidak kembali mengunjungi Aeris yang barangkali sudah begitu membencinya.

Achlys duduk tepat di samping ranjang Aeris. Menemaninya karena takut perempuan itu akan melakukan hal gila.

Kemudian, ia melihat air mata menetes dari mata perempuan itu. Achlys yang memang sengaja memegang tisu dari tadi langsung menyeka air mata Aeris dengan perlahan.

"Aeris, gue di sini, kalau lo butuh apa-apa bilang aja."

Temannya tak menanggapi. Andai saja ada hal yang bisa Achlys lakukan, ia tak bisa membiarkan Aeris lebih terpuruk. Walau memang tak bisa mengerti seberapa dalam kehilangan yang Aeris rasakan.

"Gue mungkin nggak seharusnya ngomong ini ...." Achlys menjeda ucapannya, berusaha berbicara selembut yang ia bisa. "Gue bukan orang baik, Aeris, lo tahu itu. Bukannya gue nggak mau ngertiin lo. Tapi bukan cuma lo yang menderita, Gale juga. Dia juga nggak tahu lo hamil dan kehilangan calon anaknya."

Perempuan itu berpikir lagi, berharap Aeris paham apa yang ia maksud meski mungkin ia tak pandai menyampaikannya.

"Kayaknya bakal lebih baik kalau kalian ada buat satu sama lain sekarang, tapi entah kenapa jadi kayak gini. Sepertinya lo juga nggak mau ketemu Gale, atau siapa pun. Tapi gue nggak bisa biarin lo sendiri. Jadi kalau lo dengar gue sekarang, kalau lo mau sesuatu atau ada hal yang bisa gue lakuin buat lo, tolong bilang."

Masih tidak ada respons dari Aeris. Achlys kembali berpikir dan diam beberapa saat. Ia terpikir suatu hal.

"Aeris, kalau lo ... mau ke—maksud gue ngunjungin tempat pemakaman—"

Suara Achlys tertahan, ia tercekat saat Aeris beralih menatapnya. Benar, Aeris bahkan belum tahu dimana lokasi janinnya telah dikebumikan. Yang membuat Achlys diam adalah kekhawatiran bahwa ucapannya membuat kondisi Aeris lebih parah. Ia terpaku melihat sayu yang menatapnya itu.

Kemudian, air mata meluncur semakin deras dari mata Aeris.

"A-Aeris?"

Perempuan itu mulai terisak, jika biasanya tangisnya tak bersuara, kini tangisnya terdengar pilu.

"Maaf ... maaf gue nggak maksud buat lo gini." perempuan itu berdiri dan memegang tangan Aeris.

"H-hukuman ..., ini- pa-pasti ..., huku ..., man buat gue ....," ucap Aeris di sela isak tangisnya.

Melihat Aeris tampak begitu rapuh, Achlys bahkan tak sanggup memilih kata untuk menenangkannya. Perempuan itu memeluk Aeris. Ia pikir dirinya benar-benar tak berguna.

Entah bagaimana ceritanya Gale tak ada di sini. Achlys bersumpah akan menyeret kembali lelaki pengecut itu untuk bertemu Aeris dan memberi pelajaran pada kakaknya saat bertemu. Meninggalkan Aeris sekarang adalah alasan yang lebih dari cukup, ia tak perlu penjelasan apa pun.

Achlys tidak mau tahu, walau mungkin Aeris yang mengusir sendiri agar Gale pergi dan tak muncul di hadapannya lagi. Tapi seharusnya lelaki itu tak menyerah, jika sebelumnya saja ia begitu keras kepala dan tak tahu malu.

Achlys pikir, kakaknya menjadi pengecut dan ia tak bisa menerimanya.

***

Lama tak jumpa semua, sekali lagi maaf karena nggak bisa update secepatnya

Seperti biasa saya update ceritanya lama banget, saya sadar sesadar sadarnya dan sebelumnya juga udah  bilang, ada urusan di rl yang perlu makan waktu berbulan-bulan

Terima kasih buat yang udah nunggu

Sampai jumpa di purnama berikutnya^^

Gale's Dark SideWhere stories live. Discover now