29. Hilang Arah

14.4K 1.2K 603
                                    

Perempuan itu menatap pusara di dekatnya. Sudah beberapa bulan ini ia tak menginjakan kaki di sana.

"Istri baru Papa lagi hamil tua, kalau anak itu lahir, aku pasti sepenuhnya bakal dilupain. Tapi mereka juga butuh aku buat menjalin hubungan kuat sama keluarga Gale."

Aeris menghela napas. "Mereka tahu siapa Gale sebenarnya. Jauh sebelum aku sadar siapa orang yang jadi pacar aku. Aku nggak akan bilang kalau aku baik, tapi ..., selagi aku sendirian belakangan ini, aku nggak tahu apa aku bisa bertahan dengan Gale dan sisi gelap yang udah mendarah daging semenjak dia ada."

Perempuan itu kembali mengingat hal-hal yang pernah dilakukan Gale. Dari mulai sekolah menengah atas, sampai kini mereka menduduki bangku kuliah.

Aeris baru kelas X waktu itu. Ia berteman dekat dengan seorang perempuan yang banyak membuat masalah di sekolah, ia bahkan tak ragu memukul kakak tingkat yang menurutnya menyebalkan. Meskipun terbilang sekolah elit, senioritas tetap merajalela. Dia Achlys, seorang perempuan sekaligus orang yang secara tak sengaja membawanya pada Gale.

"Lihat luka di pipi lo. Ini gara-gara nenek sihir itu bawa cowoknya!" Aeris menggerutu, ia sedang berada di kamar Achlys dan membantu mengobati luka bekas pukulan di pipi gadis cantik itu.

Sebagai anak-anak yang terbilang nekad melawan kakak kelas, ia dan Achlys bersekutu, lalu menjadi teman dekat. Tak lupa seorang lelaki yang pernah mereka selamatkan dari pembullyan, Prisma. Namun dia tak ada di sana saat ini.

"Lain kali gue bunuh mereka." Achlys meringis kecil.

Aeris tak menganggap serius ucapan perempuan itu, walau terlihat tekadnya seolah membara untuk membalas dendam. Lalu, Achlys menahan tangan Aeris yang hendak mengobatinya lagi, ia berdiri.

"Gue harus ketemu mama, dia lagi ada di sini sama dua saudara sialan gue. Gara-gara dicegat gue jadi telat pulang. Lo di sini dulu ya, mandi dulu aja soalnya lo juga jadi kotor gara-gara berantem sama bajingan itu. Gue ke sini lagi bentar."

Achlys memang lebih brutal waktu SMA. Tapi sayangnya, separah apapun ia melukai orang lain, Aeris tak pernah menaruh curiga bahwa perempuan itu berbahaya.

"Iya, thanks ya gue nggak bisa pulang juga kalau kelihatan berantakan gini. Kalau sampai ortu tahu gue bikin masalah, tamat dunia gue."

"Ya, santai. Gue keluar sekalian mau kunci pintunya juga. Anggap aja rumah sendiri, kalau perlu bisa pake baju gue."

Aeris mengangguk. Sepeninggalan Achlys, ia duduk sebentar lalu mandi.

Setelah selesai, ia keluar sambil mengenakan kimono. Keningnya mengernyit karena Achlys masih belum kembali juga.

Ia melangkah ke arah lemari yang cukup tinggi dan lebar. Dekat dengan sebuah pintu yang terbuat dari kaca. Achlys bilang Aeris boleh menggunakan pakaiannya.

Tapi meskipun begitu, ia masih agak segan. Aeris meringis pelan ketika merasakan nyeri pada perutnya. Ia menatap ke arah cermin yang ada di lemari, lalu membuka tali kimono.

Tubuh depannya kini nampak, Aeris melihat perutnya yang masih agak memerah dan memar karena ditendang salah satu kakak tingkat. Ini luka paling parah yang diterimanya sampai Achlys marah, mendorong sang pelaku ke tembok dan membantingnya.

Aeris menyentuhnya perlahan. Mereka lolos karena kekuatan Achlys, mengingat itu kembali, ia agak ngeri.

"Lo pasti temen Achlys."

Aeris terperanjat kaget.

"Gue heran ada orang di kamarnya padahal dia pasti lagi dihukum mama."

Gale's Dark SideWhere stories live. Discover now