19. Makan yang Terus Tertunda

35.6K 2.1K 56
                                    

Lembayung senja sudah nampak, warna oranye terlihat mengintip di sela-sela gorden kamar. Dua anak manusia bergelut di atas ranjang, dimabuk asmara dan nafsu yang menggelora.

Gale mendesah setelah pelepasannya bersama dengan Aeris. Mereka berdua ngos-ngosan dan peluh merayap di beberapa bagian tubuh. Wajah putih Aeris kini memerah, tubuhnya pun sudah lelah.

Lelaki itu mengecup kening Aeris, turun ke hidung, bergantian di pipi kanan dan kirinya, lalu berakhir di bibir. Gale tersenyum, jari tangannya bergerak merapikan rambut Aeris yang menghalangi wajah perempuan itu.

"Seka-"

"Udah," ucap Aeris pelan tanpa menunggu Gale menyelesaikan ucapannya karena ia sudah bisa menebak apa yang akan lelaki itu katakan.

"Tapi cuma sekali lagi, aku janji." Gale membujuk.

"Sebelum dan sebelumnya lo juga bilang gitu, lo nggak capek apa?" kata Aeris kesal.

Gale berkedip, melihat Aeris yang nampaknya sudah lelah, ia menghela napas. "Yaudah."

"Minggir, lo berat."

"Nggak mau."

"Gue mau tidur."

Lelaki itu menggeleng. "Tidur jam segini menurut kesehatan bahaya, Ay."

"Yaudah minggir."

"Bentar dulu." Gale tak mau menyingkir dari posisinya saat ini, pun tak melepaskan diri dari Aeris.

Perempuan itu tak menanggapi lagi dan memejamkan matanya. Sementara Gale menatap wajah perempuan di bawahnya.

"Kamu lapar kan? Mau aku ambilin makanan kamu?"

"Gue capek, makanannya juga pasti udah dingin. Kan udah bilang harusnya malam nanti, lo malah maksa." Air mata Aeris merembes begitu saja meski ia masih menutup matanya.

"Tapi kamu suka kan?" Gale mengusap air mata perempuan itu, lalu mengecup pipinya.

Aeris menggeleng samar. "Sakit."

"Mungkin karena ini pertama kali, nanti kamu juga bakal enakan, jangan kapok," ucap Gale.

Perempuan itu perlahan membuka matanya sampai bertatapan dengan Gale lagi. "Nggak mau."

"Tapi kalau kamu nikah sama aku kamu harus mau."

"Siapa bilang gue bakal nikah sama lo?"

"Bakal, lihat aja nanti."

Aeris meringis pelan. "Awas, berat."

"Nanti kalau dilepas, pasti mau lagi Aeris."

Lelaki itu memang belum menarik "adik"nya, tentu saja Aeris juga dapat merasakan sesuatu yang mengganjal di bawah.

"Aku lapar, kamu ambilin makanan."

"Pasti cuma akal-akalan--apa? Coba sekali lagi."

"Aku lapar, Gale."

Gale malah mengangkat alis, tersenyum tipis ketika benar tak salah mendengar Aeris menggunakan 'aku-kamu' lagi.

Lelaki itu menggerakan tubuhnya ke belakang. Lalu mendesah pelan saat mengeluarkan miliknya dari milik Aeris.

"Mmmhhh," desah perempuan di bawahnya.

"Lain kali kamu mungkin harus tahan desahan kamu, Ay. Kalau punya aku bangun lagi kamu yang repot." Gale terkekeh lalu turun dari ranjang dengan tubuhnya yang telanjang bulat.

Ia melangkah untuk mengambil boxer dan celananya yang tergeletak di lantai, lalu memakai itu. Kemudian Gale keluar kamar.

Setelah beberapa lama, Gale kembali masuk sambil membawa dua kantong kresek. Aeris hampir tertidur karena lelaki itu cukup lama.

"Tadi udah dingin makanannya, jadi aku pesan lagi."

Aeris bangun dan menyandar di kepala ranjang. "Kenapa nggak dihangatin aja? Makanan tadi jadi kebuang."

"Belum dibuang, masih ada di meja kok. Kalau kamu mau itu nanti hangatin aja."

Gale menyimpan kresek di atas ranjang. "Hp kamu tadi bunyi, si Arthana manggil."

"Hpnya mana?"

"Di ruang tengah, aku tinggal. Teleponnya udah aku angkat tadi, dia nanyain kamu. Katanya ayah sama ibu tiri kamu ada di rumah. Terus dikasih ke ayah kamu teleponnya, dia bilang kalau kamu masih sama aku, nggak papa."

"Oh. Mereka pasti ke rumah buat ketemu Arthana doang. Kamu punya tisu basah?" ucap Aeris.

Lelaki itu menggeleng. "Nggak. Buat apa?"

"Buat bersihin tangan."

"Hand sanitizer aja, mau?"

"Nggak, gue mau cuci tangan." Aeris beranjak dan turun dari ranjang.

"Bentar, kamu bisa jalan nggak?"

Kening Aeris mengeryit, "Bisalah."

Ia sudah berdiri tapi ketika hendak melangkah, bagian bawah 'miliknya' terasa agak sakit dan perih.

"Nggak bisa ya?"

Gale yang semula duduk di tepi ranjang segera berdiri dan memangku perempuan itu ala bride style. Ia melangkah membawa Aeris ke kamar mandi. Perempuan di gendongannya juga tak banyak melawan seperti biasanya.

Setelah sampai, Gale menurunkan Aeris tepat di dekat wastafel. Perempuan itu mencuci tangan tapi Gale malah kepikiran hal lain.

"Aeris, kita mending mandi dulu," ucapnya.

"Aku nanti. Kamu duluan aja."

"Cuma bentar kok, sekarang biar barengan."

"Nggak mau, Gale."

Tentu saja Gale tak mendengarkan penolakan Aeris, ia malah kembali memangku perempuan itu dan masuk ke bilik mandi, lalu menyalakan keran sampai mengguyur badan mereka.

"Gale!!!" Aeris berteriak cukup kencang sambil menutup matanya sesaat karena terkena air.

Pelakunya malah tertawa puas dan memojokan Aeris ke dinding kaca tebal. "Sekali lagi ya," bujuknya.

"Nggak!"

Namun seperti sebelumnya, Gale tetap melakukan itu meski Aeris menolak.

***






Bahasanya author perhalus semaksimal mungkin. Sorry ya kalau masih kurang enak dibaca

Nggak bisa author nulis yang lebih² dari part sebelumnya atau part awal cerita ini😔

Jangan lupa tinggalkan jejak!

See you!

Gale's Dark SideWhere stories live. Discover now