21. Tersangka

29.7K 2.1K 81
                                    

Situasi saat ini jelas lebih parah dari kondisi sebelumnya. Aeris bisa merasakan keluarganya semakin dingin. Apalagi Arthana sampai keluar dari rumah, entah kemana dan setahunya lelaki itu belum pulang juga. Satu minggu telah berlalu dan karena ulah Arthana, ia juga semakin diabaikan seolah tak ada di rumah itu. Aeris nyaris lupa masalah sahabatnya jika Gale tak menghubungi soal itu. Atau Rana yang tiba-tiba menghampirinya bertanya mengenai perkembangan kasus.

"Katanya ngerjain tugas analisis, tapi malah bengong."

Gale mengecup pipi Aeris, lalu menggigitnya pelan. Perempuan itu langsung meringis dan mendorong wajah Gale dengan tangan.

"Mikirin apa?"

"Nggak ada, cuma ngelamun kosong. Mana? Tadi katanya mau bilang soal Anastasya, dari tadi kamu malah fokus ke laptop."

Lelaki itu menghela napas. "Aku bingung gimana ngomongnya."

Kening Aeris mengernyit. "Ngomong aja. Pelakunya udah ketemu?"

Gale mengangguk, tapi keningnya mengernyit. "Nggak tahu bisa dibilang pelaku atau nggak sih."

Aeris membulatkan mata. "Serius? Tuh kan! Kata aku apa! Aku selama ini bener, siapa pelakunya? Nggak salah lagi emang Anastasya ngasih clue ke aku soal pelecehan itu." Aeris tampak bangga dan exited, tapi tak lama ia kembali serius.

"Jadi apa yang kamu dapat?"

Gale tampak menimbang-nimbang. "Kasusnya agak panjang dan rumit sih. Gimana kalau mulai dari aku?"

"Bo–hah? Gimana?"

Lelaki itu mengangguk. "Karena ini panjang, jadi selama aku ngungkapin semua dari awal sampai akhir, kamu nggak boleh motong, nggak boleh mengeluarkan reaksi berlebihan dan harus dengar sampai akhir."

"Oke."

Gale kembali menatap pada laptop, mengklik salah satu video berdurasi cukup pendek.

Seorang perempuan tampak bermanja ria pada seorang lelaki yang acuh tak acuh padanya. Yang membuat Aeris speechless, itu terlihat seperti Gale dan Anastasya.

"Satu lagi."

Gale berpindah ke file lain. Mengklik salah satu rekaman dan memutarnya.

"Gale plis, aku akan lakuin apa pun buat kamu! Aku bener-bener cinta mati! Aku bahkan nggak keberatan nyerahin nyawa aku buat kamu. Kalaupun jadi selingkuhan, aku juga nggak masalah. Aku akan buat kamu bahagia, jauh lebih bahagia dari saat kamu sama Aeris!"

"Tutup mulut lo dan pergi dari sini."

"Gale aku mohon, aku kurang apa? Aku jelas lebih baik dari cewek kamu itu!"

"Gue bener-bener muak. Selama ini gue nahan diri karena Aeris anggap lo teman baik. Tapi dia nggak tahu temannya ternyata sebusuk ini. Keluar atau orang-orang gue yang ngusir lo!"

"Nggak! Nggak mau!"

Gale menjeda rekaman suara itu. Menatap Aeris yang terdiam dan tampak kaget.

"Dia buka bajunya."

Aeris menoleh. "Hm?"

"Gue lihat dia telanjang dengan mata kepala gue sendiri, cewek sialan itu nyoba ngegoda gue. Tapi gue nyuruh orang buat nahan dia."

Gale kembali memutar rekaman. Terdengar suara ribut di sana dan mungkin pemberontakan Anastasya.

"Lo mau lakuin apa pun buat gue? Apapun? Coba lo layanin mereka, kayaknya mereka lebih napsu sama lo. Gue sama sekali nggak tertarik, jijik."

Rekaman berhenti.

Gale kembali menatap Aeris. "Kata orang-orang aku yang ada di sana. Temen kamu itu benar-benar layanin mereka. Yang aku tebak, dia sedikit ceritain itu ke kamu tapi pake kedok pelecehan. Padahal kalau dia mau dia bisa aja pergi."

"Nggak mungkin."

"Udah aku bilang, kamu masih terlalu naif. Kamu nggak tahu apa yang dia lakuin di belakang kamu. Bukan cuma aku yang tahu gimana kelakuan dia. Masih mau lanjut?"

Aeris memijat pelipisnya, sulit memercayai apa yang diungkapkan Gale. Tapi lelaki itu punya bukti yang cukup.

"Ja-jadi kamu yang bikin dia bunuh diri?" ia terbata.

Gale menggeleng. "Aku rasa bukan. Masih mau lanjut?"

Perempuan itu mengangguk meski agak tertekan dan di sisi lain merasa ini semua hanya omong kosong.

"Mungkin lanjutin lain kali," kata Gale.

"Nggak, sekarang Gale."

"Oke, lagian udah kepalang basah, sekalian nyebur. Intinya, teman kamu kayak gitu. Terus rekaman yang waktu itu kita lihat pas dia balik party dan dijegat sama orang, kemungkinan dia emang pelaku yang bikin Anastasya milih bunuh diri."

"Siapa?"

"Jangan terlalu buru-buru. Seperti yang aku bilang, bukan cuma aku yang tahu gimana kelakuan asli Anastasya. Ada orang yang benar-benar sayang sama kamu, selain aku tentunya. Dia mungkin agak gila, tapi waras. Dia yang bakal lakuin apa pun buat kamu dan ..., si Prisma. Bisa kamu tebak siapa?"

Aeris mengerjap sekali, keningnya mengernyit samar. Jika Gale membawa Prisma, tentu tak jauh pula dari ia dan ....

"Achlys?"

"Iya, dia sempat masuk di rekaman dan nyuruh orang nyegat si Anastasya. Dan kemungkinan kecil, memantik niat bunuh diri di cewek itu, entah gimana. Kamu mungkin tahu gimana Achlys karena udah temenan sama dia cukup lama."

Aeris seketika merinding. Ia benar-benar tak bisa percaya ucapan Gale. Achlys tak mungkin pelakunya.

"Di situasi tertentu dia kadang bisa agak manipulatif. Achlys kayaknya muak sama orang yang kamu sebut teman itu. Tapi balik lagi, dia juga mungkin aja nggak berniat sampai bikin cewek itu bundir. Kerjaan Achlys cukup rapi, jadi aku cukup kesulitan ngulik info lebih banyak. Dia juga punya cukup banyak orang rekrutan yang loyal, bukan bawahan aku dan sepenuhnya di bawah kendali Achlys. Meski aku akui selalu mata-matain dua adik aku, tapi Achlys agak lain, dia nggak bisa semudah itu dimata-matai. Paling kalau kamu mau, aku perlu lebih banyak waktu buat buktiin lebih banyak. Atau kamu bisa tanya langsung sama Achlys. Kemungkinan, kalau dia tahu kamu minta bantuan aku soal apa yang terjadi sama Anastasya. Dia pasti udah menduga cepat atau lambat kita bakal datang ke dia."

Aeris sama sekali tak menjawab, tatapannya kosong.

"Ay? Are you oke?"

Perempuan itu menatap sembarang arah. "Aku ..., aku harus hubungin Achlys."

"Bentar, kamu kayaknya harus tenangin diri dulu. Besok baru ketemu dia, aku temenin."

Aeris menatap lelaki itu.

"Aku nggak bisa tenang setelah semua omong kosong ini. Aku harus tahu apa yang terjadi! Ini semua harus cepat selesai."

"Aeris denger, aku pasti bantu masalah ini."

Aeris menggeleng. "Ini semua nggak masuk akal, Anastasya teman gue."

"Terima kenyataan, selama ini aku nggak bilang karena berusaha jaga perasaan kamu. Tapi ternyata salah, seharusnya aku bilang soal Anastasya dari lama."

Perempuan itu menutup wajahnya dengan tangan selama sesaat, lalu menghela napas panjang. Gale merengkuh Aeris dari samping.

"Gimana bisa aku nggak tahu dia suka sama kamu? Gimana bisa dia nyembunyiin semua itu dari aku?"

"Ini kenyataannya, ini maksud aku ketika sesekali bilang kamu terlalu baik, sampai nggak sadar sering dimanfaatin. Tapi di sisi lain, mungkin karena kamunya juga bodoh."





***







Cie yg pada nuduh Gale

Tapi ya lebih baik jangan percaya siapapun di cerita ini sih wkwk. Percaya sama diri sendiri aja, meski kadang diri sendiri juga nggak sepenuhnya benar

See you!

Gale's Dark SideWhere stories live. Discover now