17. Perkembangan

24.8K 2K 45
                                    

Setelah beberapa jam bersama Achlys, akhirnya Gale menjemput Aeris dan saat ini mereka berdua sudah berada di apartemen milik lelaki itu.

Aeris segera duduk di sofa ruang tengah. "Ayo cepat, gue pengen lihat," katanya setelah tadi bercakap-cakap di mobil mengenai video CCTV.

"Bentar." Gale ikut duduk di samping gadis itu, mengeluarkan laptop dari tasnya lalu menaruhnya di atas meja.

Ia menghidupkan laptop lebih dulu.

"Sayang, aku haus, ambilin minum," pinta lelaki itu.

"Tadi di mobil gue udah nawarin lo minum, tapi katanya lo nggak haus," Aeris merengut.

Gale masih fokus pada laptopnya. "Tadi nggak haus. Baru sekarang."

"Ck, ah."

"Kalau kamu malas ke dapur, aku nggak masalah sih minum dari kamu juga," kata lelaki itu sambil melirik dadanya sesaat, menatap tepat mata gadis itu lalu mengedipkan sebelah mata.

Gale kembali menatap layar laptop sambil menahan senyum jahil.

Sementara itu, Aeris melotot, paham betul maksud Gale. Raut wajahnya semakin masam.

"Nggak, dada gue nggak ada airnya."

Gale malah terkekeh. "Emang iya? Sini aku cek, kayaknya waktu itu ada," katanya menggoda.

"Ngomong gitu sekali lagi gue tampar lo ya!" ancam Aeris.

"Galak, kamu mau lihat videonya nggak? Kalau nggak mau nggak papa."

Perempuan itu mencebik, ia berdiri dan mau tak mau melangkah untuk pergi ke dapur mengambil air. Gale tersenyum, ia mengklik video itu, memindahkan pada saat Anastasya terlihat meski sebenarnya di CCTV pun cukup blur.

Ia menyandar pada sofa, memejamkan mata lalu menghembuskan napas pelan.

Setelah beberapa saat, Aeris datang dari arah dapur sambil membawa satu gelas air putih dan segelas jus jeruk.

Ia meletakan air putih di atas meja sementara jusnya ia minum sendiri.

"Ini videonya?" tanya Aeris.

Gale membuka mata, lalu mengangguk, mengambil air yang Aeris letakan di atas meja dan meminumnya sampai tersisa setengah gelas, lalu menaruhnya lagi.

Lelaki itu mulai memutar video, Aeris mendekat ke arahnya sambil agak mencondongkan tubuh melihat ke layar laptop.

"Lo lihat, itu teman lo sendirian lewat situ. Terus ada orang datang dan kayaknya nyegat dia."

Kening Aeris mengernyit, mereka yang ada di video itu pergi bersama dengan Anastasya. Sampai hilang dari pandangan CCTV.

"Ada video lainnya?"

Gale menghentikan video, menekan ikon 'x' di pojok kanan atas lalu berpindah pada file lain. Ia mengatur video itu sampai di waktu yang ia inginkan.

"Ini."

Terlihat Anastasya dan orang-orang itu pergi, melangkah ke arah parkiran dan menaiki sebuah mobil.

"Siapa orang-orang itu?" gumam Aeris.

"Mungkin pelakunya?"

"Tapi ..., Anastasya cerita sama gue jauh dari sebelum dia pergi ke party dan lost contact."

"Tapi bukan hal yang nggak mungkin kan orang-orangnya tetap mereka? Gue belajar harus waspada di setiap keadaan."

"Hm. Lo bisa cari tahu siapa mereka?"

Gale memijit bagian tengkuknya. "Ya."

"Lagian kenapa rekaman CCTV nya blur? Kan nggak bisa lihat siapa orang-orang itu," gerutu Aeris.

"Nanti gue ganti kameranya jadi HD." Tentu Gale hanya bercanda.

Aeris menatap lelaki yang kini menghentikan video itu. Ia mengembalikannya dan mematikan laptop.

"Thanks," ucap Aeris pelan.

"Apa?"

"Makasih, Gale," ucap perempuan itu lebih keras.

Gale tersenyum puas, sementara Aeris menyimpan jusnya di atas meja.

"Gue serahin semuanya ke lo. Gue nggak mau ngomong gini tapi lo pasti sibuk dan nggak punya waktu buat hal yang bukan urusan lo, jadi lo bisa minta apapun sebagai balasannya selama gue bisa mengabulkan itu."

Sebelah alis Gale terangkat. "Yakin?"

"Jangan yang aneh-aneh."

Lelaki itu tertawa. "Katanya apapun."

"Terserahlah."

Gale memeluk Aeris dari samping. "Bisa-bisanya lo mau direpotin sama orang yang udah mati."

"Lo ngomong gitu kayak orang yang nggak punya hati nurani."

"Gue punya hati, buktinya gue cinta sama lo."

"Tapi orang normal seharusnya bersimpati."

Gale tak memeluk Aeris lagi, kini mengarahkan perempuan itu agar duduk di pangkuannya.

"Gue normal, gue sering bersimpati sama lo, gue nafsu sama lo, gue ser-"

"Lebih baik lo diam." Aeris memotong ucapan lelaki itu dengan kesal.

"Gue bersimpati kalau gue mau."

Aeris memutar bola matanya. Perempuan itu melepaskan sweater rajut yang ia pakai dan menyisakan dress lengan pendek dengan bagian leher yang cukup tinggi.

"Kamu nggak gerah apa pake ginian daritadi?"

Aeris sudah meletakan sweaternya di sandaran kursi. Lalu mendelik sinis ke arah Gale.

"Salah lo, siapa suruh lo nyupang gue di sini waktu itu?!" katanya sambil sesaat menurunkan sedikit baju di bagian leher.

"Pakein concealer aja."

"Ogah, ribet."

Gale memeluk Aeris, mengecup pipi gadis itu dan ndusel di lehernya.

"Apapun kan?"

"Iya."

Lelaki itu mengurai pelukan, kini membingkai wajah Aeris dengan tangannya dan tersenyum penuh arti. Gale mendekatkan wajahnya, mencium bibir Aeris selama beberapa saat.

"Kamu jelas tahu apa yang aku mau."

Tentu saja Gale tak akan membuang waktu dan menyia-nyiakan kesempatan ini, Aeris tahu betul.

"Aku mau kamu, Ay."

***





Sampai ada yang protes lagi partnya pendek author nggak akan update cerita ini sebulan🤣🔪

Jangan lupa tinggalkan jejak!

See you!

Gale's Dark SideWhere stories live. Discover now