12 - RICHARD

282 31 0
                                    


Richard sedang mengelap rambut dan tengkuknya yang masih basah saat ponselnya berdering. Dia sempat mengabaikannya begitu melihat nama Ruri yang terpampang pada layar. Namun ketika Ruri kembali menelepon, mustahil bagi Richard tidak mengangkatnya. Maka menjepit ponsel di antara bahu dan telinga, Richard mendengar suara Ruri.

"Ada apa sih, Ru? Lo tahu jadwal gue jam segini pasti ke gym dan itu me-time gue."

Sejak pertama mempekerjakan Ruri sebagai asisten, Richard memang menegaskan bahwa aktivitas fisik penting untuknya. Dia pun menjelaskan supaya tidak dihubungi jika bukan sesuatu yang krusial—moto hidup Richard adalah segala hal yang berkaitan dengan pekerjaan bisa menunggu. Saat ini, Richard pun masih berharap Ruri menghubunginya demi memberikan kabar yang tidak bisa lagi ditunda.

"Gue belum lupa dan nggak akan pernah lupa karena lo ngingetin gue tiap detik." Richard memutar bola matanya menyadari Ruri bersikap berlebihan seperti biasa. "Gue punya kabar penting."

"Ya harusnya gitu, awas aja kalau nggak."

"Casting director Revulsion pengen ketemuan sama lo. Lo dapet callback. Katanya mereka sih mau liat chemistry lo sama kandidat aktris yang bakal jadi Claudia."

Tangan Richard yang sedang memasukkan handuk ke dalam tas terhenti mendengar berita yang sungguh tidak disangkanya. Dia berusaha menjaga ekspresinya agar tidak berlebihan mengingat dirinya belum benar-benar diterima. Namun mendapatkan callback adalah sebuah langkah yang membawanya lebih dekat ke peran Brian.

"Kapan?"

"Kok lo kedengeran nggak excited gitu?"

"Ru, gue nggak mungkin dong jingkrak-jingkrak di gym? Harus jaga imej," terang Richard santai. "Lagian, dapet callback bukan jaminan gue yang bakal dapet perannya, kan? Emang bener langkah gue jadi makin dekat buat meranin Brian, tapi tetep aja, bukan jaminan. Ntar kalau gue beneran dapet, baru gue bisa lega."

"Oke, alasan lo bisa gue terima. Callback-nya lusa. Lo nggak perlu bawa apa-apa. Mereka cuma mau kenal lo lebih deket sama chemistry test."

"Gue ada jadwal lain nggak?"

"Mereka awalnya minta ketemuan agak sore, tapi gue bilang lo udah ada appointment, jadinya mereka mau majuin jadi pagi. Jadwal lo cuma dua, pemotretan sore buat majalah TUXEDO plus dinner sama adik lo di Le Jardin. Awas aja kalau sampe lo lupa, Beth bisa-bisa ngambek nggak mau ngomong sama lo lagi."

Richard meringis, tahu bahwa kemungkinan Elisabeth, adiknya memberinya silent treatment cukup besar jika dia sampai mangkir dari janji makan malam mereka. Terlebih, menemukan waktu yang cocok di tengah kesibukan mereka berdua bukanlah sesuatu yang gampang. Beth jauh lebih sibuk, sih.

"Gue nggak lupa," bohong Richard. "Nanti lo anterin gue aja ke Le Jardin abis pemotretan, mobil gue lo bawa aja. Gue yakin Beth pasti dijemput sama sopir kantor, gue bisa nebeng."

"Oke. Ada lagi yang harus gue lakuin?"

"Kayaknya nggak ada. Ntar gue kabarin kalau ada yang kelupaan."

"See you later, then."

"Bye, Ru."

Begitu panggilan berakhir, Richard duduk di bangku sembari mengenakan sepatu. Senyum di wajahnya mengembang begitu lebar menyadari dia sudah melakukan hal yang benar saat audisi berlangsung. Namun senyum itu mendadak hilang ketika Richard tahu bahwa Jazmine bisa saja mendapatkan berita yang sama. Membayangkan dia beradu akting dengan perempuan yang sudah menyebarkan berita palsu tentangnya, membuat Richard mengerang malas.

REVULSIONOù les histoires vivent. Découvrez maintenant