32 - JAZMINE

234 24 1
                                    


"Udah siap, Jaz?"

Jaz mengangguk sekalipun tidak ada keyakinan dalam dirinya. "Let's do this!"

Mengunggah permintaan maafnya kepada Richard Ackles secara terbuka adalah salah satu keputusan terbaik yang pernah diambil Jaz, tidak peduli dengan konsekuensinya. Sekalipun namanya lebih sering disebut, baik di media sosial, portal berita gosip, atau infotainment di televisi swasta, belum lagi banyaknya tuduhan yang dialamatkan kepadanya, Jaz merasa tenang sudah melakukannya.

Satu hal yang tidak disukai Jaz adalah awak media yang tetap bersikukuh mendapatkan informasi langsung darinya. Padahal dengan jelas, Jaz mengatakan tidak ingin diganggu dengan pertanyaan yang sama. Namun hal itu tidak menyurutkan niat para reporter dan wartawan—terutama yang lebih berorientasi pada kabar sensasional dibandingkan kebenaran—untuk mengerubungi setiap kali sosoknya terlihat.

Kekacauan yang sudah diprediksinya dan Anggi ini membuat Jaz enggan meninggalkan rumah, bahkan beberapa hari terakhir dia sengaja tinggal di apartemen Daniel karena pria itu begitu resah dengan keselamatannya. Daniel sedikit memaksa Jaz agar mau tinggal di apartemennya. Setidaknya, apartemen Daniel punya pengamanan berlapis dibandingkan rumahnya. Namun Jaz harus berhati-hati supaya keberadaan Daniel tidak tercium media. Semua demi kebaikan pria itu.

Yang tidak diduga Jaz, dia juga mendapatkan banyak dukungan karena sudah berani bersikap jujur. Bahkan beberapa akun media sosial yang berfokus pada isu-isu feminisme, dengan gamblang mengacungi jempol atas sikap yang diambil Jaz. Seperti halnya dengan mereka yang berhasil viral—entah karena apa—banyak tawaran yang diterimanya hingga Jaz dengan tegas langsung meminta Anggi supaya menolaknya. Pilihan mengakui kesalahan secara terbuka bukan demi ketenaran, tapi demi kedamaian hatinya.

Namun ada satu hal yang ditunggu Jaz: reaksi Richard Ackles.

Selama lebih dari tiga hari, tidak ada respon dari pria itu, baik secara personal maupun lewat media sosial. Jaz berkali-kali mengingatkan diri agar tidak berharap banyak mengingat tujuannya sudah tercapai, yaitu secara terbuka memohon maaf atas sikapnya yang teledor. Terlepas dari pria itu akan memberikannya atau tidak, seharusnya bisa dikesampingkan oleh Jaz. Namun ada bagian dari hati kecilnya yang sangat berharap, maaf itu akan diberikan Richard. Dia bahkan sudah menghubungi beberapa pengacara sebagai antisipasi jika Richard menempuh jalur hukum. Jaz tentu berharap permasalahan mereka tidak akan sampai ke meja hijau.

Sampai sore ini, ketika sedang bersama Anggi di apartemen Daniel untuk mengamati perkembangan tentang dirinya, sebuah notifikasi membuat keduanya saling berpandangan. Ketika Anggi mengeceknya, mulutnya menganga dan tangannya langsung menunjukkan ke arah Jaz alasannya.

Richard Ackles mengunggah sesuatu dan pria itu menyebutkan akun Jaz di sana.

Dengan segera, Jaz dan Anggi memutuskan untuk melihat bersama-sama unggahan seperti apa. Dalam hati, Jaz hanya berharap pria itu tidak akan mewujudkan ketakutan terbesarnya, yaitu menempuh jalur hukum.

Alih-alih pernyataan terbuka seperti yang dilakukan Jaz, pria itu mengunggah video dan menon-aktifkan kolom komentar. Jaz menelan ludah sementara jantungnya berdegup begitu kencang. Setelah memberikan anggukan pelan, Anggi memencet posting-an tersebut dan suara Richard terdengar.

"Halo semuanya, saya membuat video ini sebagai balasan atas permintaan maaf yang dilakukan Jazmine secara terbuka beberapa hari lalu. Saya perlu berpikir jernih supaya setiap kalimat yang saya ucapkan tidak disalahartikan, baik oleh Jaz, awak media, atau orang lain." Richard tampak membasahi tenggorokan, tetapi pandangannya tidak beralih dari kamera. "Saya jelas berbohong jika mengatakan tindakan Jazmine kepada saya tidak punya konsekuensi. Banyak kerugian finansial yang saya alami, dan juga pekerjaan yang hilang karena tuduhan itu. Belum lagi perundungan dan penghakiman yang saya dapatkan tanpa henti yang jelas berpengaruh ke mental saya. Hanya saja, saya nggak mau jadi orang pendendam meskipun bisa saja saya membawa masalah ini ke ranah hukum. Hanya saja," Richard menggeleng, "kapan selesainya jika saya terus meributkan masalah ini? Jadi buat Jazmine, saya terima permintaan maaf kamu. Let's move on from this issue and learn from the mistake. Buat temen-temen media, saya harap nggak ada lagi pertanyaan atau berita yang membuat isu ini jadi nggak selesai. Let's end this right here and right now. There's no news here." Richard lantas tersenyum tipis, cukup untuk membuat siapa pun yang mengidolakannya merasa diistimewakan. "Thank you for all your support and have a nice evening. Bye."

Begitu video berakhir, Jaz mengembuskan napas yang sempat tertahan. Matanya berair, tapi dia segera menyekanya. Pandangannya dan Anggi bertemu sebelum asistennya tersebut menyunggingkan senyum tipis.

"Kamu bisa lega sekarang, Jaz."

Jaz mengangguk. "Tapi apakah gue akan bisa lepas dari perasaan bersalah sama dia?"

"Aku rasa, cuma waktu yang bisa jawab pertanyaan itu, Jaz. Yang penting sekarang, nggak ada tuntutan hukum dari Richard, dia terima permintaan maaf kamu, dan next time kalian ketemu buat Revulsion, aku harap nggak ada lagi argumen atau keinginan buat saling menyakiti. Semuanya udah selesai seperti kata Richard."

Satu ide kemudian terlintas dalam pikiran Jaz. "Nggi, lo bisa tolongin gue nggak?"

"Oke, apa pun yang akan kamu minta dari aku sepertinya bukan hal biasa," tebak Anggi.

"Gue nggak tahu apakah ini ide bagus atau nggak, tapi kalau lo bisa, gue pengen donasi ke organisasi yang biasa didukung Richard, atas nama dia, dan gue nggak mau orang lain tahu. Seenggaknya, itu bisa ngurangin perasaan bersalah gue, meskipun nggak banyak."

Anggi hanya diam, tetapi detik berikutnya dia memeluk Jaz. "Jaz, aku nggak nyangka akan denger kamu bilang begitu. Of course, I will find any information about that. Nanti kalau udah ketemu, aku kabari."

Untuk pertama kalinya sejak mendengar balasan Richard, senyum Jaz tersungging. "Thanks, Nggi."

Mereka berdua lantas menoleh begitu mendengar pintu apartemen terbuka dan Daniel muncul membawa satu buket bunga yang begitu besar. Pria itu seperti tidak menduga akan melihat Anggi karena langkahnya tiba-tiba terhenti.

"Oh hi Anggi, aku tidak tahu kamu ada di sini."

Dengan segera, Anggi bangkit dari sofa dan memberikan pandangan penuh arti ke arah Jaz. "Aku udah mau pulang, kok. Urusan sama Jaz udah selesai."

"Are you sure? I can come back later."

"Daniel, ini apartemen kamu. Tentu saja aku yakin." Anggi meraih tasnya sembari berujar, "Nanti aku kabari lagi soal permintaan kamu."

Jaz hanya mengangguk. "Ati-ati di jalan."

Setelah Anggi berpamitan ke Daniel dan sosoknya menghilang, Jaz menatap pria yang masih belum bergeser dari posisinya. "Lo ngapain bawa buket bunga segede itu?"

Dengan senyum di wajah, Daniel lantas menghampiri Jaz dan mendaratkan ciuman singkat. Dia mengulurkan buket bunga mawar yang Jaz tahu, harganya mungkin bisa memberi makan satu kampung. "Aku baru saja melihat video balasan dari Richard. He's such a gentleman, and I'm glad that he didn't press charges against you."

Jaz menerima buket bunga mawar berwarna putih itu sebelum mencium Daniel dan mengucapkan terima kasih. "Jadi lo beli buket ini barusan?"

Daniel mengangguk. "You deserved it."

"Gue nggak mau nebak harganya berapa, karena kalau tahu, gue pasti ngerasa bersalah karena lo udah buang uang banyak cuma buat ini."

Daniel kemudian mengambil satu tempat kosong di samping Jaz dan memandang perempuan itu lekat. "Jaz, aku nggak pernah merasa membuang uang untuk perempuan yang aku cintai. But if you want something else next time, please let me know."

Dengan cepat, Jaz menggeleng. "Gue cuma mau lo nggak berhenti bersikap kayak gini ke gue. Cewek mana pun bakal seneng diperlakuin begini, Daniel." Sejujurnya Jaz memang merasa sangat dimanjakan oleh Daniel dan dia tidak mau Daniel berhenti memberinya perhatian lebih.

"Setelah apa yang kamu lalui, rasanya yang aku perbuat ini nggak seberapa."

"Thank you. I really appreciate it."

"Kamu dandan yang cantik, ya? Aku sudah pesan meja di Turkois buat malam ini." Melihat reaksi Jazmine, dengan cepat Daniel menggenggam tangan perempuan di sampingnya. "Kamu nggak perlu khawatir soal media. Aku sudah minta mereka untuk menyiapkan tempat yang cukup privat supaya kita bisa menikmati makan malam dengan tenang."

"Daniel, lo—"

"Please? Aku nggak mau kamu bicara soal apa-apa lagi."

Meski sebenarnya Jaz lebih ingin pulang ke rumah dan meringkuk di sofa, dia mengangguk. Dia tidak ingin mengecewakan Daniel. "Okay, aku harus mandi dan dandan sekarang."

"Thank you, Jaz."

REVULSIONWhere stories live. Discover now