60 - AFTER RED BAMBOO

222 31 4
                                    


"Gimana? Lo jadi yakin soal Evan atau masih belum?"

Pertanyaan tersebut diajukan Jaz tidak lama setelah mereka keluar dari Red Bamboo. Selepas berbicara empat mata dengan Richard, mereka kembali menghampiri Mina dan Evan. Perhatian Jaz tentu tertuju pada Evan, dia memperhatikan gerak-gerik pria itu meskipun baginya, ekspresi yang ditunjukkan Evan biasa saja.

Hanya saja Jaz memang harus mengakui bahwa Evan dan Richard punya kesamaan yang sulit ditepis. Keduanya sama-sama tinggi, berwajah khas pria yang dalam darahnya mengalir dua budaya, kulit Evan jauh lebih putih bersih—mungkin karena Richard tinggal di Bali dan lebih sering beraktivitas di luar ruangan hingga membuat kulit pria itu sedikit lebih gelap—tetapi secara umum dan mengabaikan perbedaan yang ada, Richard dan Evan adalah dua individu yang mirip secara fisik. Sangat masuk akal jika Mina yang dalam keadaan mabuk, keliru menganggap Evan sebagai Richard.

Namun Jaz menahan diri untuk mengutarakannya di depan Mina. Dia tidak ingin mempengaruhi pendapat Mina mengenai Evan, dan justru menambah beban pikiran sahabatnya tersebut.

"Aku ngerasa aneh, Jaz," ujarnya begitu mobil yang disetiri Jaz sudah menembus jalanan Jakarta. "I feel like I've known him, but at the same time, he looks like someone I've just met."

Jaz bergumam pelan menanggapi jawaban Mina. "Selama lo masih belum ngerasa positif, gue akan selalu pakai pengandaian tiap kali kita ngobrolin Evan, oke?" Setelah mendapatkan anggukan dari Mina, dia melanjutkan, "Andaikan memang bener kalian berdua ada di pesta itu, gue yakin kalian pasti ngobrol sebelum kalian tidur bareng. Masalahnya gue nggak tahu apakah pas kalian ngobrol itu, posisi lo udah teler atau paling nggak, udah setengah mabuk, jadi bayangan soal Evan kabur di ingatan lo." Jaz memikirkan ini ketika melihat interaksi Mina dan Evan tadi. "Sementara Evan keliatan seperti cowok yang kuat minum—gue harus cross check ini ke Richard—jadi ada kemungkinan, dia sangat sadar pas kalian ngobrol dan bawa lo ke tempat tidur. Kalau emang kayak gitu situasinya, berarti dia pinter banget nutupin kekagetannya pas kalian ketemu tadi. Gue yakin, dia nggak lupa siapa lo karena pas tuduhan ke Richard belum terbukti dulu, dia pasti tahu itu lo. People just don't forget that easily, Mina."

Teori yang baru dia sampaikan itu terdengar begitu masuk akal bagi Jaz. Namun memang tidak ada cara untuk membuktikannya selain bertanya langsung kepada Evan. Sementara mereka masih memerlukan bukti sebelum bisa meminta pria itu mau untuk melakukan tes DNA. Ketakutan Jaz masih sama: mereka salah orang, dan Evan bukan pria yang meniduri Mina. Jika itu terjadi, mau tidak mau, mereka akan kembali ke titik awal, dan tidak lagi punya petunjuk.

"Nanti coba aku cari-cari lagi di clutch yang aku bawa malam itu. Mungkin ada petunjuk yang keselip atau apa yang selama ini nggak aku perhatikan."

"Kita berasa kayak ada di cerita-cerita detektif yang dulu pernah lo suka banget itu," ujar Jaz mengingat bahwa misi mereka kali ini memang menemukan petunjuk, tidak berbeda dengan kinerja para detektif dalam cerita fiksi. "Tapi lo siap kan dengan kemungkinan terburuk?"

"Misalkan Evan bukan ayah Brandon?" tebak Mina. Jaz lantas mengangguk. "Seperti aku bilang dulu, aku mutusin buat jaga kandungan karena aku mau, Jaz. Sampai detik ini pun, nggak ada penyesalan karena udah ngelahirin Brandon. Aku cuma mau tahu jawaban yang harus aku berikan kalau suatu saat Brandon nanya. I don't expect anything in return from Evan, if he turned out to be Brandon's father."

Ada satu pertanyaan yang sangat ingin diajukan Jaz, tapi dia belum punya kesempatan untuk mengutarakannya hingga detik ini.

"Lo bisa janji satu hal nggak sama gue?" tanya Jaz melirik Mina yang memandangnya. "Gue pengen lo bisa jatuh cinta lagi, Mina. Gue nggak pengen lo kemudian nyerah buat buka hati lo. You deserve to be loved, wholeheartedly, by a nice guy. Yang bisa nerima lo dan Brandon, dan bisa memperlakukan lo dengan baik. Gue tahu lo pasti nggak mikir ke sana karena Brandon, karena lo harus jadi single parent, dan karena lo cewek yang sangat independen. Tapi gue berharap ada yang bisa jagain lo dan Brandon meski lo sendiri capable buat ngelakuin itu."

REVULSIONWhere stories live. Discover now