37 - RICHARD

207 29 2
                                    


Meskipun sesekali Richard mengiyakan ajakan para kru Revulsion untuk hang out setelah syuting selesai atau jika mereka selesai lebih cepat, kadang dia ingin kembali ke vila dan bersantai. Tubuhnya cukup lelah, terlebih lagi emosinya. Memerankan Brian ternyata tidak segampang yang dibayangkannya. Dengan film-film aksinya, setiap kali lelah menyerang, Richard bisa pijat atau sekadar pergi ke sauna, maka letihnya akan bisa ditoleransi. Namun lelah secara emosi? Dia tidak tahu cara untuk mengatasinya.

Begitu mendaratkan tubuhnya di atas sofa selepas menandaskan satu gelas air putih, Richard memegang ponselnya tepat ketika nama Beth muncul di layar. Sekalipun heran—karena tidak bisa Beth menelepon tanpa mengabari lebih dulu—Richard langsung mengangkatnya.

"Is everything okay?" sapa Richard, memastikan telepon dari Beth bukanlah emergensi.

"Of course, why?"

Richard bisa membayangkan reaksi Beth ketika mengatakannya. Tidak jauh berbeda dengannya setiap kali dilanda bingung. "Tumben lo telepon nggak ngabarin dulu. Ya jangan salahin misalkan gue mikir lo kenapa-kenapa."

"I did that on purpose," balas Beth. "Aku udah on the way ke vila kamu. ETA is around," ada jeda sebentar sebelum suara Beth kembali terdengar, "fifteen minutes?"

Mendengar itu, Richard langsung menegakkan tubuh. "What? Lo kenapa nggak ngabarin biar bisa gue jemput?"

"Rick, aku bukan anak kecil lagi yang harus dijemput, ya? Lagipula Ruri udah kasih tahu jadwal kamu hari ini, dan dari informasi terakhir, kamu udah selesai syuting dan langsung pulang ke vila."

Mulut Richard sudah terbuka untuk membalas keberatan Beth memberi tahunya, tetapi kemudian dia mengatupkannya kembali. "Lo ada urusan ke Bali?"

"Ada yang janji ngajak liburan bareng, tapi mungkin orangnya lupa."

Richard meringis sembari memijat pelan pelipisnya, paham dengan maksud kalimat Beth. Dia memang belum menepati janji untuk liburan berdua bersama adiknya. "Jadi lo ngundang diri lo sendiri ke Bali buat nyusul gue? Tapi gue di sini kerja, Beth, gue nggak—"

"Yes, I know that, Richard Ackles, My Clueless Brother." Terdengar sayup suara Beth yang sepertinya sedang berbicara dengan sopir yang membawanya dari bandara. "Tapi esensi liburan kita sejak kapan diisi dengan benar-benar santai? One of us is always working, even on holiday. Hanya nggak full. Aku bisa menghibur diri sendiri kalau kamu syuting. Tapi kalau kamu selesai, aku berharap kita bisa spend time together."

"Tapi nggak usah protes kalau di vila nggak ada apa-apa."

"Memangnya di apartemen kamu sering penuh sama makanan?"

Ejekan itu ditanggapi Richard dengan senyum lebar. "Perlu gue gelarin karpet merah?"

"Ya ya ya," balas Beth mengabaikan pertanyaan Richard yang penuh dengan sarkasme tersebut. "Okay, I'll see you in a bit."

Begitu sambungan berakhir, Richard dengan segera bangkit dari sofa dan sedikit merapikan vila. Meskipun ada staf yang datang setiap hari untuk membersihkan bangunan yang ditinggalinya, Richard tahu standar Beth seperti apa. Setelah memastikan semua benda berada di tempat seharusnya, Richard membuka pintu ketika mendengar suara mesin mobil.

Benar saja, dia mendapati satu taksi berhenti tepat di depan gerbang. Berlari kecil, dia segera menghampiri gerbang dan membukanya. Beth masih belum turun.

"Bawa banyak barang?" tanyanya begitu melihat Beth keluar dari mobil dan langsung mendekatinya. Dia membalas kecupan di pipi adik perempuannya sebelum sopir yang membawa Beth mengeluarkan satu koper berukuran sedang dan satu tas jinjing.

REVULSIONWhere stories live. Discover now