38 - JAZMINE

200 31 1
                                    


Jaz tidak mampu menyembunyikan senyum ketika dia mendapati Daniel sudah menunggu di lokasi syuting. Begitu memastikan dia tidak perlu mengulangi adegan dan semua bagiannya hari ini selesai, Jaz langsung menghampiri Daniel dan mengecup kedua pipi pria itu.

"Lo beneran ke sini?"

"Of course. I promised you, didn't I?" Daniel kemudian mengedarkan pandangan ke setiap pojok lokasi syuting yang mampu dijangkau penglihatannya sebelum kembali menatap Jaz. "Aku nggak pernah menyangka akan bisa melihat proses pembuatan film secara langsung."

Menyaksikan Daniel yang tampak begitu terkesan, Jaz menyejajarkan langkah hingga berdiri di samping pria tersebut. "Dan lo cuma liat sebagian kecil. Mau liat bagian-bagian yang lain?"

Daniel tampak menimbang tawaran Jaz tersebut, tetapi kemudian dia menggeleng. Dia lantas meraih tangan Jaz dalam genggamannya. "Lebih baik aku menghabiskannya dengan kamu, Jaz. Aku datang ke sini buat kamu."

"Lo nginep di mana?"

"Nggak jauh dari hotel kamu, jadi aku lebih dekat kalau mau ajak kamu keluar."

"Nggak level ya hotel tempat gue nginep sama lo?" goda Jaz, tahu bahwa standar Daniel tentang akomodasi cukup tinggi mengingat kehidupan profesionalnya dekat dengan banyak hal yang berbau kemewahan.

Mendengar itu, Daniel tergelak. "Lebih karena aku nggak mau ganggu konsentrasi kamu karena kalau aku menginap di tempat yang sama, yang ada aku nggak bisa menahan diri buat nggak mengajak kamu keluar."

"Nice excuse, Mr. Daniel." Jaz lantas melongok, seolah mencari seseorang. "Richard kayaknya udah balik, sih. Dia pengen ketemu lo."

Mendengar itu, Daniel mengerutkan kening. "Richard lawan main kamu?" Ketika Jaz mengangguk, kerutan di kening Daniel semakin dalam. "Kenapa?"

"Nggak tahu, tuh. Katanya dia nggak mau lo curiga sama dia." Jaz mendengus cukup keras. "Padahal gue udah bilang lo bukan tipe cemburuan, tapi sepertinya dia lebih lega kalau kenal lo. Coba aja lo tanya dia kalau ketemu ntar."

"Memangnya dia melakukan apa, Jaz?"

Menangkap rasa penasaran yang begitu besar, Jaz menanggapinya dengan gelengan pelan. "Dia nggak ngapa-ngapain, Daniel. Kan kadang Raya sama Priya—sutradara sama penulis naskah—minta kami buat hang out berdua aja supaya chemistry peran kami nggak ilang, apalagi sebelum adegan-adegan romantis. Mungkin dia takut lo curiga kali."

"Aku suka alasan dia, tapi aku juga tahu ini pekerjaan kamu. Ketika aku meminta kamu jadi pacarku, aku juga tahu konsekuensinya. So it should be no problem. But I'd love to meet him if he wants to."

"Ya udah, kita balik aja, yuk! Mungkin ntar gue bisa ngabarin kapan kalian bisa ketemuan."

"Aku mau dengar semua cerita kamu."

Ketika mereka berjalan meninggalkan lokasi, beberapa kali Jaz mendapatkan pandangan dan senyuman yang hanya bisa dia artikan sebagai satu hal. Mereka bertanya-tanya siapa pria yang menggandeng tangan Jaz dan berjalan di sampingnya. Bahkan Priya yang berpapasan dengannya pun, sempat menyenggol lengannya dan berbisik, "Cocok nih dia buat jadi karakter dalam ceritaku, Jaz. Boleh dipinjem sebentar, nggak?" yang ditanggapi Jaz dengan tawa sebelum dia memperkenalkan keduanya.

Beruntung Daniel justru tergelak mendengar ide yang dilontarkan Priya. Bahkan pria itu menanggapinya dengan santai.

"Lo beneran nggak capek harus ke sini?" tanya Jaz begitu mereka sudah berada di mobil dan mulai meninggalkan lokasi syuting.

"Aku nggak merasa lelah, Jaz. Jadi kamu bisa berhenti buat khawatir. Aku nggak akan ada di sini misalkan aku merasa nggak mampu secara fisik. But I am okay." Daniel mengulurkan lengan untuk mengelus pipi Jaz lembut. "Kamu lapar? Kita bisa pesan room service atau makan di restoran kalau mau. But I've had enough of this traffic."

REVULSIONWhere stories live. Discover now