relieved

518 54 0
                                    


"E..eh itu..aku menemukannya di bawah meja itu."ucap Rian gemetaran sembari menunjuk ke bawah sebuah meja didekatnya.

Setelah mendengar hal itu Alexander kembali ke keadaan semula menjadi pribadi yang murah senyum dan bahagia.

"Oh baiklah, tunggu apa kau sudah menemukan barang yang ingin kau bawa?."

"Eh..eh ma..masih belum."ucap Rian kebingungan akibat perubahan sikap Alexander.

"Cari dulu gih, hitung-hitung aku mau nyari sesuatu."

"Baiklah."

Setelah percakapan itu Alexander dan Rian pergi ke jalurnya masing-masing, Rian tertarik dengan sebuah gelang yang memiliki ukiran dua kepala burung elang dan bunga yang indah.

Sedangkan disisi Alexander dengan lembaran yang ditemukan oleh Rian.

Alexander mengucapkan sebuah kalimat.

"[FIRE RESTORATION]".

dan seketika ada sebuah buku yang muncul ditangan Alexander, dengan buku itu dia menggabungkan lembaran tadi menjadi salah satu halaman disana.

"Akhirnya aku mampu menyembuhkanmu." Ucap Alexander dengan senyum menyeringai.

"Hei apa yang kau lakukan Alexander?."

Tiba-tiba Rian muncul dengan memakai gelang yang tadi dia dapatkan.

"A..apa kau sudah menemukan apa yang kau inginkan?."tanya Alexander.

Anehnya buku yang tadi dia pegang menghilang begitu saja menjadi abu.

"Ya begitulah, aku mengambil gelang ini tidak apa-apa kan?." Tanya Rian sembari menunjukan gelang yang dia maksud.

"Ya, ambil saja sekarang ayo kita keluar."

"Ok."

Singkat cerita Mereka keluar dari  tempat itu, Alexander menutup kembali pintu masuk ke dalam sana dengan sekop dan dibantu Rian dengan menggunakan sekop yang entah darimana dia dapatkan juga.

Setelah itu mereka berjalan meninggalkan tempat itu sembari memulai pembicaraan kecil.

"Hahaha.. apa kau menyukainya? Saat ujung pedangku mencium mulutmu?, Sampai saat ini aku masih tertawa mengingatnya." Ucap Alexander sembari tertawa terbahak-bahak.

"Kagak lah, siapa coba yang suka kena tebasan pedang kayu di mulutnya."balas Rian, walau dia terlihat marah akan tetapi sebenarnya dia juga tertawa akan hal itu.

"Haha... Aku masih mengingat pertemuan pertama kita sebulan lalu."

Tiba-tiba Alexander mengalihkan pembicaraannya membuat Rian sedikit bingung.

"Ya.. aku bahkan masih mengingat disaat kau datang ke kamarku dihari pertama aku disini untuk mengajakku latihan bersama." Balas Rian sembari tersenyum kepada Alexander.

"Oh ya, waktu itu aku memang tidak pernah mempunyai teman laki-laki jadi disaat aku melihat ada seorang anak yang seusiaku aku menjadi bersemangat untuk menemuinya."

"Bukannya kau adalah seorang bangsawan?, Seharusnya kau punya banyak teman dengan bangsawan lain kan?."

"Ya.. aku dulu memang mempunyai beberapa teman bangsawan, akan tetapi itu dulu, ketika aku masih polos."

"Apa maksudmu?."

Disaat itu Rian menyadari bahwa saat ini Alexander akan mulai menceritakan sesuatu tentang dirinya.

"Dulu ketika aku masih berusia sekitar sembilan tahun aku mempunyai beberapa teman bangsawan, mereka sangat baik dan berasal dari berbagai bangsawan kalangan atas."

"Aku yang cenderung pendiam itu sangatlah senang mendapatkan teman baru, sebelum aku menyadari bahwa semua itu adalah delusi belaka."

"Ketika aku dan mereka bermain di rumah salah satu temanku itu, aku izin pamit untuk pulang karena ayahku memang sedang sakit."

"Akan tetapi ketika aku sudah hampir keluar dari rumah itu bersama penjagaku, aku melupakan sesuatu yang penting di kamar tempat aku bermain tadi."

"Dan disaat aku sudah sampai di depan kamar itu, aku mendengar percakapan yang dilakukan teman-temanku dulu."

"Mereka mengolok-olok diriku sebagai bangsawan yang kaku serta culun, dan lebih parahnya  lagi mereka menyebut ayahku sebagai bangsawan yang rendahan dan tidak kompeten."

"Mendengar hal itu, aku lantas mendobrak pintu kamar itu dan menghajar mereka semua."

"Aku yang saat itu dipenuhi rasa amarah tidak peduli walau ada penjaga yang menghentikanku untuk menghajar mereka akan tetapi seakan-akan kekuatan fisikku melebihi mereka aku malah menghajar mereka juga."

"Disaat itu aku menyadari bahwa semua orang hanya ingin berteman dengan diriku karena aku adalah anak dari seorang Duke."

"Dan berakhir hubungan ayahku dan para bangsawan yang bersangkutan itu menjadi retak."

"Aku sempat di marahi oleh ayahku tapi aku membela dengan alasan mereka menghina  harga diri keluargaku."

"mendengar hal itu ayahku hanya bernafas lega, dia hanya memberiku satu kalimat yang mungkin sedikit mengubah alur pikiranku."

"JIKA ITU YANG MENURUTMU TERBAIK MAKA LAKUKANLAH TAPI JANGAN SAMPAI TERLENA HINGGA MENGANGGAP KEBURUKAN SEBAGAI YANG TERBAIK."

"Ya, ini kata-kata agak lebay menurutku tapi dengan kata-kata ini aku sedikit demi sedikit berubah menjadi pribadi yang lebih baik."

Alexander bercerita sampai tak sadar bahwa mereka sudah sampai di depan rumah Alexander.

"Hufft...dikhianati teman ya, aku mengerti rasanya."ucap Rian sembari menunduk ke tanah.

"Hey, jangan dipikirkan lah sekarang hari terakhirmu jadi ayo bersenang-senang untuk terakhir kalinya."

Alexander berlari masuk ke dalam rumahnya meninggalkan Rian yang sedang berdiri di depan pintu.

"Hey jangan tinggalkan aku bajingan!!."

Mereka menghabiskan waktu bersama, bukan hanya dengan Alexander akan tetapi dengan keluarga lainnya termasuk sang ksatria Merry.

Rian bermain bersama hingga siang hari, waktu yang memang agak telat bagi jika Rian ingin meninggalkan tempat itu.

"Agh.. sepertinya aku harus berangkat sekarang." Ucap Rian kepada semua yang berada di ruang bermain keluarga itu.

"Tu..tunggu kau bahkan belum.."ucapan Alexander dipotong oleh jari ayahnya yang berada di mulutnya.

"Sudah Alexander, ini memang waktunya."

Mendengar hal itu membuat Alexander menjadi murung.

bagaimana tidak dia baru saja mendapatkan teman setia yang bahkan tidak memandang hartanya ataupun kedudukannya.

Tapi waktu berjalan begitu singkat karena temannya ini akan pergi meninggalkan dirinya.

Rian's journey in another worldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang