32. WARNA-WARNI PERTEMANAN

18 4 0
                                    

Mulmed : Caitlyn Junpei, kalo senyum lagi bahagia, kalo manyun lagi ngambek, kalo banyak masalah ya keliatan. Gak bisa menyembunyikan perasaan.

"Kalo berusaha jangan lupa disertai doa. Belum berhasil? Ada yang lebih baik menanti di depan sana. Tuhan tidak akan membiarkan hal buruk menimpa hamba-Nya."
—Caitlyn Junpei

VOTE DULU ⚠ BACA PERLAHAN 1700 KATA ⚠ RAMAIKAN DENGAN KOMEN DAN JANGAN LUPA SHARE KE BESTIE KALIAN ❤❤❤
CMIIW - Correct Me If I'm Wrong

___________________________

32. WARNA-WARNI PERTEMANAN
___________________________

     Langit tertutup awan putih. Di ufuk timur sana muncul retakan cahaya berusaha menyingkirkan awan yang tak mau membiarkan sinar sang surya sampai ke bumi.

     Caitlyn melihat kakak kelas sedang bermain basket di lapangan bawah sana dari lantai dua gedungnya. Terlalu fokus sampai kertas berisi soal Akuntansi jatuh melayang ke bawah sana. Caitlyn menuruni gedung I dari lantai dua menuju lantai satu. Di halaman paving ia menemukan kertas itu lalu segera mengambilnya.

     "AWAS BOLA!"

     'Wush'

     'Wush'

     'Dugh'

     Bola basket yang sekarang menggelinding bisa saja mengenai Caitlyn jika Yuri tak datang menghadang bola itu. Tak ingin Yuri terkena bola itu, Sakya ikut menghadang. Jadi, punggung Sakya yang kena.

     "Lo gak papa, Lyn?" tanya Pandu datang bersama Jakti dari kantin.

     "Gak papa, Pan. Itu Sakya yang kena," jelas Caitlyn menatap Sakya yang sedang diikuti Yuri karena cowok itu linglung sebab kaget.

     Jakti melempar bola basket itu kembali ke lapangan. Cowok kelas dua belas sedang basketan.

     "Sakya kamu gak papa?" tanya Yuri sambil mengikuti Sakya yang sedang menaiki tangga menuju lantai dua gedung I, Akuntansi.

     "Hah? Iya. Gak papa." Benar-benar terlihat sangat bingung.

     "Itu toilet cewek, Sak. Kelasnya di depan sana. Jalan lagi," kata Yuri lalu mendorong punggung Sakya sampai tiba di kelas. Sesekali ia membersihkan debu dari bola yang meninggalkan bekas di punggung kemeja coklat muda.

     Saat detak jantung normal kembali dan suasana di sekitarnya lebih tenang, saat itulah Sakya tak lagi bingung seperti orang linglung.

     "Satu tambah satu berapa, Sak?" tanya Yuri memastikan Sakya yang duduk di kursi cowok itu sudah normal lagi atau belum. Ia masih berdiri di samping Sakya.

     "Dua," balas Sakya.

     Pandu duduk di kursi mejanya. "Jendela lah. Masih linglung elo, Sak," katanya, bercanda.

     Jakti yang lewat menciptakan angin dingin yang merayap ke leher Yuri dan wangi parfum cowok. "Kita lah. Satu perwakilan aku, satu perwakilan kamu. Aku dan kamu adalah kita."

     Jakti duduk di kanan Sakya dan di depannya ada Pandu.

     "Jangan dengerin mereka, Ri. Nanti ketularan bucin. Sana duduk aja di kursi kamu," kata Sakya membuat Yuri berjalan ke tempat duduknya.

     "Ekhem ekhem. Aku kamu. Acie. Cie. Cie," ujar Jakti meledek teman semejanya.

     Pandu selalu tertawa saat teringat melihat Sakya dan Yuri waktu itu di rumah Sakya. "Seminggu, Sak, traktir gue."

Playboy TsundereDonde viven las historias. Descúbrelo ahora