13

4.8K 455 13
                                    

"Berhati-hatilah dengan sikapmu. Karena sikapku cerminan sikapmu dengan versi terburuk."

~Janu~

~Happy Reading~

Mahen menatap Sean yang tertidur nyaman di pangkuannya. Mahen sempat ingin melepaskan Sean namun anak itu tidak mau dak terus merengek. Akhirnya ia membiarkan si manis itu tertidur nyaman di dekapannya.

Sepertinya ia memang harus memberi Ricky pelajaran. Berani-beraninya anak itu menyembunyikan keberadaan Sean, adiknya yang di kabarkan meninggal dua belas tahun yang lalu.

Mahen penasaran bagaimana reaksi anak ini jika tau ia merupakan bagian keluarga Bramanty. Di lihat dari sepak terjangnya dan ke empat teman sepermainannya, bisa saja Sean memanfaatkan nama keluarga. Tapi siapa peduli. Itu tidak sebanding dengan rasa sakit yang Sean lalui.

"Abang minta maaf, Gevariel."

Sayang sekali, Keluarga Bramanty belum mengetahui kehidupan Sean yang sebenarnya. Kehidupan kelam yang jauh di bandingkan anak-anak penerus Bramanty yang lain. Baru Ricky yang sedikit mengetahuinya.

Kamar yang ia tempati tidak kedap suara. Ia masih dapat mendengar adik-adik nya jika mereka menggunakan nada tinggi.

PRANG

BRAK

Mahen tersentak mendengar suara barang pecah. Sepertinya baru saja meja di pojok ruangan terjatuh. Sebab hanya meja itu yang memiliki barang mudah pecah dan mudah terjatuh.

Baru saja Mahen hendak berdiri. Sebuah tangan lebih dulu mencengkram lehernya. Tidak kuat atau memang belum di kuatkan. Mahen melirik tangan mungil yang berada di lehernya.

"Siapa yang ngebolehin lu nyentuh gw."

Mahen tersenyum miring. Di lepasnya cengkraman itu dengan mudah.

"Udah bangun?"

Sean yang awalnya bersandar pada leher yang lebih tua, kini berhadapan langsung dengan wajah Mahen. Dapat Mahen lihat wajah datar penuh rasa tidak suka.

"Lu gak buta, ngapa gw bisa sama lu?"

"Why not? Aku abangmu." Sean hampir memukul Mahen dengan tangan satunya namun Mahen lebih dulu menahannya.

"Lepas."

"Kalo gak mau?"

PRANG

"SAYUDHA!!"

"Ricky."

Sean menyentak tangan Mahen dan turun terburu turun dari pangkuan yang lebih tua.

"Berhenti ditempat mu Gevariel."

Sean terhenti di depan pintu menggenggam erat gagang pintu itu. "Gw gak ada urusan sama lu." Sean membuka pintu kamar minimalis itu. Namun matanya langsung membola marah melihat pemandangan yang di suguhkan.

"RICKY!!"

Sean berlari menghampiri Ricky yang tersungkur di lantai di bawah jendela.

"Bang Riel."

Sean memeluk Ricky erat. Bagaimana mungkin ia sanggup melihat seseorang yang ia sayangi terluka seperti ini. Ia menatap Vante yang tepat berada di depan pandangannya dengan tatapan kebencian. Ia tidak sadar saat berlari tadi.

"Riel."

"Berani-beraninya kalian."

Nafas Sean memburu menahan marah. Ia benci. Ia benci melihat Ricky terluka. Anak itu jauh dari kata baik-baik saja. Ia memang sudah tidak di rantai lagi namun anak itu penuh luka. Di beberapa bagian wajahnya lebam serta sudut bibirnya terluka. Bahkan sepertinya sebentar lagi anak itu akan kehilangan kesadaran.

Gevariel ArseanoWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu