LIMA

375 17 4
                                    

“Jadi langsung kita mulai saja?” tanya Kyai Hasan.

“Nggih monggo.”

Setelah Kyai Hasan menjelaskan panjang lebar tentang kejadian beberapa hari ini, akhirnya Halimah setuju untuk menikahkan Faiq dengan Gus Irham. Toh ini juga keinginan almarhum suaminya.

Dua saksi sudah siap, wali perempuan juga sudah ada. Sulthon akan menggantikan ayahnya menjadi wali nikah untuk mbaknya. Tinggal Gus Irham yang belum ada di tempat.

Le tolong panggilkan Masmu,” pinta Bu Nyai Faizah kepada Gus Thoriq.

Gus Thoriq bergegas menaiki anak tangga dan mengetuk pintu kamar masnya. Setelah pintu kamar dibuka, terpampang lah wajah masam Gus Irham.

“Mas disuruh turun sama Umi.”

“Hhh...”

Bukannya turun, Gus Irham malah masuk lagi ke kamar dan merebahkan tubuhnya di kasur.

“Loh piye toh Mas? Jadi nikah nggak nih?” Gus Thoriq ikut masuk ke kamar.

“Kamu aja lah Riq yang nikah.”

Emoh aku Mas, sek cilik aku.”

“Mas nggak bisa,” ujar Gus Irham sembari duduk di tepian kasur.

“Kenapa Mas? Ayu loh Faiq kui,” Gus Thoriq ikut duduk di samping masnya.

Gus Irham diam. Bayangan wajah ayu Faiq terlintas di benaknya. Apalagi ia sudah melihat Faiq tanpa jilbab. Namun bayangan itu segera sirna begitu teringat masa-masa kuliahnya di Maroko. Terlebih kenangannya dengan Shanum.

Shanum adalah putri salah satu guru besar di Maroko. Termasuk guru Gus Irham juga. Ia, Ustaz Ibrahim, dan Gus Irham adalah teman satu angkatan.

Wis onok yang ditaksir toh Mas?” tanya Gus Thoriq dengan raut penasaran.

Gus Irham melirik adiknya.

‘Irham saya bangga kamu jadi lulusan terbaik di angkatan ini. Orang seperti kamu ini harus bersanding dengan yang sekufu. Berhubung kamu bilang tadi tidak menunda soal pernikahan,  gimana kalau kamu nikahi puteri saya? Queen Shanum Rania?’

“Mas, kok malah meneng toh?” Gus Thoriq menyikut lengan masnya.

“Mas mencintai gadis lain Riq. Dan ayah gadis ini juga menawarkan Mas untuk nikahin anaknya,” ujar Gus Irham parau.

“Astaghfirullah. Lah kenapa Mas nggak ngomong kemarin sama Abah sama Umi? Sekarang di bawah udah pada siap buat ijab qobul.”

“Kamu lihat kemarin Mas punya kesempatan buat ngomong nggak?” suara Gus Irham semakin melemah.

“Assalamu’alaikum Le. La kok masih disini? Malah pada ngobrol. Ayo turun udah dipanggil Abah,” tiba-tiba Bu Nyai Faizah muncul.

“Umi, Irham...”

“Kenapa Le?”

Gus Irham tercekat. Entah kenapa seolah dia tidak bisa menolak pernikahan ini. Melihat raut bahagia Bu Nyai Faizah yang terpancar jelas, membuat lidah Gus Irham kelu untuk mengatakan isi hatinya.

Akhirnya dengan gontai Gus Irham berdiri dan turun ke ruang tamu. Sebelum kakinya menginjak tangga, ia sempat memberi kode ke Gus Thoriq agar tidak mengatakan apapun.

“Saya terima nikah dan kawinnya Maryam Nur Faiqa binti Abdullah Umar dengan maskawin cincin emas dua puluh lima gram dibayar tunai.”

Begitulah tiba-tiba saja Gus Irham menjadi suami seorang Maryam Nur Faiqa. Yang bahkan Maryam sendiri belum tahu dirinya sudah berstatus isteri.

NIRMALAWhere stories live. Discover now