DELAPAN BELAS

314 15 3
                                    

“Ning ini nanti yang ngasih sertifikat talaqi surah Al-Fatihah siapa?” tanya salah satu panitia acara haflah akhirusanah.

“Oh itu Syaikh Aslam sendiri yang ngasih,” jawab Faiq.

Haflah akhirusanah Pesantren Al-Hikam akhirnya berlangsung juga. Di hari yang sedikit berawan ini, sejak pagi panitia sudah disibukkan dengan berbagai rangkaian acara. Selain pembagian rapor dan kelulusan siswa tingkat akhir, haflah tahun ini juga sekalian menutup pembelajaran bersama Syaikh Aslam. Beberapa orang yang lolos talaqi langsung dengan Syaikh Aslam akan diberikan sertifikat penghargaan. Meskipun hanya talaqi surah Al-Fatihah, tapi dengan adanya sertifikat itu, harapannya menjadi pemacu semangat untuk belajar lebih. Siapa tahu ada yang bisa nyusul talaqi ke Madinah seperti Kyai Hasan.

Acara haflah sudah dibuka sejam yang lalu. Sekarang di atas panggung sedang menampilkan tari Saman dari perwakilan kelas delapan. Hiburan di sela-sela sambutan.

“Oh ya piagam untuk orang umum sudah disiapin kan?” tanya Faiq. Ia sedikit mengeraskan suaranya karena bising musik tarian Saman.

Panitia yang ditanya itu mengangguk, sambil mengacungkan jempolnya. Selain sertifikat untuk santri, Al-Hikam juga memberikan sertifikat kepada peserta umum yang mengikuti dauroh Syaikh Aslam. Jadi beberapa yang dianggap bacaannya sudah layak, hari ini datang ke pesantren Al-Hikam untuk mengambil sertifikat.

Setelah panitia itu pergi, Faiq kembali duduk dengan tenang di barisan depan. Di sampingnya Bu Nyai Faizah tersenyum hangat, sambil menggenggam tangan menantunya itu. Sedangkan di sebelah Bu Nyai Faizah, Kyai Hasan sibuk ngobrol dengan Syaikh Aslam. Membicarakan perjalanan pulang mereka besok. Ya Kyai Hasan akan mengantar gurunya lagi, kembali ke Madinah.

“Umi nggak sabar nunggu Irham pulang,” bisik Bu Nyai Faizah di telinga Faiq.

Faiq tersenyum. Menutupi kesedihan di hatinya. Gus Irham memang pernah bilang akan pulang liburan ini. Tapi dia belum mengatakan lagi. Akhir-akhir ini, Gus Irham sulit dihubungi. Alasannya sedang mempersiapkan tesis.

“Nanti Umi pesankan tiket ya, buat kalian honeymoon,” lanjut Bu Nyai Faizah dengan senyum makin lebar.

Faiq hanya bisa balas tersenyum getir. Semoga Bu Nyai Faizah tidak bisa melihatnya.

“Biar Umi bisa cepat gendong cucu.”

Akhirnya Faiq tidak tahan lagi mendengar perkataan ibu mertuanya itu. Ia pamit izin ke toilet. Padahal mau pulang ke ndalem. Tak kuat lagi menahan tangisnya. Bahkan saking buru-burunya sampai tak sadar menabrak Kyai Zulfikar.

Faiq mendongak, “Maaf Paklik, Faiq nggak sengaja,” ujarnya sambil menahan-nahan agar air mata yang sudah di pelupuk tidak meluncur.

“Faiq, kamu kenapa?”

Aduh tolong, kalau udah pengen nangis terus ditanya kenapa itu malah bikin pertahanan jebol. Faiq menggeleng kuat-kuat. Ia tundukkan kepalanya dalam-dalam. Menutupi raut wajahnya yang kacau.

Kyai Zulfikar jadi tidak tega melihatnya. Tangannya tergerak untuk menyentuh pundak Faiq. Niatnya ingin sedikit meringankan kesedihan yang coba disembunyikan. Tapi urung, begitu Hannah berseru tak jauh dari mereka.

“Ning Faiq itu dicari sama Ustaz Ibrahim,” ujar Hannah menghampiri Faiq.

Kebetulan Hannah datang, Faiq langsung menariknya pergi. Tanpa mengatakan apapun lagi, ia segera berjalan cepat. Tinggallah Kyai Zulfikar yang berdiri mematung dengan perasaan tak menentu.

Ah andaikan ia punya keberanian untuk mengatakan yang sebenarnya kepada Kyai Hasan dan Bu Nyai Faizah. Ingin sekali ia menggantikan posisi Irham. Sayangnya banyak pertimbangan yang harus dipikirkannya matang-matang.

NIRMALAWhere stories live. Discover now