DUA BELAS

311 16 6
                                    

Beberapa hari kemudian, di belahan bumi lainnya sedang sibuk dengan kegiatan pekan bahasa yang berlangsung sangat meriah. Biasanya pekan bahasa akan diadakan selama satu minggu. Dan ditutup dengan pembagian rapor semester ganjil, dengan hiburan pertunjukan seni dari setiap perwakilan kelas. Jadi Pesantren Al-Hikam punya dua agenda besar setiap tahun. Yaitu pekan bahasa dan haflah akhirusanah.

Hari ini adalah hari keempat dilangsungkannya pekan bahasa. Sudah ada beberapa lomba yang berlangsung. Sedikit demi sedikit peserta disisihkan. Menyisakan babak final untuk menentukan pemenang.

Selama kegiatan lomba berlangsung, di halaman pesantren diadakan bazar. Stan-stan didirikan untuk santri dan warga sekitar yang akan menjual dagangannya. Mulai dari makanan, alat sholat, baju dan kerudung, sarung, camilan, jajan pasar. Ya, bazar ini memang diperuntukkan bagi umum. Siapa saja boleh datang untuk menjadi penjual atau pun pembeli.

Karena ketika kegiatan berlangsung, gerbang pesantren akan selalu terbuka. Jadi acara ini selalu diadakan sebelum santri pulang untuk liburan. Memperkecil kemungkinan santri kabur keluar pesantren. Toh sebentar lagi mau pulang kan? Malah pekan bahasa ini sangat sayang untuk dilewatkan. Saking seru dan meriahnya acara.

Apalagi banyak hal yang baru di pekan bahasa kali ini. Salah satunya seperti panggung mini di sudut halaman pesantren. Yang disiapkan untuk tim hadrah memeriahkan acara. Tak tanggung-tanggung, tim hadrahnya bukan hanya dari Al-Hikam. Panitia secara khusus mengundang tim hadrah tamu dari luar pesantren. Tak heran jika banyak santriwati yang kesengsem senang karena bisa cuci mata.

Semua ini berasal dari idenya Faiq. Dan Faiq juga yang getol mencari sponsor untuk mendapatkan biaya tambahan.

“Ning, monggo dibeli dagangan saya,” ujar salah satu santri yang menjajakan cenil. Makanan berbahan dasar tepung dengan tampilan warna-warni. Serta disuguhkan dengan siraman gula aren yang kental.

Faiq memang sedang jalan-jalan di antara stan bazar. Sambil mengecek kondisi di lapangan. Ditemani Hannah yang selalu setia mengekor, kemana pun Faiq pergi.

“Wah masya Allah, ini kamu bikin sendiri?” Faiq terkagum-kagum dengan santri di depannya ini. Di antara santri-santri yang menjual makanan instan atau makanan kemasan, santri ini malah menjual makanan jadul yang harus diolah dari bahan mentah.

Santri dengan name tag Anisa itu mengangguk santun.

“Kapan bikinnya? Dapur pesantren kan pasti penuh sama ibu dapur.”

“Saya bikinnya pagi-pagi banget Ning. Sebelum sholat tahajud. Jadi dapurnya masih sepi. Udah ijin sama Bu Munah,” jawab Anisa menyebut nama salah satu ibu dapur yang bertugas memasak makanan santri sehari-hari.

“Ohh...,” Faiq manggut-manggut.

“Kamu mau Han?” tanya Faiq pada Hannah.

Nggih Ning.”

Begitulah Hannah akan memanggil Faiq dengan sapaan hormat jika sedang banyak orang. Tapi kalau sedang berdua saja, Faiq bisa-bisa sangat marah kalau sampai Hannah berani memanggilnya ning.

Di seluruh pesantren Al-Hikam ini, hanya Hannah satu-satunya orang yang tahu semua kisah di balik pernikahan Faiq dengan Gus Irham. Hannah seorang juga yang tahu bagaimana Faiq melewati hari-hari dengan derai air mata. Dan Hannah juga yang paham bagaimana Faiq yang terus berusaha memperjuangkan pernikahannya.

“Ya wis, bungkusin tujuh ya. Nanti tolong antar ke ndalem,” pinta Faiq pada Anisa. Setelah membayar, ia dan Hannah kembali melihat-lihat stan bazar.

“Iq, bentar lagi kan liburan. Gus Irham pulang nggak?” tanya Hannah pada Faiq.

Dari arah panggung sayup-sayup terdengar sholawat rouhi fidak yang sedang dilantukan tim hadrah tamu. Jangan lupakan, santriwati yang asyik seliweran di depan panggung. Pura-pura sibuk sana-sini. Padahal aslinya mau curi-curi pandang, sama vokalis tim hadrah yang gantengnya bak pangeran Dubai.

NIRMALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang