TIGA PULUH

433 16 5
                                    

Sekarang Shanum dan Ustaz Ibrahim sedang berdiri di hadapan Faiq. Mendadak otak Faiq jadi lambat bekerja. Cerita yang Bu Nyai Faizah sampaikan tadi saja masih belum sempat ia cerna baik-baik. Lalu apa lagi sekarang? Di hadapannya dua orang ini saling tersipu. Dengan tangan Shanum yang melingkar di lengan Ustaz Ibrahim.

“Halo assalamu’alaikum. Kenalkan aku Shanum, isterinya Ibrahim.”

Hah? Apa lagi ini? Faiq tambah tercengang. Ia menoleh ke arah Bu Nyai Faizah. Menuntut penjelasan lewat mata.

Bu Nyai Faizah mengangguk, “Iya mereka baru aja nikah secara agama kemarin. Ayahnya Shanum sudah mengalihkan tanggung jawab wali nikah ke Abah.”

Dengan senyum lebar Shanum mendekat untuk menyalami Faiq. Faiq menjabat tangan Shanum dengan linglung.

“Kamu pasti Faiq kan? Isterinya Irham. Masya Allah, kamu cantik, persis seperti yang Irham ceritakan.”

Hah? Bak mimpi di siang bolong. Kaget bukan main Faiq mendengar Gus Irham menceritakan tentang dirinya ke orang lain.

“Gus... Irham, ngomongin... saya?”

Shanum mengangguk, “Iya. Sepanjang perjalanan ke Indonesia dia nggak berhenti ngomongin kamu. Dia bilang selain cantik, kamu juga pinter. Katanya kalau kuliah di Turki, pasti nggak kalah sama lulusan-lulusan terbaik disana.”

Seketika roman muka Faiq berubah. Sudah lama ia tidak salah tingkah begitu. Kentara sekali pipinya memerah.

Wis sudah nanti dulu ramah tamahnya. Udah jam segini, nanti nggak keburu resepsi nikahan kamu,” ujar Bu Nyai Faizah pada Faiq.

“Hah, ini resepsi nikah Faiq?”

“Lah iya toh Nduk. Buat siapa lagi? Ini semua Irham loh yang nyiapin buat kamu. Katanya kan waktu kalian nikah, belum sempat bikin resepsi. Jadi dia pengen bikin kejutan buat kamu. Tadinya pas hari Mas Irham datang itu, kamu mau diantar ke Tuban. Biar kerasa gitu loh vibes pengantin barunya. Eh tapi kamu malah pulang sendiri kesana. Jadi yo wislah sekalian kami semua akting, hehehe,” tanpa rasa bersalah Bu Nyai Faizah tertawa sumringah.

Faiq langsung menutup mukanya. Rasanya pengen lari ke ujung dunia. Malu sekali dia bertingkah begitu kemarin. Tapi ia akui, akting orang tua dan mertuanya ini hebat sekali. Bertubi-tubi kejutan datang hari ini. Seolah tidak memberikannya kesempatan untuk mencerna terlebih dahulu. Semuanya Allah buka langsung sebagai hadiah untuk Faiq.

“Eh sudah jam segini,” Bu Nyai Faizah yang melihat jam dinding langsung tersadar.

“Ustaz Ibrahim, tolong panggilkan Mbak Nindy itu. Ayo cepetan dimulai make upnya. Takut undangan nunggu kelamaan.”

Sekarang hati Faiq sudah plong. Dengan hati ringan ia patuh untuk dirias. Hanya satu sekarang yang sangat ingin dia lakukan. Meluapkan emosinya pada Gus Irham yang sudah membuatnya jantungan seperti ini.

⚫⚫⚫

“Thola’ al badru a’laina, min tsaniyatil wada’. Wa jabas syukuri a’laina, maada’a lillahi daa’.”

Tabuhan rebana menggema di langit Al-Hikam. Semua orang hari ini bersuka cita. Kegiatan belajar mengajar sengaja diliburkan. Memberi kesempatan kepada semua penghuni Al-Hikam merasakan euforia, sebagai bentuk rasa syukur. Kesempatan emas bagi para santri untuk perbaikan gizi.

Halaman pesantren Al-Hikam yang luas berubah menjadi set pelaminan yang sangat megah. Dihiasi bunga-bunga hidup yang segar dan sorot lampu bak panggung konser. Tamu dijamu dengan berbagai macam menu. Mulai dari makanan berat, snack, dessert sampai bermacam-macam minuman. Alangkah baiknya makan sambil duduk. Tak ketinggalan, WO menyusun banyak set meja bulat yang dikelilingi enam kursi, menambah kenyamanan tamu untuk menikmati jamuan.

NIRMALAWhere stories live. Discover now