SEMBILAN

291 14 0
                                    

Faiq membuka pintu kamarnya. Ruangan bercat biru pastel itu nampak dingin. Karena ditinggal oleh penghuninya begitu saja. Ya kamar Gus Irham adalah kamar Faiq juga sekarang.

Faiq melempar tas ke atas kasur. Lalu pergi mandi di kamar mandi yang berada di dalam kamar itu juga. Seharian sibuk di kampus membuat badan terasa lengket. Ingin segera merasakan guyuran air yang segar.

Tiga bulan setelah akad nikah  resminya dengan Gus Irham, Faiq sudah mulai kuliah. Selain kesibukan ngampusnya, ia juga diminta untuk mengajar santri baru. Tentu saja dengan posisinya sebagai menantu kyai sekarang, ia juga harus membantu mengurus pesantren. Dan tetap diimbangi dengan ikut pengajian.

Karena Faiq sekarang adalah seorang Ning di Pesantren Al-Hikam, ia jadi harus ikut kelas ustazah-ustazah. Yang tentu levelnya berbeda jauh dengan ketika ia nyantri dulu. Begitu banyak hal yang berubah di kehidupan Faiq.

Apalagi jika bicara soal statusnya saat ini. Jelas membuat pandangan seluruh penghuni Al-Hikam berubah. Awalnya banyak yang terkejut dengan pernikahan mendadak antara Gus Irham dengan Faiq. Tak ayal membuat banyak orang menghubung-hubungkan dengan kejadian auratnya yang terlihat oleh Gus Irham waktu itu.

Nggak salah sih. Tapi juga nggak benar. Toh keputusan antara keluarga ndalem, bukanlah urusan santri.

Apakah Faiq jadi bahan gunjingan?

Sudah pasti iya. Tapi tidak separah dulu. Paling mentok, mereka hanya berani membicarakan sembunyi-sembunyi. Dengan status Faiq yang sekarang, tentu saja sungkan untuk membicarakannya. Apalagi kalau sampai Gus Irham dengar. Tamatlah riwayat.

Tapi akhir-akhir ini banyak orang yang mulai segan dengan Faiq. Karena ternyata kemampuannya belajar, mengajar, dan sedikit banyak ikut andil dalam kepungurusan pesantren, bisa diakui jempol. Memang cocok jadi isteri seorang gus.

Faiq keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk sepaha. Dan rambut yang dililit handuk kecil. Lalu sibuk memilih gamis yang nyaman dipakai.

“Gamis maroonku mana ya?” tanya Faiq pada dirinya sendiri.

“Apa ada di lemarinya Hannah ya?”

Semula Faiq enggan tinggal di ndalem. Karena ia sudah merasa sangat nyaman dengan teman-temannya. Dan ia merasa pasti akan sangat kesepian jika tinggal di ndalem. Karena toh Gus Irham juga tidak ada di ndalem.

Tapi kata Halimah, “Nggak baik kalau kamu udah nikah, udah berstatus isterinya Irham, tapi masih tinggal di asrama. Apa kata orang nanti?”

Akhirnya dengan terpaksa Faiq memboyong barangnya ke kamar Gus Irham. Sebagian sengaja masih ia titipkan di lemarinya Hannah. Agar ia punya alasan untuk main ke kamar Hannah.

Setelah memakai gamis seadanya yang ada di lemari, Faiq mengoleskan pelembab wajah. Lalu duduk di tepian kasur sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk. Tak sengaja matanya menangkap sebuah bingkai foto berukuran delapan kali sepuluh yang ada di atas nakas. Tangannya tergerak untuk mengambil.

Melihat foto itu, tiba-tiba membuat Faiq kembali sedih. Mendadak ia jadi pilu lagi.

Dalam foto itu Faiq mengenakan gaun nikah sederhana milik Halimah dulu. Sedangkan Gus Irham memakai jubah putih dan jas hitam. Tak ketinggalan sebuah peci putih bertengger di kepalanya. Ya, itu adalah foto akad nikah resminya.

Faiq mengelus foto itu. Tak terasa air matanya jatuh. Angannya melayang, kembali ke hari itu.

Sehari setelah akad nikah, Gus Irham benar-benar meninggalkan Faiq. Dan lebih parahnya, Gus Irham sama sekali tidak menyentuhnya. Bahkan hari itu, setelah tamu undangan pulang, Gus Irham langsung buru-buru mengemasi barang-barang yang akan ia bawa ke Turki. Lalu malam harinya, setelah sholat isya’ Gus Irham tidak kembali ke kamar sama sekali.

NIRMALAHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin