DUA PULUH

408 15 4
                                    

Pagi ini Faiq dikagetkan dengan kedatangan tamu di rumahnya. Saat itu ia hanya berdua dengan Halimah. Karena Sulthon sekolah dan ayah tirinya sejak pagi buta sudah pergi. Sebelumnya ia ngamuk-ngamuk minta uang. Tapi begitu Halimah menyerahkan surat gugatan cerai kepada Heru, seketika ia diam dan keluar rumah dengan gusar. Sepertinya tidak setuju dengan hal itu.

Sedang asyik ngobrol soal gugatan cerai Halimah dengan Heru, tiba-tiba terdengar suara bocah uluk salam di depan pintu. Dan ketika disamperin, ternyata Zayd dengan senyum lebarnya langsung berlari ke arah Faiq. Betapa terkejutnya Faiq, tanpa mengabari apapun Kyai Zulfikar tiba-tiba bertamu ke rumahnya. Bukannya apa, tapi kepentingan apa gerangan yang membuat seorang pimpinan pesantren itu datang langsung ke rumahnya.

"Maaf ya Faiq. Saya datang tiba-tiba. Soalnya Zayd ini ngerengek terus minta ketemu kamu."

Owalah, ternyata semua ini karena Zayd. Faiq yang mendadak pulang ke Tuban dan tidak memberi tahu siapa pun membuat Zayd merindukannya.

"Tapi maaf nggih Kyai Zul kalau kami cuma bisa nyuguhin ini," ujar Halimah santun.

"Oh nggak papa kok Bu. Wong saya kesini cuma mau ngantar Zayd ketemu Faiq."

Apakah benar hanya begitu?

Awalnya memang Zayd meminta nginep di ndalem. Tapi waktu Kyai Zulfikar menghubungi Kyai Hasan, katanya Faiq pulang ke Tuban. Zayd yang diberi tahu kalau Faiq tidak ada di ndalem jadi uring-uringan. Akhirnya Kyai Zulfikar inisiatif minta alamat rumah Faiq. Sekalian silaturahmi dengan keluarganya.

"Jayd angen loh ma Mbak Aiq. Jayd mau bobo cini boleh?" tanya Zayd dengan wajah gemasnya.

Faiq tertawa, "Boleh, Zayd bobo sini aja. Nanti Mbak Faiq antar pulang ke Kediri."

"Zayd tunggu Mbak Faiq pulang ke ndalem aja ya baru bobo sama Mbak Faiq. Kalau disini jauh ke Kediri. Nanti kalau Abi kangen sama Zayd gimana?"

Zayd memasang wajah cemberut.

"Hari ini Zayd ikut pulang sama Abi dulu aja. Nanti kalau ada waktu, Mbak Faiq yang main ke rumah Zayd, gimana?" tawar Faiq.

"Janji ya Mbak Aiq," ujarnya sambil mengangkat kelingking kecilnya.

Faiq melingkarkan kelingkingnya ke kelingking Zayd. Sambil tersenyum ia bilang, "Insya Allah ya. Semoga Allah kasih kemudahan Mbak Faiq main ke Kediri."

Cukup lama Kyai Zulfikar di rumah Faiq. Ia banyak bicara dengan Halimah. Kyai Zulfikar yang sedikit mengenal mendiang suami Halimah membuat dua orang itu cepat akrab. Sedangkan Faiq sibuk menemani si kecil Zayd. Keduanya seperti sedang melepas rindu. Mulai dari main kejar-kejaran, main petak umpet. Sampai ketika sudah lelah mereka hanya duduk-duduk. Bercanda di bawah pohon depan rumah Faiq. Disitu terdapat kursi panjang yang memang biasa dipakai untuk bersantai.

"Saya pamit dulu ya Bu Halimah. Maaf merepotkan dengan kedatangan kami yang mendadak," ujar Kyai Zulfikar sambil keluar rumah.

Zayd yang melihat abinya sudah mau pulang langsung menghampiri. Disusul dengan Faiq di belakangnya.

"Mau pulang Paklik?"

"Iya Faiq. Maaf ya jadi ngerepotin kamu sama Bu Halimah."

"Owala nggak papa Kyai Zul. Kami malah yang minta maaf karena nggak bisa ngasih apa-apa."

"Wah ini udah banyak Bu. Malah dibawain oleh-oleh juga. Terima kasih banyak," ujar Kyai Zulfikar seraya berjalan ke mobilnya.

Sebelum masuk mobil Kyai Zulfikar sempat bertanya, "Oh ya, katanya Irham pulang liburan ini? Nggak jadi?"

Faiq memutar bola matanya malas. Ia bahkan tidak tahu bagaimana kabar lelaki itu. Dan memang tidak berniat mencari tahu. Apalagi kalau ingat chat terakhir Gus Irham yang ingin bicara serius dengannya. Chat itu pun hanya ia baca. Rasanya belum siap menerima keputusan sepihak suaminya.

NIRMALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang