EMPAT BELAS

303 11 0
                                    

Salju turun tepat ketika Gus Irham, Shanum dan Fatheemah keluar dari Hagia Sophia. Mereka bertiga baru saja melaksanakan sholat ashar. Sebelumnya mereka sudah mengelilingi masjid yang berulang kali mengalami alih fungsi tersebut. Sambil mendengarkan penjelasan tour guide, ketiganya tidak berhenti berdecak kagum. Hagia Sophia benar-benar punya sejarah yang sangat kuat. Bukan hanya menjadi saksi perubahan sistem tata negara. Tapi juga menjadi bukti penting bagi tiap agama.

“Mana Farid?” tanya Shanum pada Gus Irham.

Farid adalah mahasiswa S1 tahun terakhir yang sedang kuliah di Turki. Tidak mau hanya mengandalkan uang beasiswanya saja, Farid nyambi part time sebagai tour guide. Waktu itu ia tak sengaja bertemu dengan Gus Irham selepas sholat Jum’at.

“Gus Irham?”

Gus Irham yang waktu itu disapa orang tak dikenal sedikit bingung. Tapi karena wajahnya jelas sekali tampang orang Asia, Gus Irham jadi sedikit rileks.

“Assalamu’alaikum Gus. Nggak lupa kan sama saya?”

“Wa’alaikumussalam. Sek sek bentar,” Gus Irham mencoba mengingat-ingat.

“Raja futsal Al-Hikam Gus.”

“Masya Allah Farid,” begitu mengingat nama lelaki di depannya, Gus Irham langsung memeluknya erat.

Ternyata Farid adalah salah satu santri Al-Hikam. Dan dia sangat terkenal jago sepak bola. Dulu tim sepak bola Al-Hikam pasti selalu menang kalau ada Farid. Pokoknya kalau ingin pulang bawa tropi, harus ada Farid di setiap lomba sepak bola atau futsal antar pesantren.

Dari situlah akhirnya Farid menawarkan untuk menjadi tour guide di perjalanan kali ini. Awalnya ia menolak untuk dibayar. Karena bagaimanapun juga, Gus Irham adalah anak kyainya. Tapi Gus Irham tetap memaksa dengan dalih nggak baik nolak rezeki. Akhirnya Farid mau dibayar dengan harga setengah.

"Wah mana ya?" Gus Irham memanjang-manjangkan lehernya, mencari sosok Farid di antara riuhnya orang yang selesai sholat ashar.

"Salju udah mulai turun nih. Kita harus cepat," kata Fatheemah.

Di antara kerumunan orang yang keluar dari Hagia Sophia, akhirnya Farid muncul juga.

“Gus mohon maaf sekali. Tiba-tiba profesor Farid nelepon, sekarang juga saya disuruh bertemu beliau.”

Gus Irham, Shanum, dan Fatheemah saling pandang. Tujuan mereka hari ini tinggal satu sebenarnya. Istana Topkapi.

“Ya udah Rid nggak papa. Masih ada hari besok kan,” ujar Shanum santai.

“Maaf ya semuanya. Untuk jadwal besok, nanti Farid kirimkan ya. Sekali lagi mohon maaf. Ngapunten nggih Gus. Saya duluan, assalamu'alaikum.”

Gus Irham tersenyum lalu membiarkan Farid yang pergi dengan tergopoh-gopoh.

“Hati-hati!” teriak Gus Irham.

“Jadi kita kemana nih? Pulang?” Fatheemah mengajukan pertanyaan.

Sebenarnya mereka bisa saja pergi sendiri ke Istana Topkapi. Tapi tidak akan ada yang menjelaskan tentang sejarahnya. Sayang sekali kalau tidak dipelajari. Ditambah salju yang turun semakin lebat.

“Kita makan aja yuk. Dari tadi kan kita belum makan siang,” ajak Shanum yang dengan cepat disetujui semuanya.

Udara musim salju yang semakin minus membuat mereka bergegas mencari ruangan dengan penghangat udara. Mereka bertiga pun masuk ke salah satu restoran yang tak jauh dari Hagia Sophia. Kali ini mereka memilih rumah makan khas Turki.

“Kamu pasti mau pesan kofte kan?” tebak Gus Irham begitu ketiganya duduk.

“As always,” jawab Shanum sumringah.

NIRMALADonde viven las historias. Descúbrelo ahora