22. Nomor Teleponmu?

89 2 0
                                    

Sebuah kacamata petak yang bertengger manis diatas hidung mancungnya, rambut gondrongnya yang biasa tergerai bebas kini diikat rapi dan disemir bagian depannya. Tindikan kesukaannya terpaksa dilepas, tidak ada jaket kulit dengan jeans koyak-koyaknya lagi yang tersisa kini hanyalah sebuah kemeja formal dibungkus jas dengan dasi yang terpasang pas didepan dadanya. Penampilannya hari ini benar-benar berhasil merubahnya dari si serigala yang buas menjadi si domba yang menyedihkan.

Helaan napas keluar dari bibir Eric untuk terakhir kalinya sebelum mengelus area janggutnya sembari terus memperhatikan pantulan dirinya pada kaca mobilnya.

"S*al, aku terlalu malu untuk keluar seperti ini," umpat Eric dengan bibirnya yang terus bergumam tidak jelas.

Beberapa menit berharganya ia buang demi kegiatan yang akhirnya tidak menggeser sedikitpun fakta kalau penampilannya berubah drastis malam ini. Eric hendak membuka pintu mobilnya untuk keluar sebelum seseorang yang tampak mencurigakan berhasil menarik perhatiannya.

Seorang wanita yang memakirkan mobilnya tepat diseberang Eric, memberinya akses penuh untuk mengamatinya secara leluasa. Waita itu duduk pada kursi kemudianya sembari menurunkan kaca mobilnya kemudian sesekali menyembulkan kepalanya dari kaca jendela mobil, seperti tengah mencari seseorang sebelum menariknya kembali dan menutup kaca jendela mobilnya. Dengan mengambil jeda setiap lima menit, ia melakukan aktivitas itu secara berulang.

Tok. Tok. Tok.

Didalam mobilnya, bahu Grace terlonjak kaget ketika medapati seorang pria berdiri tepat didepan pintu mobilnya. Tubuhnya yang cenderung tinggi menghalangi akses Grace untuk melihat wajah si pelaku membuat wanita itu menurunkan kaca mobilnya untuk mengecek.

"Kau siapa?" Tanya Grace.

Hening beberapa saat sebelum pria itu membungkuk sedikit kemudian berhenti ketika wajahnya berada tepat didepan kaca mobil Grace. Grace yang terkejut refleks memundurkan pandangannya ke belakang.

"Kau yang siapa?" Eric bertanya dengan tatapannya yang lurus menyelami kedua manik Gwenn, berusaha mempertahankan kontak mata mereka.

"Kulihat kau mengendap-endap sedari tadi, persis seperti seorang pencuri," lanjut Eric diakhiri dengan pandangannya yang turun ke bawah, memanfaatkan kesempatan terbatasnya untuk mengamati penampilan indah Grace dari balik jedela petak mobilnya itu.

Grace menghembuskan napas kasarnya, tak habis pikir dengan pria didepannya ini.

"Pencuri?" Grace sengaja menaikkan nada bicaranya membuat tatapan pria itu kembali naik dan bertemu dengan miliknya.

"Sangat disayangkan jika aku menggunakan wajah cantikku ini untuk melakukan profesi rendahan seperti itu," ujar Grace sombong sebelum memutuskan tatapan mereka dengan meluruskan pandangannya ke depan.

"Dasar pria tidak waras, lebih baik urus saja jambul ayammu yang sudah sama lebatnya dengan kumis brewokmu itu," gumam Grace pelan, mulutnya berkomat-kamit memuntahkan segala kekesalan yang menyumpat dalam benaknya sejak pertemuan mereka beberapa waktu lalu.

Eric menaikkan alis kanannya kala mndengar gumaman Grace yang lebih terdengar seperti hinaan secara terang-terangan kepadanya dan apa? Jambul ayam? Eric bahkan menghabiskan belasan juta untuk merawat rambut gondronya itu setiap bulan.

"Aku bisa mendengarnya nona cantik."

"Syukurlah," balas Grace dengan nada tak gentarnya yang sekali lagi berhasil menarik perhatian Eric, membangunkan sisi gilanya yang sudah lama terpendam dalam dirinya.

Akhirnya Eric dapat membuktikan kaliamt Akiro kepadanya. Penampilannya hari ini juga tidak sia-sia. Setelah dipikir-pikir, pesta ini tidaklah seburuk yang ia pikirkan. Malah kebalikannya, ini menarik.

Grace menekan sebuah tombil yang membuat kaca jendela mobilnya perlahan naik untuk menutup sempurna namun ditahan oleh gerakan gesit Eric.

"Kau akan menyesal berperilaku seperti ini jika tahu siapa diriku," gumam Eric, kaca jendelanya yang sudah naik setengah itu membuat Eric hanya bisa memusatkan fokus pada kedua manik Grace saja.

Eric berharap wanita didepannya ini bukan berasal dari perusahaan Victory sebab ia terlalu malas menjalin hubungan dengan musuhnya. Eric berharap mereka di pihak yang sama.

Lihatlah betapa percaya dirinya Eric sekarang, ini baru pertemuan pertama mereka dan pikiran Eric sudah melayang jauh membayangkan saat-saat ketika mereka menghabiskan waktu minggu pagi dengan jogging bersama anak-anak mereka kelak. Daripada percaya diri ini lebih disebut sebagai tidak tahu malu.

Grace bergeming, terlihat tak minat, wanita itu lebih memilih untuk memainkan ponselnya dengan tatapannya yang sesekali terarah ke area pintu masuk gedung.

Eric sukses melebarkan matanya, ia menggeleng tak percaya. Apa mungkin karena tampang nerd-nya sekarang, daya tarik dan pesona dalam dirinya menjadi tertutupi? Biasanya sangat mudah bagi Eric untuk mendapatkan gadis yang berhasil mencuri fokusnya, memunculkan perasaan menggelitik dalam diri Eric yang susah untuk dikendalikan dan berakhir membuat dirinya tidak bisa melepaskan rupa orang itu dalam benaknya sebelum ia mendapatkannya.

'Kuharap kau ditolak oleh seorang wanita agar kau bisa bertobat menjadi pria brengsek seperti itu Eric.'

Hinaan Akiro tiba-tiba terlintas dalam benak Eric. Kalimat itu seperti sebuah sumpah mengerikan yang nyatanya benar-benar terjadi kepadanya sekarang. Apa ini semacam hukuman bagi Eric karena suka gonta-ganti pasangan? Tapi Eric hanya memanfaatkan kelebihan yang ada dalam dirinya saja. Menurutnya, sangat disayangkan jika tidak menggunakan wajah tampannya ini untuk hal seperti itu, Eric hanya tidak ingin berakhir menjadi perjaka tua seperti Akiro.

"Ish...dia menyuruhku libur tetapi dia sendiri bekerja keras sendirian disalam sana," lagi-lagi Grace bergumam kecil, memuntahkan omelannya saat melihat jam yang tertera pada layar ponselnya.

Eric tak mampu menahan senyum setelah melihat kebiasaan menggemaskan wanita itu.

"Kau bekerja untuk siapa? Siapa atasanmu?" Tanya Eric.

Grace terkejut saat mendapati Eric masih setia mengintip dari luban kaca mobilnya yang tinggal setengah itu.

"Aku akan masuk ke dalam sebagai tamu dan mungkin aku bisa bantu mengabarimu. Jadi siapa nama atasanmu itu?" Ujar Eric lagi, berusaha menarik perhatian wanita itu dan berhasil.

Grace akhirnya menoleh ke arahnya, memberi akses bagi Eric untuk menjelajahi kedua maniknya yang berhasil membuat jantungnya berdebar kencang.

Alasan Grace sampai rela menghampiri Gwenn ke pesta ini adalah karena didalam sana terdapat Richard berikut juga dengan kehadiran Dino dan musuh bebuyutan Jacob sejak dulu. Jika meninggalkan Gwenn sendirian disana sama saja dengan pergi dari pengawasan tombol bom yang bisa saja meledak kapan saja. Walaupun Gwenn sudah melarangnya tetapi Grace tidak bisa menghilangkan rasa khawatirnya.

Dan sepertinya pria didepannya ini cukup bisa diandalkan, Grace tidak tahu persis dia adalah pebisnis dari mana dan sedang menggeluti bidang apa, tapi dari akses bahasanya, dia tampak seperti orang asing. Mungkin dia juga seorang pemula seperti Gwenn dulu.

"Mrs. Victoria, pemilik Vee."

Mata Eric berkilat menarik dan tanpa bisa ia kenalikan, senyumnya berhasil terbit lagi.

"Jangan sampai ketahuan, kuharap kau mengabariku jika dia minum dan bercengkerama dengan baik-baik saja disana," ujar Grace serius yang dibalas anggukan singkat Eric.

Lewat beberapa saat, Eric masih bergeming tampak tidak beranjak dari posisi awalnya itu. Gace bahkan yakin kalau punggungnya itu nanti akan pegal karena terlalu lama membungkuk.

"Lalu kenapa kau masih berdiri disini? Pergilah," ujar Grace sembari menunjuk ke arah pintu masuk gedung dengan dagunya.

Eric lagi-lagi tersenyum, "Kau lupa sesatu nona, agar aku bisa mengabarimu jika atasanmu itu baik-baik saja maka..." Eric menggantungkan kimatnya sembari megeluarkan ponsel dari dalam jasnya kemudian menyodorkannya masuk melalui lubang jendela mobil Grace.

Sembari mengangkat alisnya sembari terus tersenyum membuat Grace menatap pria itu untuk beberapa saat, ia berujar, "Aku ingin meminta nomor teleponmu."

SCANDAL CONTRACTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang