45. Video Singkat

68 2 0
                                    

Renanya tertancap kuat pada angka yang kian bertambah itu, seiring dengan detik demi detik yang berlalu bersama rasa gugupnya. Suara dentingan terdengar diantara keheningan yang menguap berhasil mengantarkan langkah pendek dan pelannya untuk keluar melewati pintu lift. Derap langkah kakinya menggema kosong diantara lorong sepi yang lumayan panjang itu sebelum berhenti pada ruangan di ujung dengan pintunya yang terbuka sedikit. Atensinya perlahan naik saat suara itu kembali terdengar.

Teriakan yang menyiratkan keputusasaan itu, teriakan yang mendorongnya ke dalam jurang masalah.

Dengan tangannya yang memegang erat kain lapnya berikut dengan sebuah alat penyemprot jendela kaca, ia berjalan masuk ke dalam satu-satunya ruangan yang berada disana. Simbol alat-alat kebersihan yang tertancap pada bagian lengan seragam kerjanya itu berhasil menarik perhatian saat ia menempelkan tubuhnya secara sempurna pada sebuah dinding. Mengintip dari balik celah sebuah pintu yang tahu-tahu mengantarkannya pada sebuah ruangan lain lagi.

Ruangan yang berhasil memancing perasaan campur aduk dalam dirinya dan ruangan membuat hidupnya berubah drastis mulai malam itu.

"Ini rangkap dari penjualan kita tahun lalu hingga bulan kemarin."

Seorang wanita berjalan mendekat sembari menenteng sebuah gantungan flashdisk di tangannya, suara ketukan hak tingginya berhasil mengisi kekosongan sekaligus menarik perhatian seseorang di depan sana.

"Terima kasih Lily, kau sudah bekerja keras malam ini," ujar Richard diikuti senyum tipisnya. Tanpa repot-repot meraih flashdisk yang tergeletak di meja kerjanya itu, ia lebih memilih untuk melepas kacamata petaknya sembari memusatkan fokus sepenuhnya pada Lily.

Wanita itu meregangkan kepalanya sekali sebelum menangguk pelan, berusaha keras menahan diri untuk tidak menguap di depan Richard.

"Saya hanya melakukan kewajiban saya," ujar Lily dengan nada sopannya.

Richard tersenyum kecil, "Memang seperti yang dipuji oleh orang-orang di perusahaan, sekertaris Jacob memang sangat professional," ujar Richard sembari melonggarkan dasinya yang sedari tadi terikat rapi pada lehernya.

Lily membungkuk hormat, "Terima kasih atas pujiannya Mr. Richard."

Melainkan menyatakan tugas lemburnya hari ini sudah selesai dan memperbolehkannya pulang, yang Richard lakukan hanyalah terus menatapnya secara lekat hingga membuat Lily berdiri tak nyaman pada posisinya.

Lily membersihkan tenggorokannya sekali sebelum berujar dengan nada sungkannya, "Kalau tidak ada lagi yang perlu dikerjakan, saya ingin pamit pulang Mr. Richard."

Melihat Lily yang sudah hendak berbalik membuat Richard segera bangkit dari duduknya, "Tunggu dulu," panggil Richard yang berhasil menahan langkah Lily.

"Aku dengar kau adalah lulusan tata busana dulu dan sudah belajar merancang baju saat itu."

Lily menangguk membenarkan, "Benar, aku mempunyai mimpi seperti ibuku dulu, yaitu menjadi seorang peracang baju yang terkenal."

Richard bertepuk tangan sembari menunjukkan wajah terkejutnya ia berujar antusias, "Wah, ternyata kau seorang wanita pekerja keras."

Lily mengusap punggung tangannya yang tertaut kuat sebelum membalas dengan senyum canggungnya. Lily tetap berusaha untuk bersikap sopan dan professional mengingat Richard adalah atasannya walaupun jujur perasaan tidak nyaman menyerangnya secara habis-habisan saat itu.

"Kudengar suamimu itu pengangguran, jadi mungkin kau harus bekerja lebih ekstra sampai kantong matamu itu berubah menjadi keriput secara perlahan."

Perkataan Richard sontak langsung membuat Lily refleks memegang area pipinya namun sedetik kemudian terdengar tawa keras dari Richard.

"Aku bercanda soal itu, kau masih terlihat cantik," ujarnya kemudian berjalan mendekati Lily membuat sisi waspada dalam dirinya bangkit bersamaan dengan jari kakinya yang terkepal erat di balik hak tingginya.

Richard berhenti tepat tiga langkah di depan Lily sebelum kembali berujar, "Bagaimana jika aku mempromosikan dia sebuah posisi di perusahaan yang kukenal. Seperti yang kau tahu, suamimu itu sangat ingin bekerja namun jika kau meminta bantuan Jacob maka dia pasti tidak akan menerima orang tidak berpengalaman dengan kemampuan otak yang jauh di bawah rata-rata seperti itu."

Lily sudah hendak membuka mulut untuk menyela sebelum dipotong oleh Richard dengan mengangkat telapak tangannya ke atas, "Maaf jika kau merasa tersinggung, tapi kebenaran tidak akan disembunyikan jika tidak karena sebuah alasan."

Richard lagi-lagi mengeluarkan senyum lebarnya sembari menatap tertarik ke arah Lily yang tampak tertegun, "Kalau denganku, dia bisa langsung masuk ke perusahaan yang menolak lamarannya kemarin. Mereka adalah kenalanku."

Lidah Lily terasa kelu saat tatapannya masih setia menunduk ke bawah. Bayangannya mengenai bagaimana belakangan ini, Hans pulang ke rumah dalam keadaan mabuk karena lamarannya tidak kunjung diterima. Sebenarnya gaji Lily cukup besar untuk membiayai hidup mereka, tapi dasarnya laki-laki, mereka mempunyai prinsip hindup sendiri dan Hans sangat menjunjung tinggi harga dirinya sebagai sebuah kepala keluarga.

Senyum Richard semakin menggembang saat Lily mendongakkan kepalanya membuat tatapan mereka bertemu, "Bagaimana caranya?"

"Sudah kuduga, selain cantik kau juga pintar. Tidak ada yang gratis di dunia ini," seru Richard lagi sebelum berbalik dan berjalan meninggalkan Lily.

Richard berhenti di sebuah lemari kaca yang biasanya ia gunakan untuk menyimpan deretan wine berharganya. Richard membuka pintu lemari itu sebelum menarik sebuah botol wine dari sana.

"Sebagai gantinya, temani aku minum malam ini," ujarnya sembari berbalik untuk menatap ke arah Lily.


Di luar dugaan Richard, jawaban Lily benar-benar mengejutkannya. Ia pikir wanita itu hanya akan berdiam dengan ekspresi penuh keterkejutannya sebagai reaksi.

"Dengan dress itu," ujar Richard lagi sembari menunjuk ke arah sofa di ruangannya dengan dagunya.

Lily mengikuti arah pandang Richard dan berakhir berhenti pada sebuah kotak yang dibungkus dengan kertas kado beserta sebuah pita merah diatasnya yang menarik perhatian. Lily hampir mengeluarkan umpatannya saat menyadari kalau ternyata Richard sudah merencanakan hal ini sedari awal.

Lily tidak bodoh untuk mengetahui niat bejat pria itu sekarang. Seharusnya ia mengambil kotak itu dan melemparnya kea rah Richard dengan menghujaninya berbagai kata kasar dan hinaan untuknya, tapi nyatanya yang Lily lakukan adalah memegang kotak itu dengan kuat sebelum hendak berjalan keluar dari ruangan untuk menuju toilet.

Saat itu yang ada di pikiran Lily adalah bagaimana reaksi bahagia Hans jika ia menyampaikan kabar ini kepada pria itu sebelum semua bayangan manisnya itu hancur karena satu kalimat yang keluar dari bibir Richard setelahnya.

"Ganti disini."

Lily menghentikan langkahnya diikuti napasnya yang tercekat. Ia berbalik dan menatap serius ke arah Richard yang sibuk menampilkan senyum penuh kemenangannya sembari melipat tangannya.

"Lakukan saja permohonan kecilku ini, kudengar kau sangat mencintaimu suamimu itu. Dan putramu juga masih sibuk berkuliah dan tidak ada kabar darinya, ini adalah jalan pintas yang paling mudah," ujar Richard lagi, tampak menikmati raut Lily sekarang.Didesak oleh sebuah keputusan yang berhasil mengacaukan perasaannya saat itu juga.

"Aku mohon jangan dengan cara ini, kau bisa memberiku pekerjaan yang banyak..."

Richard menggeleng untuk menolak penawaran wanita itu membuat Lily semakin tertekan dengan kondisi yang ia hadapi saat itu.
Lily terdiam untuk waktu yang lama, tatapannya lagi-lagi tertancap ke bawah dengan detak jantungnya yang berpacu sangat cepat. Kepalanya terasa berat dan berdenyut diikuti perasaan putus asanya yang merampas pergi kewarasannya detik itu juga.

Richard refleks mengangkat kedua alisnya saat Lily melemahkan pegangannya, membuat kotak itu jatuh ke bawah dan tangannya beralih meraih kancing pada kemeja kerjanya itu.

Richard tersenyum puas sembari terus memfokuskan pandangannya ke depan sana, terpaku pada setiap pergerakan dari Lily sebelum menyipitkan matanya pelan saat renanya bertubrukan dengan milik seseorang yang berdiri tepat jarak beberapa langkah di belakang Lily.

Tamu tak diundang yang berani mempertahankan tatapan mereka sepersekian detik kemudian menghilang secara cepat dari pandangannya.

SCANDAL CONTRACTWhere stories live. Discover now