41. Sensasi Aneh

83 0 0
                                    

Bahu Gwenn dan Akiro bersentuhan untuk sejenak saat Gwenn bertanya, "Kenapa?"

"Aku rasa ada masalah yang perlu untuk mereka luruskan, jadi jangan ganggu mereka," ujar Akiro, melontarkan sarannya saat detik selanjutnya mendapati raut tak terima Gwenn.

"Tapi bagaimana kalau terjadi apa-apa dengan Grace? Jika menyangkut pekerjaan, aku juga akan ikut meminta maaf," balas Gwenn yang berhasil membuat Akiro menyentil pelan pelipis wanita itu.

Gwenn meringis pelan, sembari mengusap pelipisnya ia menatap kesal ke arah Akiro. Sebagai atasan Grace, jika wanita itu melakukan sebuah kesalahan kepada pihak klien mereka seperti Eric, maka Gwenn hanya berniat untuk membantunya berbicara. Tapi satu hal yang menjadi tanda Tanya besar dalam kepalanya, sejak kapan Eric dan Grace bertemu? Vee bahkan tidak, melainkan belum melakukan kerja sama apapun dengan perusahaan raksasa seperti Eric itu, bahkan menyapanya saat di pesta kemarin saja tidak Gwenn lakukan. Status mereka berdua terlalu jauh untuk mengikat sebuah hubungan.

"Dasar bodoh, kau tidak pandai membaca situasi ya?"

Gwenn refleks melebarkan matanya, dengan raut kesalnya ia sudah siap untuk melakuakn aksi protes dan Akiro sudah siap untuk hal itu.

"Kau menyebutku bodoh? Ini sudah kedua kalinya Akiro," ujar Gwenn sembari menunjuk angka dua dengan jarinya dan kekesalannya semakin meninggi saat mendapati raut santai Akiro.

"Eric tidak akan menyakiti sahabat kesayanganmu itu," lanjut Akiro seolah tahu kekhawatiran Gwenn. Ia sudah gemas dengan betapa lambatnya otak Gwenn dalam menyimpulkan hal seperti ini. Memang benar, Gwenn bisa saja unggul dalam soal kepintaran mengelola tokonya tapi tidak dengan interaksi sosial seperti ini.

"Bagaimana kau bisa tahu?" Tanya Gwenn dengan tatapan menelitinya, masih tidak bisa mempercayai ucapan Akiro.

"Oh god, sahabatmu itu sudah dewasa. Dia bisa menjaga dirinya sendiri, yang seharusnya kau khawatirkan sekarang adalah dirimu," akhirnya kesabaran Akiro lepas kendali dalam menghadapi Gwenn.

Gwenn menyatukan kedua alisnya sembari menunjuk ke arah dirinya sendiri, "Aku?"

"Karena aku akan menculikmu."

"Tidak ada seorang pencuri yang mengajak tawanannya untuk membeli sesuatu yang mahal seperti ini," ujar Gwenn sembari melirik sekilas ke arah kotak besar yang sedang dibawa oleh tangan kanan Akiro, berisi sebuah mesin pijat kaki listrik.

"Bagus kalau kau tahu itu," ujar Akiro singkat.

Gwenn mendengus pelan saat merasa kalimat yang Akiro lontarkan itu cenderung menyindirnya.

"Tapi terima kasih untuk hadiahnya. Walaupun kita hanya berpacaran pura-pura, kau tidak perlu sampai membelikan hal semacam ini," ujar Gwenn.

"Menurutmu, aku melakukannya karena kita sedang berada di depan kamera sekarang?" Tanya Akiro dengan nada tidak percayanya.

Gwenn refleks menangguk singkat, ia mengerti akan kekhawatiran Akiro ketika berada di tempat ramai seperti ini. Bagaimana jika ada para paparazzi yang membuntuti mereka, bahkan setelah dilihat-lihat bukan hanya mereka saja. Gwenn menangkap basah beberapa pengunjung disana ikut mengarahkan ponsel kamera mereka.

"Kalau begitu kau akan penasaran dengan apa yang bisa kulakukan di belakang kamera," ujar Akiro sembari melangkah cepat, sudah terlanjur kesal dengan jawaban yang Gwenn berikan kepadanya.

Gwenn terdiam sejenak, berusaha mencerna kalimat Akiro sembari mengamati punggung pria itu yang semakin manjauh darinya.

"Kau tidak akan membunuhku saat kita berada di belakang kamera kan?" Tanya Gwenn dengan wajah berdigiknya saat asumsi itu muncul dalam benaknya. Melihat bagaimana perubahan drastis Akiro selama sepuluh tahun terakhir mereka berpisah, hal seperti itu bisa terjadi. Akiro sudah berubah sangat banyak, entah kehidupan macam apa yang ia jalani belakangan ini tetapi Gwenn seperti mengenal orang yang baru lagi.

SCANDAL CONTRACTWhere stories live. Discover now