CHAPTER 3

17.7K 1.5K 21
                                    

Gaun polos berwarna putih tulang, memiliki lengan yang panjang, dan tak memiliki hiasan apapun. Terlihat sangat tua dan kusam, bahkan terasa sedikit sempit saat kupakai. Rambut yang telah dipotong rapi oleh diriku sendiri, wajah pucat tanpa diberi riasan apapun hingga masih memperlihatkan bekas sayatan pada rahang bagian kananku. Gaun sederhana, tanpa riasan dan tanpa aksesoris menjadi penampilanku malam ini.

Entah kenapa aku diundang makan malam yang biasanya tak pernah dihadiri oleh Libitina, apalagi Merikh si Ayah sialan itu yang mengundangku.

Setelah makan siangku yang terdapat sedikit masalah, Kepala Pelayan datang menemuiku dengan alasan Merikh mengundangku ke makan malam yang dihadiri oleh semua anggota Keluarga Kaltain.

Aku tentu bertanya kenapa aku diundang, namun jawaban yang kudapatkan hanyalah senyuman sopan darinya.

Tentu aku tahu betul alasan kenapa Libitina tak menghadiri makan malam, karena Libitina adalah sampah keluarga ini. Beberapa kali Libitina memaksa untuk menghadiri makan malam di ruang makan, namun hasilnya ia dicaci-maki dan mendapatkan hukuman dari keluarganya.

Pernah pula beberapa kali Libitina diundang makan malam. Berbunga-bunga lah hati Libitina begitu medapatkan undangan itu, berpikir bahwa dia akhirnya mulai disayangi oleh keluarganya.

Dia mulai bersolek dengan gembira dan memakai gaun terbaiknya, ia berpikir tak mengapa jika gaun itu sedikit usang asalkan dia tampil dengan baik. Namun menyedihkannya, sesampainya di sana dia mendapatkan cemoohan karena gaunnya yang usang dan riasan yang dinilai berlebihan.

Serasa tak cukup sampai situ saja, Libitina ternyata diundang hanya untuk memperhatikan keluarganya makan malam. Tak diberi makanan dan minuman, bahkan tempat duduk pun tak disediakan.

Dalam perasaan mendung dan penuh rasa malu, dia hanya berdiri di depan pintu sambil menundukkan kepala dan sesekali melirik bagaimana bahagianya keluarganya makan bersama hingga selesai. Bibirnya bergetar tak terhentikan dan matanya mengkerut karena menahan tangisan kuat-kuat.

Aku sampai sempat berhenti membaca special chapter di tengah-tengah karena adegan itu.

Namun sepertinya malam ini aku tidak melihat saja tapi benar-benar makan. Meskipun tatapan tajam dan benci dari mereka semua mengarah padaku tanpa malu-malu. Menatapku yang sedang duduk diam dengan begitu terang-terangan, aku mengerti jika mereka merasa keheranan dengan keberadaanku di sini dan aku tidak diusir.

Aku juga tidak tahu kenapa aku di sini, sialan!

Seseorang berdecak kesal. "Aku tak mengerti kenapa sampah ini ada di sini. Libitina, kenapa kau di sini?!" Tanya perempuan berambut kuning keemasan dengan warna mata yang menyerupai Merikh.

Wajahnya manis, pipinya merah merona alami, penampilannya anggun khas nona bangsawan. Satu-satunya orang nyentrik yang mirip dengan ibunya. Rubinna Kaltain. Kakak ke-6 ku yang dikenal sangat membenciku dan merupakan anak kesayangan Merletta, Sang Nyonya Rumah. Banyak orang menyebutnya sebagai si Anak Manja.

"Karena aku diundang." Rubinna entah kenapa langsung merasa tak terima dan matanya menyipit marah.

"Seharusnya kau tidak berada di sini, Libitina. Kau itu sampah yang tak diinginkan oleh keluarga ini. Pergilah ke ruanganmu!" Dia dengan seenaknya membentakku dan mengusirku dari sini. Beranggapan aku adalah Libitina yang 'itu', kesalahan besar jika dia mencari gara-gara denganku, bocah.

"Aku tidak mengerti kenapa Ayah membiarkannya di sini. Menyebalkan. Aku seperti mencium bau sampah di sini." Dia terus mengoceh tak jelas dan bisa kulihat beberapa orang ikut senang dengan ocehannya.

Suara cekikikan yang sama terdengar seperti melayang di udara.

"Benar-benar, deh. Kamu setidaknya mandilah dulu dengan banyak air sabun dan pakai parfum. Meskipun bau busukmu tidak akan hilang, tapi setidaknya itu akan sedikit membantu." Rubinna cekikikan begitu mengatakannya, dia terlihat menikmati kelakuannya padahal secara tidak langsung dia menghina keputusan Merikh.

THE DEMONIC YOUNGEST DAUGHTERWhere stories live. Discover now