CHAPTER 6

13.4K 1.1K 6
                                    

"Apa yang...?" Aku tidak bisa berkata-kata begitu melihat perdebatan yang terjadi di depanku.

Hari ini dan pagi ini, aku kembali dipanggil Merikh untuk ke ruang kerjanya. Sudah jelas alasannya, pemilihan guru. Tidak ada masalah, hingga Zagreus dan Luell menerobos masuk ke ruangan, membuat keributan dengan berdebat. Mereka entah mendapat nyali dari mana, berdebat di depan Merikh dan para calon guruku. Lantang, berisik, dan mampu membuat pening kepala. Entah kenapa seakan melihat sepasang kucing preman bertengkar.

"Kak, hanya aku yang cocok menjadi gurunya," debat Zagreus.

"Omong kosong. Aku lebih kuat darimu, Dik." Luell menyilangkan tangannya di depan dada.

Zagreus berdecak, kemudian berkacak pinggang. "Kenapa Kakak peduli dan bersikeras untuk menjadi guru Libitina, huh?"

Luell tak langsung menjawab, dia seakan tidak mengetahui alasannya sendiri dan mencoba membuat alasan palsu, jelas sekali dari ekspresinya. Dia benar-benar tidak bisa menyembunyikan ekspresinya.

"Kau sendiri kenapa bersikeras?" Ia balik bertanya.

Zagreus menatap tak percaya, hampir melotot. "Tentu saja karena aku berhutang budi kepadanya." Katanya sambil menatapku, "Kakak tahu sendiri Libitina berkontribusi besar pada perang kecil di perbatasan. Jika bukan karena ide cerdiknya, Keluarga kita tidak akan memenangkan perang itu hanya dengan satu-dua hari, Kak."

Masuk akal.

"Tidak masuk akal!" elak Luell, "seharusnya kau memberinya hal lain. Seperti-seperti koin emas-atau lainnya." Luell mengatakannya dengan sedikit tersendat dan menatap nyalang ke arah Zagreus. Seperti menantangnya atau sedang mengintimidasi.

"Tentu saja aku tahu hal tersebut, Kak. Uang, reputasi, dan hadiah lainnya telah aku persiapkan. Hanya menunggu waktu yang lumayan lama untuk sampai kepadanya." Zagreus menunjukku dengan dagunya, "menurutku hanya memberinya semua itu tidaklah cukup, jadi aku memutuskan untuk melatihnya."

Lagi-lagi masuk akal. Hanya bagian hadiah itu saja yang tidak, aku tidak tahu-menahu tentang hadiah kontribusi. Aku pikir Ia akan merasa cukup jika hanya menjadi guruku, ternyata tidak. Apakah dia seseorang yang membalas kebaikan sepuluh kali lipat? Mungkin. Aku senang tentu saja, hanya sedikit terkejut. Ini di luar perkiraan.

Perdebatan mereka terus berlanjut. Semua orang diam mendengar perdebatan mereka, bahkan Merikh sendiri terlihat tidak tertarik untuk melerai. Mereka benar-benar seperti kucing yang bertengkar, dan tentu saja tidak akan berhenti jika tidak ada yang melerai.

"Kak," panggilku. Zagreus dan Luell menoleh seketika.

"Seharusnya Kalian bertanya tentang pendapat saya. Saya yang bersangkutan di sini, ini tentang guru yang akan mengajar saya." Aku dengan tenang melerai mereka tanpa menyalahkan mereka, diriku menatap deretan guru yang duduk terdiam di atas sofa sambil melihatku. Mereka terlihat tidak nyaman dengan perdebatan Zagreus dan Luell.

Mereka berdua saling melempar tatapan, mengangguk. Aku terkejut. Melebarkan mata dan hampir melangkah mundur begitu mereka dengan cepat berada di depanku secara bersamaan. Diriku menghindari tatapan tajam mereka.

Mereka menatapku, berdiri di depanku, dengan wajah yang didekatkan ke arahku. Mereka terlalu dekat. Aku benar-benar tidak nyaman dan enggan menatap mata mereka berdua.

"Saya rasa lebih baik Kak Zagreus yang menjadi guru pedang saya," kataku sedikit gugup, Luell langsung menatapku tak senang. "Bukan karena Kak Luell lebih lemah dari Kak Zagreus, tapi karena Kak Zagreus lebih mahir dalam teknik pedang daripada Kak Luell yang lebih mengandalkan sihir dan serangan sekali tebas. Kak Luell cenderung menggunakan kekuatan fisik daripada teknik. Lagipula kakak menggunakan pedang besar sebagai senjatanya. Saya tidak yakin bisa menggunakan pedang besar sebagai senjata saya."

THE DEMONIC YOUNGEST DAUGHTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang