CHAPTER 7

12.8K 1.1K 16
                                    

"Hei, Adik bungsu!" Zagreus lagi-lagi mendobrak masuk kamarku. Memasang wajah sumringahnya, membuatku kesal di pagi-pagi buta; wajahnya terlalu mirip dengan Merikh.

Dia mencari keberadaanku, kemudian berjalan ke arahku sambil berkacak pinggang seperti biasa.

"Bangun, bocah! Hari ini adalah hari penting!" Dia berteriak, menarik selimut yang menutupi setengah wajahku hingga ujung kaki.

"Kakak... Berhentilah berteriak, kumohon." Diriku bergumam setengah menggeram. Bersuara serak bangun tidur.

"Oh, senang mendengarmu memohon dengan manis. Namun sayangnya kau benar-benar harus bangun, Bocah." Dia menyilangkan tangannya di dada, tersenyum cerah berlesung pipi.

Aku terpaksa bangun dengan mimik wajah masam. Menguap, lalu turun dari kasur.

"Cepatlah bersiap. Banyak orang menunggumu di halaman kosong dekat tempat pelatihan ksatria," katanya.

Aku berdeham singkat mengiyakan. Zagreus pergi dengan segera. Diriku masuk ke kamar mandi, bersiap untuk pemilihan pelayan pribadi dan ksatria penjaga.

Hari yang dinanti-nanti akhirnya tiba. Aku tidak tahu akan memilih siapa, akan tetapi aku tahu bagaimana cara mengetahui mana yang benar-benar ingin mengabdi atau hanya bernasib sial terpilih menjadi kandidat Pelayan pribadi dan Ksatria penjagaku.

"Libitina, kau terlambat." Merikh berkata.

"Maafkan saya, Yang Mulia. Saya sempat tersesat. Maafkan saya sekali lagi atas keterlambatan saya." Diriku membungkukkan sempurna tanpa menatap Merikh sama sekali.

Dia hanya bergumam singkat.

Diriku berdiri tegak seketika, berbalik menatap ke arah enam banjar barisan yang berbeda. Dua banjar berisi 24 kandidat Ksatria penjaga, dan empat banjar berisi 32 kandidat Pelayan pribadi. Semua berdiri tegak tak bergerak sedikitpun, menatap ke lantai. Ketegangan dapat terlihat dari bahu mereka yang sangat kaku.

"Mereka adalah kandidat-kandidat yang menjanjikan, aku menjamin mereka semua. Pilihlah sebanyak yang kau inginkan, uji mereka semaumu. Pembunuhan, penyiksaan, dan pengorbanan; diizinkan."

"Dimengerti." Aku menatap mereka semua dengan seksama tanpa berbalik menatap Merikh yang menjelaskan dengan singkat.

Aku menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya, mencoba untuk lebih tenang.

"Aku yakin betul kalian mengenal diriku. Libitina Kaltain, keturunan paling muda sekaligus paling lemah. Keturunan sampah dan aib bagi Keluarga Kaltain. Satu-satunya kandidat yang kedudukannya lebih rendah dari Pelayan Umum, tak memiliki prestasi apapun selain aib dan deretan hal-hal sampah yang kulakukan. Dianggap lemah dan direndahkan. Sampah, menjijikkan, keturunan jalang, penjilat bak lintah, hanyalah parasit di keluarga terkemuka; semua julukan itu melekat sempurna pada diriku. Dengan semua julukan itu, apakah kalian masih sudi berada di belakangku, patuh, dan mengorbankan segalanya demi diriku?" Semua kandidat semakin tegang, banyak yang saling melempar tatapan, mulailah bisikan dan gumaman yang saling bersahutan. Mereka ragu.

Aku baru menyadari betapa dipandang rendahnya Libitina setelah menyebutkan rentetan julukannya. Padahal Libitina adalah keturunan Kaltain yang terhormat, tetapi masih saja ada yang menggunakan julukan hina seperti itu padanya.

Kuharap kerendahanmu tak lebih dari ini, Libitina. Batinku geram.

"Atas perintah dariku, Libitina Kaltain," aku menjeda sejenak, "bagi yang enggan nan ragu ataupun sedari awal tidak sudi menjadi bawahanku; kupersilahkan pergi meninggalkan tempat."

Semua bergeming. Tak ada yang bergerak, bisikan dan gumaman terus saling bersahutan, mereka saling melempar tatapan. Beberapa dari mereka ingin pergi namun merasa ragu dan takut, ada yang bergeming dan tak merespon sama sekali.

THE DEMONIC YOUNGEST DAUGHTERWhere stories live. Discover now