SPECIAL CHAPTER NEW YEAR

7.1K 862 30
                                    

Malam ini lagi-lagi Zagreus---adikku---itu menerobos masuk ke kamarku tanpa tahu malu. Kebiasaan sedari kecil yang begitu sukar diubah. Aku heran mengapa ia begitu suka menerobos begitu saja, saat diriku sibuk maupun saat tertidur. Kegiatannya di sini pun banyak sekali, entah hanya diam menatap taman di balkon, atau bicara banyak hal di depanku yang sibuk.

Aku membiarkannya karena sangat jarang orang seperti Zagreus di keluarga ini; aku merasa senang dengannya.

Meskipun dia memiliki hobi mendatangi kamarku begitu saja, tak biasanya dia datang dengan wajah masam yang seperti kain mengerut. Semenjak datang ke kamar, dia hanya duduk diam memasang wajah masamnya tanpa bicara sepatah katapun dan hanya memandang kejauhan sambil terus menghela napas. Sikap lama, mencari perhatian.

"Ada apa kali ini, Zagreus?" Tanyaku sambil menulis sesuatu di secarik kertas.

Diriku sangat sibuk hari ini, mengurus banyak hal ini-itu terutama harus mengurus misi khusus dari ayah, tapi adikku satu ini selalu saja menginterupsi dengan keberadaannya dan sikap lamanya. Meskipun aku tidak membencinya, tetap saja dia harus tahu malu suatu saat nanti.

Dia menggeram kesal. "Ini tentang Libitina!"

Diriku mengangkat alis. "ada apa dengannya?"

Sejauh ini hanya Libitina yang dia bahas di hadapanku. Entah Libitina yang seperti monster atau Libitina yang begitu mirip denganku dalam beberapa hal.

"Dia sangat bodoh, sembrono, dan menjengkelkan. Bisa-bisanya dia menerima misi sesulit itu?! Dia bodoh sekali dengan menerimanya, dasar murid sialan. Benar-benar bocah! Mengutamakan gengsi daripada keselamatan diri. Tidak tahu diri juga, sudahlah kubela, malah membantah. Aaahh! Membuat frustasi!!" Zagreus berceloteh tidak jelas memberitahu kekesalannya pada kelakuan sembrono Libitina.

Memang sembrono menerima misi sulit seperti itu, apalagi yang kudengar Libitina melaksanakan misi itu sendirian tanpa membawa bawahannya. Entah apa yang direncanakannya, entah perkara gengsi atau pembuktian diri.

Kupikir Libitina tidaklah sebodoh itu, jadi aku membiarkannya melakukan apapun yang ia inginkan. Perkembangannya luar biasa namun dia seakan tidak terkejut dengan apapun, seolah-olah segalanya biasa saja baginya. Dia anak yang tidak banyak berekspresi.

"Biarkan saja, Zagreus. Dia bukanlah anak yang bodoh, dia pasti bisa melakukannya. Jika tidak, dia tidak akan melaksanakannya sendirian." Balasku atas celotehan kesal Zagreus.

"Apa?!" Zagreus menggebrak meja membuatku terkejut. "Dia berangkat sendiri?!"

Diriku mengernyit. "Iya. Kamu tidak tahu?"

"Tentu saja tidak tahu!" Geramnya. Dia mengambil pedang yang bersandar di samping sofa, bangkit dan hendak pergi.

"Ingin ke mana?"

"Menyusulnya tentu saja. Bocah itu! Aaaaah! Bisanya hanya membuat frustasi! Aku akan menyeretnya kembali."

Aku menghela napas. Selalu saja bereaksi berlebihan. Lagipula mengapa ia begitu kesal hanya karena Libitina pergi sendiri? Dia tahu sendiri sekuat apa Libitina itu.

"Tenanglah. Dia akan kembali dengan selamat."

"Memang selamat, tapi dengan keadaan sekarat!" Protesnya dengan keras.

Aku semakin mengernyit. Tidak mengerti. "Kenapa kau sebegitunya?"

Zagreus tidak bersikap begini ketika Rea dan Rey ketahuan pergi menantang bandit gunung, tidak juga saat Rubinna terjatuh dari kuda. Bahkan sikapnya terkesan tidak peduli sama sekali.

"Pertama, dia adikku." Jari telunjuknya teracungkan.

"Kedua, dia adikku." Jari tengahnya teracungkan.

"Ketiga, dia adikku." Jari manisnya teracungkan.

Terakhir, jari kelingkingnya teracungkan. "Keempat, dia muridku. Jelas?" Dia mempertanyakan hal yang aneh dengan jawaban dari pertanyaanku yang lebih aneh lagi.

"Intinya hanya dua alasan yang tidak menjelaskan semuanya. Kamu tidak begitu dengan Rea dan Rey, pun Rubinna. Hanya seperti ini dengan Libitina." Diriku memijat pangkal hidung yang terasa berkedut.

Zagreus yang berdiri di depan pintu, bersandar padanya dan mulai berpikir.

"Karena ibu mereka..? Aku membenci wanita tua itu, aku juga tidak menyukai ibu Libitina tapi dia tidak seburuk Merletta. Aku tidak memiliki dendam pada ibu Libitina... Namanya siapa ya? Aku lupa. Intinya, Merletta itu sampah keluarga ini, aku membencinya. Mungkin itu berimbas pada anak-anaknya; juga ketiga anaknya itu menikmati keistimewaan yang tidak dirasakan oleh kita. Lalu..." Dia menjeda perkataannya.

"Di antara adik-adik kita, hanya Libitina yang terasa dekat. Kau tahu, karena ibu kita saling bersaing demi posisi Nyonya rumah, kita semua menjadi asing satu sama lain. Jadi antara aku dan adik-adik kita itu entah kenapa terasa jauh sekali, sampai suatu ketika Libitina membuat kehebohan." Zagreus tertawa di akhir ucapannya.

"Hahahaha... Aku menggila ketika tahu Libitina yang disebut sampah keluarga ini membuat keributan di tengah-tengah diriku pening karena misi. Banyak hal menarik darinya meskipun sikapnya sangat menjengkelkan. Dan lagi, di antara kita semua, para Keturunan Kaltain, apakah ada yang tidak saling menolak satu sama lain? Tentu selain kita berdua." Dia membuat gerakan menunjuk diriku dan dirinya.

"Tapi bocah monster itu tidak menolak ketika aku menjadi gurunya, pernah sekali, setelah itu tidak lagi." Imbuhnya setelah mengingat sesuatu.

Aku memandangnya, Zagreus yang tertawa lepas karena kegilaan adiknya. "Kau mencintainya?"

Dia mengernyit heran. "kenapa Kakak mengatakannya seakan diriku mencintai adikku dalam konteks romantis?"

"Aku hanya bertanya. Kamu terlihat jatuh cinta padanya."

"Gila, ya? Aku masih menyukai nona-nona bangsawan Kekaisaran."

Aku menghela napas. "sesukamu saja. Intinya, jangan susul dia. Kamu akan dimarahi habis-habisan oleh Libitina, aku yakin betul kamu tidak tahan dengan omongan Libitina saat marah. Ditambah itu melanggar peraturan."

"Persetan soal peraturan." Meskipun dia mengatakannya, dia tetap kembali duduk diam di sofa.




Special chapter END.
Chapter ini lebih banyak dialog daripada narasi, ehehehe╮⁠(⁠^⁠▽⁠^⁠)⁠╭

THE DEMONIC YOUNGEST DAUGHTERWhere stories live. Discover now