CHAPTER 37

3.1K 398 93
                                    

Aku memasuki pelelangan ilegal itu tanpa merasa khawatir. Dengan undangan yang ternyata termasuk eksklusif---entah Roux mendapatkannya dari mana, aku masuk dengan mudah. Penjaganya sama sekali tidak mencurigai apapun, mereka hanya mengecek undangan tersebut dan mengantarku ke tempat duduk para VIP.

Tempat duduknya berada di lantai dua, dengan pagar sebagai pembatas, tempat ini lebih seperti balkon. Kursi yang disediakan hanya satu, para bawahan dibiarkan berdiri di belakang kursi. Lantai bawah benar-benar dipenuhi dengan kursi-kursi pelanggan biasa, beberapa dari mereka mengenakan topeng bak menghadiri pesta topeng. Tempat ini seperti opera.

Kebanyakan dari mereka yang mengenakan topeng merupakan orang terkenal dengan gelar bangsawan atau tokoh publik. Tentu saja menghadiri pelelangan ilegal semacam ini hanya akan menghancurkan mereka. Meski dengan resiko begitu, yang namanya manusia tidak akan menyerah untuk memenuhi hasratnya, mereka datang dengan berbagai cara seperti mengenakan topeng seperti itu.

Tempat ini luar biasa megah, dari undangannya saja terlihat sekali mahalnya. Walau ini pelelangan ilegal, tempat ini berada di tengah-tengah ibu kota yang tentu dipenuhi Ksatria ibu kota. Mengagumkan, Penyelenggara berani mengadakan pelelangan ilegal di sini.

Tempat ini seperti bunga waru landak. Pada siang hari tempat ini dikenal sebagai opera terkenal di sepanjang benua, begitu indah, begitu megah, begitu berkelas. Namun jika malam telah menyapa, tempat ini berubah menjadi tempat paling kotor dan penuh akan kriminalitas, pelelangan ilegal yang bahkan menjual budak manusia, begitu gelap, kemegahannya yang menguarkan wangi uang begitu kental di sini.

Pelelangan ini melelang barang dari A sampai Z, apapun yang muncul selalu benda yang dicari-cari. Entah itu harta warisan sebuah keluarga yang hilang, atau korban penculikan. Melelang apa saja yang memiliki nilai tinggi, entah dari seni atau sekadar penampilannya.

Banyak orang membuang-buang uang dengan mudah bak bernapas.

Begitu banyak peminatnya namun kapasitas yang diizinkan begitu sedikit. Entah bagaimana caranya Roux bisa mendapatkan undangannya, aku tidak begitu peduli.

Sayang sekali tempat sebagus ini akan diluluh-lantakkan oleh pemeran utamanya atas nama keadilan. Pemeran utamanya dengan sok berperan sebagai pahlawan dan menghancurkan kesenangan banyak orang. Lucu sekali, padahal dirinya saja berdiri tegak di atas darah yang menggenang di bawah kakinya.

Yah, pelelangan ini pun tidak bisa dibela, memang menurut hukum dan moral, tempat ini harus dihancurkan.

Beberapa menit menunggu, tidak ada lagi orang yang masuk ke dalam. Itu artinya, pelelangan ini akan dimulai. Tentu saja akan membosankan rasanya jika dimulai begitu saja. Di luar dugaan, satu per satu pemeran-pemeran drama menaiki panggung dan memainkan satu drama populer.

Drama yang dimainkan sangatlah klise. Hanya menceritakan tentang dua pemeran utama yang saling mencintai namun keluarganya tidak merestui cinta kasih mereka. Dengan segala kejadian yang terjadi, drama ini berakhir mengharukan sebab kedua pemeran utama meninggal disebabkan kesalahpahaman. Jika kutafsirkan, ini serupa dengan drama Romeo dan Juliet.

Pesan moralnya sangatlah menyentuh, tapi alur ceritanya sendiri tidak masuk akal.

Gelora tepuk tangan mengisi penuh tempat ini, aku pun ikut bertepuk tangan meski setengah hati. Banyak yang menyerukan hal-hal yang tidak kuketahui sebab bertabrakan, bersiul-siul seperti memanggil burung. Lucu rasanya melihat orang sangat menyukai drama seperti ini.

"Konyol sekali."

Setelah kebisingan mereda dan suasana menjadi lebih ringan, barulah juru lelang naik ke panggung. Saat itulah kurasakan atmosfer menegangkan dari pelelangan ini. Udaranya terasa terganti, memanas, memburu. Darahku serasa bergerak lebih cepat dari biasanya.

THE DEMONIC YOUNGEST DAUGHTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang